Senin, 08 Oktober 2018

Sunan Katong (2)

Kisah Sunan Katong di Kendal



Kisah Syiar Islam Sunan Katong di Kaliwungu, Kendal, Jateng

Mengislamkan Empu Pagerwojo, Putra Adipati Majapahit

Sunan Katong adalah sosok ulama yang berilmu tinggi dan berbudi luhur hingga disegani masyarakat. Datang ke Kaliwungu, Kendal untuk menyebarkan agama Islam atas petunjuk Sunan Pandan Arang Semarang. Berikut ini kisah dakwahnya.

Sunan Katong adalah cucu Bhatara Katong putra Pangeran Suryapati Unus atau Adipati Unus putra Raden Fatah, Sultan Kerajaan Demak pertama. Ia diutus Ki Ageng Pandan Arang Semarang tahun 1500-an usai melakukan tugas perang di Malaka melawan pasukan Portugis. Tujuannya untuk berdakwah di daerah Kaliwungu, Kendal yang terdapat “Pohon Ungu” yang batangnya condong ke sungai.

Untuk menuju ke pohon tersebut tidak mudah dibayangkan orang. Karena pohon tersebut merupakan pohon satu-satunya di Kendal. Namun Sunan Katong tidak putus asa meskipun mengalami kesulitan menemukan pohon ungu sesuai petunjuk Kia Ageng Pandanaran. Karena sudah menjadi niatan sebagai penyebar agama Islam pasca-Walisongo.

Dari arah Semarang menuju wilayah barat menuju Kaliwungu, Kendal. Parjalanan tersebut rupanya tidak sia-sia. Akhirnya Sunan Katong menemukan pohon warna ungu bersama pasukannya dan berteduh sampai ketiduran beberapa waktu di pohon tersebut.

“Daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama “Kali Ungu” atau “Kali Wungu Kali Wungu” dan sungai yang ada di dekat pohon tersebut oleh masyarakat dinamakan “Kali Sarean”. Ungkap sejarawan Ahmad Hamam Rochani penulis buku 'Babad Tanah Kendal'.

Pasukan dan santrinya bermana Wali Jaka (Raden Panggul), Ki Tekuk Penjalin (Ten Koe PenJian Lien), dan Kyai Gembyang (Han Bie Yan). dan Raden Panggung. Dalam cerita tutur atau cerita rakyat terkenal dengan nama-nama Tekuk Penjalin, Kiai Gembyang dan Wali Joko.

Kemudian bertempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang. Selanjutnya Sunan Katong membangun sebuah padhepokan di tepian Kali Sarean. Tidak disangka-sangka banyak santri yang berdatangan ke padhepokan untuk belajar ilmu agama Islam. Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apa pun.

Setelah berhasil mengembangkan syiar agama Islam, Sunan Katong mengembangkan wilayah dakwahnya ke bagian barat yang masyarakatnya beragama Hindu dan Budha. Tokohnya adalah Empu Pakuwojo yang dulunya merupakan petinggi kerajaan Majapahit.

Empu Pakuwojo merupakan seorang ahli membuat pusaka.Ia seorang adipati Majapahit yang pusat pemerintahannya di Kaliwungu/Kendal. Untuk meng-Islamkan atau menyerukan kepadanya supaya memeluk agama Islam, Tidaklah mudah sebagaimana meng-Islamkan masyarakat biasa lainnya yang cukup dengan akhlakul karimah.

Untuk mengislamkan Empu Pagerwojo menggunakan pendekatan pilih tanding atau adu kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di perbukitan Bergota/Pulau Tirang. Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya. Ketika Sunan Katong mengajak masuk Islam, maka Empu Pagerwojo mengajukan syarat yang cukup menagangkan dengan cara adu kesaktian. Maka kesepakatan pun dibuat dengan penuh kesadaran, sebagaimana seorang kesatria kerajaan Majapahit.

"Untuk mengislamkan Empu Pagerwojo menggunakan pendekatan pilih tanding atau adu kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di perbukitan Bergota/Pulau Tirang. Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya.

Adu Kesaktian

Ketika Sunan Katong mengajak masuk Islam, maka Empu Pagerwojo mengajukan syarat yang cukup menagangkan dengan cara adu kesaktian. Maka kesepakatan pun dibuat dengan penuh kesadaran, sebagaimana seorang kesatria kerajaan Majapahit.

Bila Anda berhasil mengalahkan saya, maka mau memeluk agama Islam dan menjadi murid Anda”, ujar sumpah Pakuwojo di hadapan Sunan Katong. 
Dengan didampingi dua sahabatnya dan satu saudaranya, pertarungan antarkeduanya berlangsung seru. Selain adu fisik dengan menggunakan pedang dan keris, mereka pun adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata oran awam. Kejar mengejar, baik di darat maupun di air hingga berlangsung lama dan Pakuwojo tidak pernah menang.

Kemudian Empu Pakuwojo lari dan bersembunyi agar tidak terbunuh oleh Sunan Katong yang posisinya berada diatas angin kemenangan. Kebetulan sekali ada sebuah pohon besar yang berlubang cukup besar dan dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian.

Lantas oleh Pakuwojo digunakan sebagai tempat bersembunyi dengan harapan musuhnya tidak mengetahuinya. Namun berkat ilmu yang dimiliki, Sunan Katong berhasil menemukan Empu Pakuwojo, dan menyerahlah dia. Sesuai janjinya, maka Empu Pakuwojo mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam di hadapat Sunan Katong. Kemudian pohon yang dijadikan tempat persembunyian itu diberi nama Pohon Kendal yang artinya penerang. Di tempat itulah Pakuwojo terbuka hati dan pikirannya menjadi terang dan masuk Islam. Sedangkan nama tempat di sekitar pohon Kendal disebutnya denganKendalsari

Sedangkan Sungai yang dijadikan tempat pertarungan kedua tokoh itu diberi namaKali/Sungai Kendal, yaitu sungai yang membelah kota Kendal, tepatnya di depan masjid Kendal. Sungai tersebut hingga kini masih dapat dilihat sebagai saksi sejarah.

Pakuwojo yang semula oleh banyak orang dipanggil Empu Pakuwojo, oleh Sunan Katong dipanggil dengan nama Pangeran Pakuwojo, sebuah penghargaan. Karena ia seorang petinggi Majapahit yang masih trah darah biru.

Setelah sekian lama berguru kepada Sunan Katong di Gunung Penjor, Empu Pagerwojo memilih di desa Getas Kecamatan Patebon dan kadang-kadang. Mendirikan padepokan yang terletak di perbukitan Sentir atau Gunung Sentir dan menjadi murid Sunan Katong pun ditepati dengan baik. HUSNU MUFID


http://penerbit-menara-madina.blogspot.com/2016/06/kisah-sunan-katong-di-kendal.html?m=1

Tidak ada komentar: