Pahala yang dipetik dalam berhubungan suami isteri:
Wahai saudaraku seorang muslim! Ketika anda menyetubuhi
isteri anda untuk mendapatkan keturunan, atau untuk menghindarkan diri
dari kemaksiatan, atau untuk menghindarkan isteri anda dari perbuatan
dosa… di sana terdapat pahala yang sangat besar.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab sahihnya,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي،
وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ.
قَالَ: ((أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ، إِنَّ
بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ
تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ
أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ)). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا
شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ لَوْ
وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ، فَكَذَلِكَ إِذَا
وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا))
Dari Abu Dzarr RA bahwasanya beberapa orang sahabat nabi SAW
berkata kepada beliau, “Wahai rasulullah! Orang-orang kaya telah
membawa pergi semua pahala. Mereka mengerjakan shalat seperti kita
shalat. Berpuasa seperti kita berpuasa. Tetapi mereka juga bersadaqah
dengan kelebihan harta mereka.” Maka rasulullah bersabda, “Bukankah
Allah SWT telah menjadikan bagi kalian hal-hal bisa
kalian gunakan untuk sadaqah? Sesungguhnya pada satu kali tasbih (ucapan
subhanallah) adalah sadaqah. Satu kali takbir (ucapan Allahu akbar)
adalah sadaqah. Satu kali tahmid (ucapan al-hamdulillah) adalah sadaqah.
Satu kali tahlil (ucapan laa ilaaha illallaah) adalah sadaqah. Amar
makruf (mengajak kepada kebaikan) adalah sadaqah. Nahi munkar (mencegah
perbuatan munkar) adalah sadaqah. Dan pada satu anggota kalian
(kemaluan) ada sadaqahnya pula.” Para sahabat bertanya, “Wahai
rasulullah! Bagaimana seseorang dari kami melampiaskan syahwat kemudian
dia diberi pahala atasnya?” rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah kalian tahu, jika ia meletakkannya pada sesuatu yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikianlah jika ia meletakkannya pada sesuatu yang halal, maka baginya ada pahala.”[1]
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam syarah Muslim,
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَفِي بُضْع
أَحَدكُمْ صَدَقَة))، يُطْلَق عَلَى الْجِمَاع، وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى
أَنَّ الْمُبَاحَات تَصِير طَاعَات بِالنِّيَّاتِ الصَّادِقَات،
فَالْجِمَاع يَكُون عِبَادَةً إِذَا نَوَى بِهِ قَضَاء حَقّ الزَّوْجَة،
وَمُعَاشَرَتَهَا بِالْمَعْرُوفِ الَّذِي أَمَرَ اللَّه تَعَالَى بِهِ،
أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ صَالِحٍ، أَوْ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ إِعْفَاف
الزَّوْجَة.
“Sabda nabi, ‘Dan pada kemaluan kalian ada sadaqah.’ Maksudnya adalah berhubungan suami isteri.
Dan pada hadits ini ada dalil bahwa perbuatan-perbuatan mubah bisa
menjadi ketaatan jika dikerjakan dengan niat yang tulus. Karena jima`
bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk memenuhi hak isteri, menggaulinya dengan baik seperti diperintahkan Allah SWT, atau mencari anak shalih, atau menghindarkan kemaksiatan dari dirinya atau dari diri sang isteri.[2]
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah rasulullah SAW bersabda,
((إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا
مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ
بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ))
“Jika seorang manusia meninggal, maka terputuslah
seluruh amalannya kecuali tiga perkara: sadaqah jariyah (yang pahalanya
terus mengalir). Ilmu yang dimanfaatkan. Atau anak shalih yang
mendoakannya.”[3]
Ketika Melakukan Jima` (Hubungan Suami Isteri) Kita Harus Memperhatikan Adab-Adab Berikut Ini:
1-Tidak ada bilangan yang jelas tentang berapa kali seorang
lelaki dan wanita mampu mengerjakan jima`. Tetapi banyak tidaknya jima`
itu dilakukan, tergantung kepada suasana hati, kemampuan, kebutuhan,
kondisi kesehatan, dan kondisi sosial.
2-Diharamkan bagi suami untuk menyetubuhi isterinya dengan
mengkhayal bahwa ia sedang menyetubuhi wanita lain. Karena hal itu
termasuk perbuatan zina. Dan sang isteri juga diharamkan dari hal itu.
