Kamis, 11 Agustus 2011

Ketahanan Nasional Dalam UU Terorisme dan Intelejen

Ketahanan Nasional Dalam UU Terorisme dan Intelejen

(Disampaikan dalam forum Halaqoh Ulama se Jawa Tengah, Pekalongan 29 Mei 2011)

Oleh Prof. Dr. H. Muhammad Bambang Pranowo

1. Pilihan bangsa Indonesia untuk menerapkan demokrasi secara liberal sejak era reformasi (Mei 1998, jatuhnya Rejim Orde Baru), membawa konsekwensi yang dilematis. Demokrasi yang terbuka lebar di Indonesia, tak hanya menumbuhkan kebebasan berfikir dan tuntutan HAM, tapi juga kejumudan berfikir (ekstrimisme) dan terorisme (penistaan terhadap HAM). Padahal demokrasi sejatinya harus berdampingan dengan kebebasan berpendapat (secara positif), transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, dan HAM. Demokrasi akan menumbuhkan toleransi dan saling menghargai dalam mozaik perbedaan yang indah. Demokrasi juga seharusnya memperkuat bhinnekatunggalika dalam bingkai pluralism.

2. Di Indonesia, anehnya sejak demokrasi bergulir, perpecahan dan terorisme makin kuat. Atas nama kebebasan dan demokrasi, beberapa oknum (pribadi dan organisasi) mengacak-acak kebebasan dan menjadi hakim secara sepihak dengan ukuran salah benar yang disesuaikan pahamnya. Kondisi ini jelas menimbulkan instabilitas keamanan nasional. Di pihak lain, paham-paham radikal yang mengarahkan pengikutnya pada tindakan terorisme, atas nama demokrasi dibiarkan saja tanpa ada counter yang memadai. Kini timbul pertanyaan: mana yang harus diprioritaskan – keselamatan bangsa dan negara atau demokrasi liberal yang ditunggangi oknum radikal dan teroris itu?

3. Meski jawabannya dilematis, tapi sebagai muslim kita harus memilih: keselamatan negara harus diutamakan. Negara Indonesia adalah hadiah umat Islam terebesar bagi bangsa Indonesia yang sangat plural. Kesediaan para ulama dalam BPUPKI untuk menghilangkan tujuh kata dalam Sila Pertama Pancasila merupakan pengorbanan yang luar biasa bagi umat Islam. Karena itu umat Islam punya kewajiban syar’I untuk membangun negara ini agar menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur.

4. Dalam kerangka itulah kita umat Islam harus melihat UU Terorisme dan Intelejen di Indonesia. Sejak era reformasi, Indonesia sudah menjadi “tempat nyaman” untuk persemaian, pelatihan, dan kegiatan terorisme. Kelompok teroris di Indonesia punya strategi menggunakan simbol Islam untuk melakukan kegiatannya. Yang terakhir, terorisme di Cirebon, memakai nama Tauhid wal-Jihad, meski prakteknya melakukan pemboman bunuh diri di dalam masjid yang sedang dipakai untuk untuk salat Jumat.

5. Terorisme adalah sebuah kejahatan yang luar biasa. Karena menghadapinya harus dengan cara-cara yang luar biasa. Yang jadi masalah bagi umat Islam, keluarbiasaan kaum teroris ini selalu menggunakan istilah-istilah sakral dalam umat Islam seperti Untuk Menegakkan Kalimah Allah, Jihad Fisabililah, Demi Tegaknya Agama Allah, dan lain-lain. Padahal apa yang dilakukannya sebetulnya perampokan di jalan Tuhan. Mereka meniru kaum Hawarij, mengatasnamakan Islam untuk membunuh orang-orang Islam yang tak sepaham (politik, mazhab, ideologi) dengannya.