3-Jima` boleh dilakukan pada bulan apa saja, waktu kapan
saja, hari apa saja, dan pada setiap jam di waktu malam atau siang.
Kecuali pada masa-masa haid, nifas, ihram, dan berpuasa.
4-Sepasang suami isteri yang hendak bersetubuh dianjurkan
untuk membersihkan gigi mereka. Kemudian mengharumkan mulutnya dengan
parfum yang segar. Karena hal itu lebih mendorong keakraban, dekapan,
dan mendatangkan kecintaan.
5-Jika seorang suami sudah menyetubuhi isterinya, kemudian
ia hendak mengulangi jima` lagi, ia harus berwudhu. Sesuai sabda nabi
SAW,
((إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ))
“Jika salah seorang kalian telah mendatangi isterinya, kemudian ia hendak mengulang lagi, maka hendaknya ia berwudhu.”[4]
6-Jika keduanya hendak tidur, sementara mereka dalam
keadaan junub, maka mereka harus berwudhu terlebih dulu. Dari Aisyah
radhiyallahu anha ia berkata,
((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ
لِلصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ))
“Sesungguhnya rasulullah SAW, ketika beliau hendak tidur dalam keadaan junub, beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat sebelum berangkat tidur.”[5]
7-Suami isteri wajib mandi besar karena jima` sebelum
mengerjakan shalat. Tetapi jika mandi besarnya dilakukan sebelum tidur,
maka itu lebih afdhal. Sesuai hadits Abdullah bin Qais dia berkata, saya
bertanya Aisyah radhiyallahu anha,
((كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْجَنَابَةِ؟ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ، أَمْ يَنَامُ
قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ؟ قَالَتْ: كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ،
رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ، وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي الْأَمْرِ سَعَةً))
“Bagaimana rasulullah SAW melakukan saat kondisi junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur, ataukah tidur sebelum mandi?” Aisyah radhiyallahu anha
menjawab, “Keduanya pernah dilakukan beliau. Terkadang beliau mandi
dulu kemudian tidur. Dan terkadang wudhu dulu kemudian tidur.” Maka saya
berkata, “Segala puji bagi Allah, yang memberikan banyak kelonggaran
dalam perkara ini.”[6]
8-Dibolehkan bagi sepasang suami isteri untuk mandi bersama
dalam satu tempat. Meski sang suami melihat tubuh isterinya dan sang
isteri melihat tubuh suaminya. Aisyah radhiyallahu anha berkata,
((كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ،
فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ: دَعْ لِي دَعْ لِي، قَالَتْ: وَهُمَا
جُنُبَانِ))
“Saya dulu mandi bersama rasulullah SAW
dari satu bejana antara saya dengan beliau. Beliau mendahului saya
(dalam mengambil air), sampai saya berkata: Sisakan untuk saya, sisakan
untu saya. Aisyah berkata: Dan keduanya dalam keadaan junub.”[7],[8]
Pembaca yang mulia…
Di bawah ini kumpulan beberapa adab yang mesti dilakukan sebelum melakukan hubungan suami isteri:[9]
1-Merayu sang isteri dengan ucapan-ucapan yang indah
sebelum melakukan hubungan bersamanya. Juga bertindak lemah lembut dan
halus.
2-Meletakkan tangan pada bagian depan (ubun-ubun) kepala
sang isteri. Kemudian mengucapkan doa di bawah ini seperti dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari,
((بِسْمِ اللهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا
وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ
شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ))
“Dengan menyebut nama Allah! Ya Allah, saya memohon
kepada Engkau akan kebaikannya dan kebaikan akhlaq yang Engkau cetak
padanya. Dan saya berlindung kepada Engkau dari keburukannya, serta
keburukan akhlaq yang Engkau cetak padanya.”[10]
3-Ketika hendak melakukan Jima`, hendaknya mengucapkan doa di bawah ini,
((بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا))
“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami
dari syetan, dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau karuniakan pada
kami.”
Sesuai hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam
sahihnya dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma. Kemudian dalam
hadits itu disebutkan,
((فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا))
“Maka jika ditakdirkan dari hubungan mereka ini seorang anak, niscaya syetan tidak akan mengganggunya selamanya.”[11]
Doa ini merupakan sesuatu sangat penting yang agung. Jangan
sampai ia dilalaikan. Karena doa ini merupakan penyebab keshalihan
seorang anak, dan menjadikannya terlindung dari gangguan syetan.
4-Hendaknya seorang suami menyetubuhi isteri pada kemaluan,
dan menghindari dubur (anus). Karena menyetubuhi pada anus adalah
perbuatan haram yang diancam dengan siksaan sangat keras.
5-Melakukan wudhu di antara dua jima`. Karena wudhu membuat jima` menjadi lebih giat. Tetapi mandi masih lebih afdhal.
6-Hendaknya pasangan suami isteri meniatkan persetubuhan
mereka ini, untuk menghindarkan diri dari maksiat dan menjauhkannya dari
terjerumus pada hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Dengan demikian maka
persetubuhan itu dicatat sebagai sadaqah bagi mereka. Sebagaimana
disabdakan oleh nabi SAW,
((وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ))
“Dan pada satu anggota kalian (kemaluan) ada sadaqahnya pula.”[12]
7-Seseorang yang junub, hendaknya berwudhu sebelum tidur. Tetapi mandi tetap lebih utama, agar ia tidur dalam keadaan suci.
8-Diharamkan bagi pasangan suami isteri untuk menyebarkan rahasianya kepada orang lain saat melakukan persetubuhan.
9-Sebagaimana seorang suami juga diwajibkan menjauhi isteri
dan tidak menyetubuhinya pada saat isteri sedang haid atau nifas.
Karena pelakunya sangat dilaknat. Jika tetap melakukannya, ia harus
beristighfar kepada Allah SWT dan bertaubat dari perbuatan yang telah
dikerjakannya.
10-Seorang suami diwajibkan menggauli isteri secara makruf. Sebagaimana difirmankan Allah SWT,
{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [النساء : 19]
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisa`: 19)
11-Pasangan suami isteri harus saling mentaati, dan saling
menasehati untuk berbuat taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Dan
hendaknya masing-masing mereka selalu menetapi apa yang diperintahkan
Allah SWT kepada mereka seperti kewajiban-kewajiban dan hak-hak kepada
orang lain. Dan untuk wanita dalam sikup yang lebih khusus, dia harus
mentaati suaminya sebatas kemampuan dan kebisaannya, jika ia diperintah
untuk berbuat kebaikan.
Masing-masing suami dan isteri hendaknya memohon kepada Allah SWT agar mereka dikaruniai anak-anak yang shalih.
{هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي
مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ} [آل عمران
: 38]
“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya
berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang
baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)
{رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ} [الصافات : 100]
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaaffaat: 100)
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا} [الفرقان : 74]
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami,
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74)
{رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ} [الأنبياء : 89]
“Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri[13] dan Engkaulah waris yang paling Baik[14].” (QS. Al-Anbiya`: 89)
SEBUAH PELITA:
Saudaraku…
Ini adalah kumpulan beberapa adab dan sopan santun. Sangat wajib bagi suami isteri untuk memperindah diri dengannya.
Sumber: “Jadilah suami isteri romantis”, pustaka eLBA, Surabaya, terjemahan: Wafi Marzuqi Ammar
[1] HR. Muslim, no. 1006
[2] Syarah sahih Muslim, hadits no. 1674
[3] HR. Muslim, no. 1631
[4] HR. Muslim, no. 308
[5] HR. Muslim, no. 305
[6] HR. Muslim, no. 307
[7] HR. Muslim, no. 321
[8] Kasyfu as-sitaar `amma fi al-hayaah az-zaujiyyah min asraar, karya Muhammad Umar, hlm. 222-225
[9] Adaab az-zafaaf, karya Al-Albani, secara ringkas.
[10] HR. Abu Dawud, no. 1845
[11] HR. Al-Bukhari, no. 6847 dan Muslim, no. 2591
[12] HR. Muslim, no. 1006
[13] Maksudnya: tidak mempunyai keturunan yang mewarisi.
[14]
Maksudnya: Andaikata Tuhan tidak mengabulkan doanya, yakni memberi
keturunan, Zakaria menyerahkan dirinya kepada Tuhan, sebab Tuhan adalah
waris yang paling baik.
http://wafimarzuqi.wordpress.com/2011/11/09/adab-adab-dalam-berjima-berhubungan-suami-isteri/