6. Umar abd al-Hakim (Abu Mus’ab al-Suri, salah seorang pemimpin Alqaedah) dalam bukunya Da’wat al-Muqawamah al-Islamiyyah al-A’lamiyyah (Call for A Global Islamic Resistance), menyatakan di masa dating akan lahir terorisme Generasi Ketiga (Generasi Pertama bersifat organisasional besar tingkat dunia dengan satu komnado pusat; generasi kedua, organisasi teroris tingkat lokal dengan sistem otonom; dan generasi ketiga teroris individual dan independent). Teroris Syarifudin yang mengebom masjid Az-Zikra di Cirebon, mungkin sudah bisa dikategorikan, terorisme transisional yang sedang menuju generasi ketiga. Meski Si Udin berafiliasi dengan kelompok tauhid wal Jihad – tapi kelahiran kelompok ini hanya dibidani segelintir ana-anak muda yang simpati dengan jihad Umat Islam, bukan didirikan tokoh-tokoh besar teroris.

7. Anisah, seorang ibu muda di Yogyakarta, dua pekan lalu, mengeluhkan anaknya yang sekolah di TK Islam di sekitar Bulaksumur UGM, yang katanya diajarkan membuat membuat kalimat “Orang Kristen Itu Kafir dan Boleh Dibunuh”. Di sekolah itu juga diajarkan nyanyian anak-anak yang temanya jihad untuk membunuh orang Yahudi. Ajaran-ajaran kebencian kepada orang non-Islam benar-benar ditanamkan kepada anak-anak TK tersebut. Bisa dibayangkan, apa jadinya anak-anak itu ketika dewasa bila orang tua dan lingkungannya tidak membimbingnya ke jalan Islam yang benar?

8. Dalam survei LaKIP terhadap siswa (kelas 9 dan SMA) se-Jabodetabek diperoleh hasil mengejutkan: 7,5% guru Pendidikan Agama Islam dan 14,2% siswa menyetujui tindakan pengeboman yang dilakukan Imam Samudra, Amrozi, dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap Barat (orang kafir). Mereka juga, 21,1% guru dan 25,8% siswa menganggap Pancasila tidak relevan lagi sebagai ideologi negara. Lagi-lagi pertanyaannya: jika mereka tetap berpandangan demikian, jelas ada bahaya mengancam pada keselamatan bangsa dan negara Indonesia di masa depan.

9. Dari paparan di atas, para ulama perlu memikirkan intervensinya dalam sistem pendidikan – mulai TK sampai SMA, bahkan perguruan tinggi untuk mengajarkan Islam sebagai mana yang diajarkan Rasulullah sebagai agama yang ramah dan rahmah. Nabi Muhammad menyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya. Untuk mencapai Islam yang ramah dan rahmah dalam bingkai Indonesia yang bhinneka, tentunya membutuhkan upaya dan kerja keras yang serius. Di antaranya, umat Islam harus beroperan dalam pembangunan keadilan ekonomi, hukum, dan sosial. Untuk memberantas terorisme dan mewujudkan Islam yang ramah dan rahma, prasarat keadilan itu adalah mutlak diperlukan. Tanpa keadilan dan penegakan hukum, terorisme sulit dihapus. Keberadaan UU Terorisme dan UU Intelejen hanya bisa efektif jika prasarat keadilan tersebut di atas dapat terwujud. Semua ini merupakan tanggungjawab umat Islam yang para founding fathersnya telah sepakat untuk menegakkan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

10. Ulama sebagai pewaris para nabi (waratsat al-anbiya) merupakan tulang punggung kokohnya NKRI. Di tangan para ulama sebagian nasib bangsa ini di tentukan. Karena itu dibutuhkan kedewasaan dan kebijaksanaan para ulama untuk dengan kritis dan terbuka memberi masukan tentang masa depan demokrasi di Indonesia.

11. Demokrasi yang menghargai asas musyawarah dan mufakat tanpa menghilangkan asas kebebasan dalam mengekspresikan keterwakilan haruslah diangkat dari khazanah Islam yang egaliter. Upaya untuk menghidupkan kembali wisdom yang telah diwariskan para ulama terdahulu berupa tradisi yang baik (al-muhafazah ’ala al-qadim al-salih wal-akhdz bi al-jadid al-aslah), tentu saja memerlukan keberanian dan terobosan yang inovatif dari lingkungan pondok pesantren, terutama mengenai posisi pondok pesantren dalam mempertahankan dan menjaga keutuhan NKRI. Karena itu harus ada ijtihad baru tentang demokrasi agar penerapannya juga sejalan dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang nota bene sangat majemuk.

12. Di bawah ini, sekadar catatan tentang pertimbangan perlunya UU Terorisme dan Intelejen untuk menjaga ketahanan nasional dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

· Ancaman nasional adalah usaha yang dilakukan secara konsepsional melalui berbagai segi kehidupan dan atau kejahatan transnasional, yang diperkirakan dapat membahayakan tatanan serta kepentingan bangsa dan negara.

· Setiap orang adalah orang perorang, kelompok orang atau organisasi yang diduga kuat mengetahui atau terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ancaman nasional.

· Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang pelaku-pelakunya tidak terbatas didalam negeri, melainkan bekerjasama dalam bentuk jaringan transnasional dengan pelaku kejahatan yang sama di luar negeri.

· Pengamatan adalah pengawasan terhadap perbuatan, kegiatan, keadaan orang, rumah atau bangunan dengan seksama.

· Penyensoran adalah pekerjaan membuka, memeriksa, dan atau menyita surat lain yang dikirim melalui Kantor Pos dan Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau pengangkutan, jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan ancaman nasional.

· Penyadapan adalah proses, cara, perbuatan mendengarkan atau merekam informasi atau pembicaraan orang lain dengan sengaja , tanpa sepengetahuan orangnya, dengan atau tanpa mempergunakan alat; tapping dan bugging termasuk bagian tindakan penyadapan.

· Penjejakan adalah usaha, pekerjaan dan kegiatan pengamatan yang dilakukan secara tertutup terhadap orang atau benda secara fisik maupun menggunakan tehnik yang bertujuan untuk mengetahui aktifitas atau kegiatan orang yang diduga kuat melakukan ancaman nasional

· Penyelidikan adalah semua usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memperoleh keterangan yang berhubungan dengan ancaman nasional untuk dapat membuat perkiraan mengenai masalah yang dihadapi, guna memungkinkan penentuan kebijakan dengan mempertimbangkan resiko yang diperhitungkan.

· Pengamanan adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk melawan dan menggagalkan penyelenggaraan intelijen sendiri.

· Pengga1angan adalah semua usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang bertujuan untuk membuat, menciptakan dan atau merubah suatu kondisi, sehingga menguntungkan pihak sendiri.

· Penangkapan adalah suatu usaha, pekerjaan, kegiatan, berupa pengekangan sementara waktu, kebebasan tersangka apabila terdapat bukti-bukti guna kepentingan penyelidikan.

· Penahanan adalah penempatan tersangka ditempat tertentu oleh petugas intelijen dalam rangka pemeriksaan.

· Pemeriksaan adalah segala kegiatan untuk mendapatkan keterangan dari orang tentang hal-hal yang berkaitan dengan ancaman nasional yang sedang dalam pemeriksaan, untuk menemukan dan mendapatkan keterangan lain yang memperkuat barang bukti.

· Penggeledahan adalah suatu pekerjaan dan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang, barang, pakaian, rumah tinggal dan atau bangunan untuk menemukan barang bukti yang berkaitan dengan ancaman nasional.

· Penyitaan adalah serangkaian tindakan untuk mengambil alih dan atau penyimpanan barang bergerak maupun barang tetap dibawah penguasaan petugas intelijen negara.

· Operasi intelijen adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan suatu rencana untuk mencapai suatu tujuan yang khusus diluar tujuan rutin, ditetapkan dan dilaksanakan atas perintah Pimpinan yang berwenang.

· Kegiatan intelijen adalah usaha, pekerjaan dan tindakan penyelenggaraan intelijen secara rutin.


Tidak ada komentar: