Minggu, 14 Maret 2021

Kaidah ‎Fiqih



PEMBAHASAN
الضرر يزال
KEMUDARATAN HARUS DIHILANGKAN

Konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain, dan tidak semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain.
            Kaidah ini dipergunakan para ahli hukum islam dengan dasar argumentatif hadis Nabi yang diriwayatkan dari berbagai jalur transmisi (sanad) :
لا ضرر ولاضرا ر
Tidak boleh memberi mudarat dan membalas kemudaratan.
            Kaidah ini terkonkretisasi menjadi sejumlah hukum fiqh yang bersifat partikular (furu), diantaranya bentuk-bentuk khiyar dalam transaksi jual beli, pembatasan wewenang (al-hijr), hak syuf’ah (membeli pertama) oleh partner bisnis dan tetangga, hudud, ta’zir, dan pembatasan kebebasan manusia dalam masalah kepemilikan atau pemanfaatannya agar tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain.
1.        Khiyar dengan segala jenis dan bentuknya ditetapkan oleh syara’ untuk menghilangkan bahaya/mudarat. Khiyar syarth dalam transaksi jual beli misalnya diberlakukan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya bahaya (kerugian) pada orang yang belum berpengalaman dalam transaksi jual beli, sehingga ia rentan menjadi korban penipuan . sementara khiyar ru’yah mengandung unsur menghilangkan bahaya (kerugian) yang muncul dari kondisi barang yang tidak sesuai dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan pada saat transaksi dan tidak akan diterima oleh pembeli seandainya ia melihat barang yang dijual tersebut pada saat transaksi. Sedangkan dalam khiyar ‘aib, unsur menghilangkan bahaya (kerugian) di dalamnya sudah sangat jelas dan tidak perlu penjelasan lebih lanjut.
2.        Al-hijr (pembatasan wewenang dalam men-tasharruf-kan hak milik) mempunyai banyak faktor yang melatarbelakanginya, diantaranya si pemilik masih kanak-kanak, gila, sembrono (al-ghaflah), dan idiot (as-safah). Mekanisme al-hijr yang diterapkan pada mereka sesungguhnya diberlakukan untuk memelihara kemaslahatan mereka sendiri dan menghindari bahaya pengeksploitasian mereka.
Mekanisme al-hijr juga diberlakukan bagi orang yang terlilit banyak utang, sebab hal itu melindungi hak orang-orang yang berpiutang (kreditor). Disini orang yang berutang (debitur) dilarang membelanjakan atau mempergunakan hartanya agar orang lain tidak hilang.
3.        Syuf’ah (hak membeli pertama), ditetapkan sebagai milik partner kongsian (asy-syarik) untuk menepis bahaya pembagian barang kongsian, sedangkan hak syuf’ah bagi seorang tetangga dimaksudkan untuk menepis bahaya perlakuan buruk bertetangga (su’ al-jiwar) yang mungkin ia terima dari tetangga baru yang dapat jadi berkelakuan buruk.
4.        Qishash dalam konteks jiwa dan hudud disyariatkan untuk menepis bahaya yang menyeluruh dari masyarakat dan memelihara kelima prinsip umum atau dharuriyyat, yaitu jiwa, agama, akal, keturunan (nasab), dan harta.
Sedangkan qishash dalam konteks selain jiwa ditetapkan untuk menyingkirkan unsur bahaya dari pihak korban tindak kejahatan dengan mengobati rasa dendamnya terhadap orang yang melanggar haknya sesuai dengan watak alamiah manusia. Dari sisi lain, pelaku kejahatan pun terlindungi dengan mekanisme qishash ini dari tindak balas dendam yang lebih hebat dari pihak korban. Pensyariatan qishash juga menjaga keamanan dan stabilitas masyarakat.
5.        Demi menjaga kemaslahatan umum, maka disyariatkanlah berbagai bentuk hukuman ta’zir guna mencegah bahaya sosial maupun bahaya individual baik sebagai tindakan preventif ataupun represif dengan cara yang mungkin dapat menghilangkan bahaya bagi pihak korban ataupun menghapus pengaruh yang ditimbulkan dalam bentuk hukuman yang setimpal.
6.        Pembatasan (limitasi) kebebasan manusia dalam mempergunakan hak utilitasnya, kepemilikannya, ataupun tasharrufnya pada hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya bagi orang lain juga termasuk kategori upaya pencegahan bahaya yang mengerikan dengan segala cara jika memang ia benar-benar terjadi. Misalnya, jika seseorang menyewa sebuah kios untuk dipergunakan sebagai tempat pandai besi, tempat pemanggangan roti, atau alat distiller minyak, maupun dapur, sementara kios tersebut terletak di blok pedagang kain sutera, maka hal tersebut dilarang, sebab bahaya (kerugian) yang dapat ditimbulkan jelas lebih besar daripada bahaya (kerugian) yang mungkin ditanggung oleh orang tersebut seorang diri, karena kemaslahatan sosial didahulukan daripada kemaslahatan individual.
Contoh lain, jika seorang tetangga membuat saluran air untuk rumahnya yang menyebabkan kerapuhan tembok (dinding) rumah tetangganya sehingga dapat membuatnya roboh, maka pembuatan saluran air ini tidak diperbolehkan karena alasan ini dan mengingat bahaya yang begitu jelas di dalamnya.
Dari sini para ahli hukum islam menetapkan asas hukum umum dalam perihubungan bertetangga rumah, bahwa kebebasan tetangga dalam menjalankan hak kepemilikannya dibatasi dengan keharusan tidak mendatangkan bahaya dan kerusakan yang nyata pada hak tetangganya.
Berdasarkan ketetapan para ahli hukum islam tersebut, apabila seseorang menimbulkan bahaya yang nyata pada hak orang lain dan memungkinkan ditempuh langkah-langkah pencegahan untuk menepis bahaya tersebut maka orang tersebut dapat dipaksa untuk mengambil langkah-langkah pencegahan untuk mencegah tersebut, namun ia tidak dapat dipaksa untuk melenyapkannya. Akan tetapi, jika langkah penepisan bahaya tersebut sudah tidak memungkinkan lagi, sementara hal itu menyangkut manfaat-manfaat yang pada dasarnya merupakan keniscayaan, misalnya penutupan akses matahari dan udara secara total bagi pihak tetangga, maka ia dapat dipaksa untuk melenyapkan hal yang menyebabkan bahaya tersebut.
Dalam segala kondisi, seseorang tidak dapat dipaksa untuk menghilangkan hak miliknya yang berpotensi menyebabkan kemudaratan bagi orang lain (tetangganya) jika memang ia lebih dahulu ada sebelum si tetangga. Misalnya, jika seseorang menempati atau membangun rumah disamping pabrik roti yang telah berdiri sebelum ia menempati atau membangun rumah tersebut, maka ia tidak berhak menuntut penutupan pabrik tersebut dengan alasan efek negatif yang diterima dirinya. Hal itu dikarenakan ia sendiri yang memasuki wilayah bahaya dengan keinginan dan pilihannya sendiri.
Namun, jika terkait dengan kemudaratan umum (bahaya sosial), maka di sini tidak lagi dilihat apakah penyebab bahaya tersebut terlebih dahulu ada atau baru, tetapi dalam keadaan apa pun bahaya ini harus dihilangkan. Contoh,barang siapa membangun tenda besar ditengah jalan umum atau membangun jembatan yang mempersulit arus lalu lintas, maka ia dapat diperintahkan untuk menghancurkannya, meskipun memakan waktu yang lama.
Dapat diperhatikan dalam segala kondisi, bahwa penerapan kaidah ini pada sejumlah kasus yang telah tersebut di atas maupun kasus-kasus lain yang termasuk dalam kategorinya selalu memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a.                  الضررلا يزال باالضررسواء كان عامااوخاصا(Mudarat tidak dapat dihilangkan oleh  mudarat lainnya baik yang bersifat umum maupun terbatas).

b.                  يتحمل الضرر الخاص لاجل دفع الضرر العام (Mudarat yang bersifat terbatas harus ditanggung demi mencegah mudarat yang bersifat umum). Misalnya, pembunuhan perempuan dan anak-anak muslim di dalam kondisi perang apabila mereka dijadikan tameng oleh pihak musuh, pembatasan bahkan pencabutan wewenang seorang dokter yang tidak cakap yang dapat mengakibatkan malpraktik dan membahayakan orang banyak, serta penghancuran dinding yang menjorok kedalam umum yang membahayakan lalu lintas jika tidak segera direnovasi, sebab setiap factor banyak harus dihilangkan atau dihapuskan. Begitu pula penjualan paksa barang milik monopoli yang menolak menjualnya sementara orang-orsng sangat membutuhkannya, dan masih banyak lagi contoh yang lain.

c.                  يرتكب اخف الضررين  (Diambil mudarat yang lebih ringan di antara dua mudarat). Artinya, apabila suatu perkara atau tindakan menyebabkan suatu bahaya yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan satu tindakan bahaya lainnya dan salah satu dari kedua bahaya tersebutlebih besar daripada yang lainnya, maka bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan yang lebih kecil. Namun, apabila tindakan tersebut mendatangkan akibat yang lebih besar, maka tidak boleh dilakukan.
Dari kaidah ini lebih lanjut lahir sejumlah kaidah turunan dalam persoalan-persoalan mikro, antara lain: diperbolehkan memenjarakan seorang ayah jika ia menolak memberikan nafkah kepada anaknya, namun si ayah tidak dapat dipenjara jika ia terlilit utang pada anaknya dalam hal selain nafkah.hal itu dikarenakan penolakannya untuk memberi nafkah kepada anaknya akan mengakibatkan kematian si anak, dan ini jelas merupakan bahaya yang lebih besar daripada kerugian memenjarakannya, sehingga bahaya tersebut dapat dihilangkan dengannya.
Contoh lainnya,apabila seseorang mengambil kayu atau besi milik orang lain, kemudian menggunakannya untuk embangun rumahnya, sehingga tidak mungkin mengambilnya kecuali dengan menghancurkan bangunan. Jika nilai bangunan lebih besar dari nilai barang hasil ghashab (merampas) maka ia harus dengan yang senilai. Namun, jika lebih rendah maka pemilik barang yang diambil berhak menuntut pencabutannya kembali barangnya dari bangunan tersebut atau menuntut ganti rugi pada peng-ghashab (perampas).
Contoh berikutnya dari kaidah ini adalah kebolehan membedah perut mayat seorang perempuan untuk mengeluarkan bayi yang dikandungnya apabila ada kemungkinan bayi tersebut masih hidup.
d.                   درءالمفاسد مقد م علي جلب المصالح(Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan).
e.                    الحاجة تنزل منزلة الضرورةعامة كانت او خاصة  (kebutuhan dapat menempati posisi darurat, baik yang bersifat umum maupun khusus). Dalilnya adalah kebolehan transaksi salmMengingat praktik salm dibutuhkan dalam masyarakat, maka ia pun ditempatkan pada posisi darurat, meskipun bertentangan dengan qiyâs lantaran termasuk kategori jual beli barang yang tidak ada saat transaksi (bai’ ma’ dûm). Asy-Syari’ telah member rukhshah (kekeringan) di dalamnya, meski pada dasarnya jual beli seperti ini tidak sah. Nabi Muhammad SAW membolehkannya dengan mempertimbangkan kebutuhan manusia terhadapnya guna menepis rasa berdosa (harj) yang mungkin dating jika ia tidak disyariatkan atas orang yang tidak mempunyai barang di tangannya, sementara ia sangat membutuhkan uang. Inilah dasar kebolehan transaksi pemesanan pembuatanbarang (al-istishna’), meskipun ia termasuk jual beli barang yang tidak ada saat transaksi, melainkan baru diberi dana untuk proses pembuatannya.
Termasuk dalam kategori ini juga adalah transaksi jual beli dengan system bai’ al-wafâ’ (jual beli dengan perjanjian bahwa si penjual kelak dapat menebus kembali barang yang dijualnya). Para ulama mahzab Hanafi telah menetapkan kebolehan jenis transaksi ini Karena kebutuhan manusia terhadap praktik ini dalam melunasi utang-utang mereka jika mengalami kesulitan pelunasan tanpa melalui cara ini.


KESIMPULAN
1.      Konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain, dan tidak semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain.
2.      Dasar Hukum dari kaidah ini adalah” لا ضرر ولاضرا ر
3.      Kaidah ini terkonkretisasi menjadi sejumlah hukum fiqh yang bersifat partikular (furu)
penerapan kaidah ini pada sejumlah kasus yang telah tersebut di atas maupun kasus-kasus lain yang termasuk dalam kategorinya selalu memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a.                  الضررلا يزال باالضررسواء كان عامااوخاصا
b.                 يتحمل الضرر الخاص لاجل دفع الضرر العام
c.                  يرتكب اخف الضررين  
d.                 درءالمفاسد مقد م علي جلب المصالح
e.                  الحاجة تنزل منزلة الضرورةعامة كانت او خاصة

Jumat, 05 Februari 2021

Beda Mani, Wadi dan Madzi

Bagaimana mengetahui perbedaan mani, wadi dan Madzi

Mani atau sperma itu tidak najis, tetapi seseorang yang mengeluarkannya wajib mandi besar. Menurut para ulama, setidaknya ada tiga hal yang membedakan antara mani dengan madzi dan wadi. 

Pertama, baunya ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung, sedang ketika sudah mengering seperti bau telor. 

Kedua, keluarnya memuncrat. 

Ketiga, berasa nikmat ketika keluar dan setelah itu melemahlah dzakar dan syahwat.  

Menurut para ulama jika salah satu dari ketiga hal tersebut terpenuhi maka sudah bisa dihukumi mani. 
Sedangkan menurut pendapat yang kuat (rajih) mani perempuan sama dengan mani laki-laki, tetapi menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim-nya mengatakan bahwa untuk mani perempuan tidak disyaratkan muncrat. 
Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah.  Hal ini sebagaiman dikemukakan dalam kitab Kifayatul Akhyar.
       وَلَا يُشْتَرَطُ اجْتِمَاعِ الْخَوَّاصِ بَلْ تَكْفِي وَاحِدُهُ فيِ كَوْنِهِ مَنِياً بِلَا خِلَافٍ وَالْمَرْأَةُ
كَالرَّجُلِ فِي ذَلِكَ عَلَى الرَّاجِحِ وَالرَّوْضَةِ 
وَقَالَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ لَا يُشْتَرَطُ التَّدَفُّقُ فِي 
حَقِّهَا وَتَبِعَ فِيهِ ابْنُ الصَّلَاحِ   
“Tidak disyaratkan berkumpulnya (ketiga hal) yang menjadi ciri-ciri khusus mani, tetapi cukup satu saja untuk bisa ditetapkan sebagai mani, hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama. Sedang mani perempuan itu seperti mani laki-laki menurut pendapat yang rajih dan pendapat Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab ar-Raudlah. 
Sedangkan beliau (Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi) berpendapat dalam kitab Syarh Shahih Muslim-nya: ‘Bahwa mani perempuan tidak disyaratkan muncrat’. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah” (Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hushni asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Damaskus-Dar al-Khair, cet ke-1, 1994 H, h. 41)    
Sedangkan madzi adalah cairan putih-bening-lengket yang keluar ketika dalam kondisi syahwat, tidak muncrat, dan setelah keluar tidak menyebabkan lemas. Keluarnya madzi tidak hanya dialami oleh kaum laki-laki saja, tetapi perempuan juga mengalaminya. Kadang-kadang keluarnya madzi tidak terasa. 
Menururut Imam al-Haraiman—sebagaimana dikemukakan oleh imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi—umumnya perempuan yang terangsang akan mengeluarkan madzi, jika dibandingkan dengan laki-laki.
   قَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَإِذَا هَاجَتِ الْمَرْأَةُ خَرَجَ مِنْهَا الْمَذْيُ قَالَ وَهُوَ أُغْلَبُ فِيهِنَّ مِنْهُ فِي الرِّجَالِ   
“Imamul Haraiman berpendapat: ketika seorang perempuan terangsang maka ia akan mengeluarkan madzi. Beliau (juga) berkata: perempuan lebih umum mengeluarkan madzi dibanding dengan laki-laki”. (Lihat dalam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu` Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, II, h. 141 H)    
Selanjutnya adalah wadi. Wadi adalah cairan putih-kental-keruh yang tidak berbau. Wadi dari sisi kekentalannya mirip mani, tapi dari sisi kekeruhannya berbeda dengan mani. Biasanya wadi keluar setelah kencing atau setelah mengangkat beban yang berat. Dan keluarnya bisa setetes atau dua tetes, bahkan bisa saja lebih.     
 Berangkat dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan jika yang keluar dari kemaluannya adalah mani maka hukumnya adalah wajib mandi. Sedangkan jika yang keluar adalah madzi atau wadi maka menurut ijma` para ulama tidak mengharuskan mandi, tetapi harus dibersihkan karena keduanya adalah najis, baru kemudian melakukan wudhu jika ingin mengerjakan shalat.  
Wallahu a'lam. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)  

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/51540/perbedaan-mani-madzi-dan-wadi

Senin, 06 Mei 2019

Aswaja


Faham Ahlussunnah Wal Jama’ah yang Dianut NU


Disajikan oleh MP2 GR (Majlis Persiapan Pembentukan Gendu Roso)




KH. M. Hasyim Asy'ari (wafat 7 Ramadhan 1366 H / 25 Juli 1947 M) sebagai salah seorang pendiri NU, telah merumuskan konsep Ahlussunnah wal Jama'ah dalam kitab al-Qânûn al-Asâsiy li Jami'yyah Nahdlah al-'Ulamâ'. Al-Qânûn al-Asâsiy berisi dua bagian pokok, yaitu :

(1) Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah, yang memuat tentang kategorisasi sunnah dan bid'ah dan penyebarannya di pulau Jawa, dan

(2) Keharusan mengikuti mazhab empat, karena hidup bermazhab itu lebih dapat menyatukan kebenaran, lebih dekat untuk merenungkan, lebih mengarah pada ketelitian, dan lebih mudah dijangkau. Inilah yang dilakukan oleh salafunâ al-shâlih (generasi terdahulu yang salih).




رِسَالَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ 
تَأْلِيْفُ الشَّيْخِ مُحَمَّدْ هَاشِمْ أَشْعَرِي (1287-1366هـ)

RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH


Karya Hadlratusysyaikh KH.Hasyim Asy’ari (1287H-1366H)



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ للهِ شُكْرًا عَلَى نَوَالِهِ, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَﺁلِهِ, وَبَعْدُ, فَهَذَا كِتَابٌ أَوْدَعْتُ فِيْهِ شَيْئًا مِنْ حَدِيْثِ الْمَوْتَى وَأَشْرَاطِ السَّاعَةِ, وَشَيْئًا مِنَ الْكَلَامِ عَلَى بَيَانِ السُّنَّةِ وَالْبِدْعَةِ, وَشَيْئًا مِنَ الْأَحَادِيْثِ بِقَصْدِ النَّصِيْحَةِ, وَالَى اللهِ الْكَرِيْمِ أَمُدُّ اَكُفَّ الْاِبْتِهَالِ, أَنْ يَنْفَعَ بِهِ نَفْسِيْ وَأَمْثَالِيْ مِنَ الْجُهَّالِ, وَأَنْ يَجْعَلَ عَمَلِيْ خَالِصًا لِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ, إِنَّهُ جَوَادٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ, وَهَذَا أَوَانُ الشُّرُوْعِ فِي الْمَقْصُوْدِ, بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْمَعْبُوْدِ .

فَصْلٌ فِيْ بَيَانِ السُّنَّةِ وَالْبِدْعَةِ


Pasal
Untuk menjelaskan Tentang Sunnah dan Bid’ah

اَلسُّنَّةُ بِالضَّمِّ وَالتَّشْدِيْدِ كَمَا قَالَ أَبُو الْبَقَاءِ فِيْ كُلِّيَّتِهِ : لُغَةً اَلطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ. وَشَرْعًا اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ  فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ عُلِمَ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ  مِنْ بَعْدِيْ

Lafazh Assunnah dengan dibaca dlammah sinnya dan diiringi dengan tasydid, sebagaimana dituturkan oleh Imam Al-Baqa` dalam kitab ‘Kulliyat’-nya secara etimologi adalahThariqah  / jalan, sekalipun yang tidak diridloi.

Menurut terminologi syara’Assunnah  merupakan Thariqah/  jalan yang diridloi dalam menempuh agama sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rasulullah  shallallaahu ‘alaihi wasallam atau selain beliau, yakni mereka yang memiliki otoritas sebagai panutan di dalam masalah agama seperti pada para sahabat radhiyallaahu ‘anhum.

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:

“Tetaplah kalian untuk berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnahnya Al – Khulafaur Rasyidin, setelahku”.


وَالْبِدْعَةُ كَمَا قَالَ الشَّيْخُ زَرُوْقٌ فِيْ عُدَّةِ الْمُرِيْدِ : شَرْعًا إِحْدَاثُ اَمْرٍ فِي الدِّيْنِ يُشْبِهُ اَنْ يَكُوْنَ مِنْهُ وَلَيْسَ مِنْهُ سَوَاءٌ كَانَ بِالصُّوْرَةِ اَوْ بِالْحَقِيْقَةِ. لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ اَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. وَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ :" وَكُلُّ مُحْدَثٍ بِدْعَةٌ "

Bid’ah  sebagaimana dikatakan oleh Syekh Zaruuq didalam kitab “Iddatul Murid” menurut terminologi syara’ adalah : “Menciptakan hal perkara baru dalam agama seolah-olah ia merupakan bagian dari urusan agama, padahal sebenarnya bukan, baik dalam tataran wacana, penggambaran maupun dalam hakikatnya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:

“Barang siapa menciptakan perkara baru didalam urusanku , padahal bukan merupakan bagian daripadanya, maka hal itu ditolak”

Dan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:

“Dan segala bentuk perkara yang baru adalah bid’ah”

وَقَدْ بَيَّنَ الْعُلَمَاءُ رَحِمَهُمُ اللهُ أَنَّ الْمَعْنَى فِي الْحَدِيْثَيْنِ الْمَذْكُوْرَيْنِ رَاجِعٌ لِتَغْيِيْرِ الْحُكْمِ بِاعْتِقَادِ مَا لَيْسَ بِقُرْبَةٍ قُرْبَةً لَا مُطْلَقِ الْإِحْدَاثِ, اِذْ قَدْ تَنَاوَلَتْهُ الشَّرِيْعَةُ بِأُصُوْلِهَا فَيَكُوْنُ رَاجِعًا اِلَيْهَا اَوْ بِفُرُوْعِهَا فَيَكُوْنُ مَقِيْسًا عَلَيْهَا.

Para ulama  rahimahullaahmenjelaskan tentang esensi dari makna dua hadits tersebut di atas dikembalikan kepada perubahan suatu hukum dengan mengukuhkan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan ibadah tetapi diyakini sebagai konsepsi ibadah. Jadi bukanlah segala bentuk pembaharuan yang bersifat umum karena kadang-kadang bisa jadi perkara baru itu berlandaskan dasar-dasar syari’ah secara asal sehingga ia menjadi bagian dari syari’at itu sendiri, atau berlandaskan Furuu’usysyyarii’ah sehingga ia dapat dianalogikan kepada syari’at.

وَلِذَا قَسَّمَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ اَلْحَوَادِثَ اِلَى الْأَحْكَامِ الْخَمْسَةِ  فَقَالَ : اَلْبِدْعَةُ فِعْلُ مَالَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاجِبَةً كَتَعَلُّمِ النَّحْوِ وَغَرِيْبِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِمَّا يُتَوَقَّفُ فَهْمُ الشَّرِيْعَةِ عَلَيْهِ, وَمُحَرَّمَةً كَمَذْهَبِ الْقَدَرِيَّةِ وَالْجَبَرِيَّةِ وَالْمُجَسِّمَةِ, وَمَنْدُوْبَةً كَإِحْدَاثِ الرُّبُطِ وَالْمَدَارِسِ وَكُلِّ إِحْسَانٍ لَمْ يُعْهَدْ فِي الْعَصْرِ الْأَوَّلِ, وَمَكْرُوْهَةً كَزُخْرُفَةِ الْمَسَاجِدِ وَتَزْوِيْقِ الْمَصَاحِفِ, وَمُبَاحَةً كَالْمُصَافَحَةِ عَقِبَ صَلَاةِ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ وَالتَّوَسُّعِ فِي الْمَأْكَلِ وَالْمَشْرَبِ وَالْمَلْبَسِ وَغَيْرِ ذَلِكَ .

Karena itulah Imam Ibnu Abdis Salam membagi perkara-perkara yang baru itu ke dalam hukum-hukum yang lima. Beliau berkata:  Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam,

(Bid’ah  tersebut adakalanya):

 Bid’ah Wajibah seperti  mempelajari ilmu Nahwu, dan mempelajari lafadz-lafadz yanggharib baik yang terdapat didalam Al-Qur’an ataupun Assunnah dimana pemahaman terhadap syari’ah menjadi tertangguhkan pada sejauhmana seseorang dapat memahami maknanya.

Dan Bid’ah Muharramahseperti : aliran  Qadariyah, Jabariyah, dan Mujassimah.

Bid’ah Mandubah seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak dikenal pada zaman generasi pertama Islam.

Bid’ah Makruhah seperti : berlebih-lebihan menghiasai masjid, menghiasi mushhaf dan lain sebagainya.

Bid’ah Mubahah seperti : bersalaman selesai shalat Subuh dan Asar, membuat lebih dalam makanan dan minuman, pakaian dan lain sebagainya.

فَإِذَا عَرَفْتَ مَا ذُكِرَ تَعْلَمُ اَنَّ مَا قِيْلَ : إِنَّهُ بِدْعَةٌ, كَاتِّخَاذِ السُّبْحَةِ, وَالتَّلَفُّظِ بِالنِّيَّةِ, وَالتَّهْلِيْلِ عِنْدَ التَّصَدُّقِ عَنِ الْمَيِّتِ مَعَ عَدَمِ الْمَانِعِ عَنْهُ, وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَيْسَ بِبِدْعَةٍ

Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka maka diketahui bahwa adanya klaim bahwa berikut ini adalah bid’ah, seperti memakai tasbih, melafazhkan niat, membaca tahlil ketika kirim bersedeqah setelah kematian  dengan catatan tidak adanya  perkara yang mencegah untuk bersedeqah tersebut, menziarahi makam dan lain-lain, maka kesemuanya bukanlah merupakan bid’ah

وَإِنَّ مَا أُحْدِثَ مِنْ أَخْذِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأَسْوَاقِ اللَّيْلِيَّةِ, وَاللَّعِبِ بِالْكُوْرَةِ وَغَيْرَ ذَلِكَ مِنْ شَرِّ الْبِدَعِ

 Dan sesungguhnya perkara-perkara baru seperti penghasilan manusia yang diperoleh dari pasar – pasar malam, bermain undian pertunjukan gulat dan lain-lain adalah termasuk seburuk- buruknya bid’ah.

Penduduk Jawa berpegang kepada madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah



(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ أَهْلِ جَاوَى بِمَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ الْبِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِيْ أَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ أَنْوَاعِ الْمُبْتَدِعِيْنَ فِيْ هَذَا الزَّمَانِ



Pasal


Untuk menjelaskan penduduk Jawa berpegang kepada madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan awal kemunculan bid’ah dan meluasnya di Jawa, serta macam-macam ahli bid’ah di zaman ini

قَدْ كَانَ مُسْلِمُوا الْأَقْطَارِ الْجَاوِيَةِ فِي الْأَزْمَانِ السَّالِفَةِ الْخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الْآرَاءِ وَالْمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي الْمَأْخَذِ وَالْمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الْفِقْهِ عَلَى الْمَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الْإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ، وَفِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الْأَشَعَرِيِّ، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ الْغَزَالِيِّ وَالْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الشَّاذِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ

Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya. Di bidang fiqh, mereka berpegang kepada mazhab Imam Syafi’i, di bidang ushuluddin berpegang kepada mazhab Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan di bidang tasawuf berpegang kepada mazhab Abu Hamid Al-Ghazali dan Abu Al-Hasan Al-Syadzili, semoga Allah meridhoi mereka semua.

ثُمَّ إِنَّهُ حَدَثَ فِيْ عَامِ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةٍ وَثَلَاثِيْنَ أَحْزَابٌ مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءٌ مُتَدَافِعَةٌ وَأَقْوَالٌ مُتَضَارِبَةٌ، وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ، فَمِنْهُمْ سَلَفِيُّوْنَ قَائِمُوْنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ أَسْلَافُهُمْ مِنَ التَّمَذْهُبِ بِالْمَذْهَبِ الْمُعَيَّنِ وَالتَّمَسُّكِ بِالْكُتُبِ الْمُعْتَبَرَةِ الْمُتَدَاوِلَةِ، وَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْبَيْتِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَالتَّبَرُّكِ بِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا،

وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَتَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَاعْتِقَادِ الشَّفَاعَةِ وَنَفْعِ الدُّعَاءِ وَالتَّوَسُّلِ وَغَيْرِ ذَلِكَ. 

Kemudian pada tahun 1330 H timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran, dan pertikaian dikalangan para pemimpinDiantara mereka ada yang beraviliasi pada kelompok Salafiyyin yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu mereka bermadzhab kepada satu madzhab tertentudan berpegang teguh kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih, selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.

وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ

Di antara mereka (sekte yang muncul pada kisaran tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid'ahan Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdy, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya,  Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi…………

فَحَرَّمُوْا مَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى نَدْبِهِ ، وَهُوَ السَّفَرُ لِزِيَارَةِ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَخَالَفُوْهُمْ فِيْمَا ذُكِرَ وَغَيْرِهِ.

Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh orang-orang Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam serta berselisih dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.

Sumber:
إِرْشَادُ السَّارِيْ فِيْ جَمْعِ مُصَنَّفَاتِ الشَّيْخِ هَاشِمْ أَشْعَرِيْ 
Oleh: Gus Ishom (Muhammad Ishomuddin Hadziq) Cucu Hadlratus Syaikh Mbah Hasyim Asy’ari
Halaman 9

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوابِ


Pekalongan, 25 Ramadhan 1434 / 2 Agustus 2013

http://aswajanahdlatululama.blogspot.com/2013/08/faham-ahlussunnah-wal-jamaah-yang.html?m=1

Selasa, 01 Januari 2019

PESAN TERAKHIR GUS DUR

PESAN PESAN TERAKHIR GUSDUR

Siang itu, di rumah sederhana penuh kehangatan dan keakraban, dua orang sahabat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) membincang segala sesuatu dengan renyah penuh humor-humor segar.

Gus Dur yang ditemani istrinya Sinta Nuriyah duduk lesehan bahkan terkadang tiduran di rumah Gus Mus. Konon, seperti diriwayatkan oleh KH Husein Muhmmad Cirebon dalam Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus (2015), pertemuan kedua sahabat tersebut terjadi sekitar seminggu sebelum Gus Dur berpulang atau wafat.

Baca juga:

Rahasia Bacaan Gus Dur saat Ziarah KuburGus Dur Perintahkan jaga Gereja dengan Niat Jaga IndonesiaKisah Gus Dur Menemukan Makam Syeikh Abdullah Qutbuddin Penyebar Islam di Pulau JawaPesan-pesan Terakhir Gus Dur

Gus Dur memang kerap mampir di kediaman Gus Mus. Pertemuan terakhir dengan Gus Mus di Leteh, Rembang itu memang sedikit mengundang tanda tanya. Hal itu muncul mengingat Gus Dur masih dalam kondisi sakit. Bahkan, selama 10 hari, Gus Dur sulit makan.

Namun, di rumah Gus Mus, Gus Dur justru begitu semangat melahap makanan sederhana yang disediakan oleh Gus Mus dan keluarga. Hal ini membuat Sinta Nuriyah sedikit terkesiap karena selama hampir dua minggu Gus Dur sulit makan.

Dalam momen berharga tersebut, Gus Mus mengungkapkan, seperti biasa Gus Dur datang ke rumahnya sekadar ingin bertemu, istirahat, dan lesehan di atas tikar sambil ngobrol ke sana kemari, kadang sambil tiduran.

Obrolan bareng Gus Mus hampir selesai. Walaupun Gus Dur mengatakan bahwa mampirnya dia hanya sebentar, tetapi tak terasa hampir dua jam berlalu dua sahabat itu bercengkerama. Sedang asyik-asyiknya ngobrol dan bercanda ria, tiba-tiba Gus Dur bilang, “Gus Mus, aku harus segera berangkat ke Tebuireng, aku dipanggil Si Mbah.”

Gus Mus paham betul apa yang dimaksud ‘Si Mbah’ oleh Gus Dur. Ia adalah Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, kakek Gus Dur. Gus Dur kemudian bangkit dan mohon pamit kepada Gus Mus dan keluarganya untuk meneruskan perjalanan ke Jombang memenuhi panggilan kakeknya yang ‘dibisikkan’ kepadanya itu.

Jika Si Mbah sudah memanggil, Gus Dur akan segera datang, tanpa berbicara papun. Begitu pula jika ibunya memanggil. Di tengah perjalanan menuju Tebuireng, tetiba Gus Dur juga ingin menyambangi atau berziarah ke makam Mbah Wahab Chasbullah Tambakberas, guru pertama yang mengajari Gus Dur kebebasan berpikir.

Setelah itu, Gus Dur langsung menuju ke makam kakek, ayahnya dan anggota keluarga lainnya di Tebuireng. Gus Dur berjalan kaki menuju makam. Seperti biasa, Gus Dur membaca tahlil dan berdoa dengan khusyu beberapa saat. Konon diceritakan, Gus Dur tidak hanya sekadar berdoa, tetapi ia sedang berbicara dengan sang kakek.

Gus Dur menyimpan banyak pesan seperti mengapa harus berkunjung ke Gus Mus, tidak berkunjung ke sahabat yang lain?

Terkait pertanyaan ini, suatu hari KH Husein Muhammad Cirebon diajak makan oleh Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid di rumah temannya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Teman itu seorang produser film terkemuka di Indonesia.

Di tempat tersebut juga bergabung sejumlah tokoh seperti Djohan Efendi, mantan menteri sekretaris negara era Presiden Gus Dur dan Saparinah Sadli, guru besar Universitas Indonesia.

Di tengah obrolan, Kiai Husein berkesempatan menanyakan tentang pertemuan terakhir Gus Dur dengan Gus Mus, seminggu sebelum kepulangannya.

Sinta Nuriyah menjawab, “Ya, seminggu sebelum Gus Dur pulang, kami mampir ke Gus Mus. Hubungan Gus Dur dan Gus Mus sangat dekat. Gus Dur seperti ingin pamit pulang. Di situ, Gus Dur pesan kepada Gus Mus, ‘Aku titip NU, aku titip NU’. Dan Gus Mus seperti kaget sekali mendengar ‘wasiat’ itu, tetapi tak bisa menolak, meski juga tak sanggup menjalankan amanat agung itu.” (Fathoni/NU Online)

http://www.muslimoderat.net/2018/12/pesan-pesan-terakhir-gus-dur.html?m=1#ixzz5bFHwzQm6

Jumat, 23 November 2018

Kbutbah maulid 2

KHUTBAH JUM'AT : PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW..

Oleh : Oleh KH Abdurrahman Navis Lc.

Sumber : http://www.nu.or.id
Disunting oleh : Abdul Latif, S.Pd.I

الْحَمْدُ للهِ شَرَّفَ الأَنَاَمَ بِصَاحِبِ الْمَقَامِ الأعْلَى. وَكَمَّلَ السُّعُوْدَ بِأَكْرَمِ مَوْلُوْدٍ. أَشْهَدُ أنْ لاإلهَ إلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِالْحُجَّةٍ الَبَالِغَةِ وَحُسْنِ الْبَيَانِ. أللّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أًوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Dalam kesempatan yang mulia ini marilah kita tadzakkur dan tafakkur, mengingat segala apa yang kita amalkan selama ini dan berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dalam arti kita berusaha melaksanakan segala usaha yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Marilah kita tinggalkan sejenak tugas-tugas duniawiyah, pekerjaan di kantor, bisnis dan perdagangan, untuk masuk masjid melaksanakan sholat Jumat,untuk dzikrullah, ingat kepada Allah SWT.

Semoga dengan demikian kita termasuk golongan orang-orang yang tidak lalai ingat kepada Allah, walaupun kita disibukkan dengan aktivitas jual beli dan perdagangan. Semoga kita semua dijadikan oleh Allah SWT sebagai hamba Allah yang muttaqin dan husnul khatimah. Amin.

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Di bulan Rabi’ul Awwal yang lebih dikenal dengan bulan maulid atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepatnya tanggal 12 rabi’ul awwal, biasanya kaum muslimin merayakan peringatan mauld Nabi Muhammad SAW, baik dirumah dengan mengundang tetangga dan handai taulan. Atau diadakan oleh lembaga, organisasi, masyarakat kampung dengan bentuk pengajian umum dan ceramah, ada juga dengan bakti sosial, khitanan masal, dan bentuk amal-amal sholeh yang lain.

Yang menjadi pertanyaan, pernakah nabi Muhammad merayakan peringatan maulidnya? Dan sejak kapankah diadakan dan untuk apa? Lalu bagaimana hukumnya mengadakan peringatan mauled Nabi Muhammad SAW?

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Jika menelusuri sejarah, ternyata Nabi Muhammad SAW belum pernah merayakan hari ulang tahunnya dengan upacara dan acara. Rasulullah memperingati kelahirannya dengan berpusa. Suatu ketika Nabi Muhammad ditanya: ”Wahai rasul, mengapa engkau berpuasa hari Senin?” Rasul menjawab: “Pada hari Senin itu aku dilahirkan.” 

Dengan demikian Nabi Muhammad merayakannya denga puasa yang kemudian di masyarakat kita dikenal dengan puasa weton (puasa kelahiran). Namun sejarah tidak pernah mencatat Rasulullah merayakan maulid dengan mengundang orang lain untuk bacaan shalawat, untu bacaan berberzanjian, dibaan dan pengajian umum.

Nah, apakah kalau Nabi Muhammad SAW sahabat tidak pernah mengadakan peringatan maulid ini berarti mengada-ngada, dan apakah termasuk bid’ah?

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Mari kita mengkaji hukum peringatan mauled Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi yang berjudul Husnul Maqasid fil Amal al-Mawalid. Beliau menjelaskan bahwa di zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin memang belum diadakan peringatan dalam bentuk upacara, shalawatan dan pengajian tentang maulid Nabi, sehingga ada sebagian kaum muslimin yang tidak mau memperingati kelahiran dengan bentuk upacara itu.

Jadi, kapan peringatan kelahiran Nabi ini mulai dilaksanakan?

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Sejarah menyebutkan bahwa sejak Islam berjaya dengan menaklukan romawi, Persia bahkan Eropa, banyaklah orang non muslim masuk Islam, termasuk orang-orang salib dari Eropa. Baik karena sukarela ataupun karena terpaksa. Hal ini menimbulkan dendam kaum Nasrani, akhirnya mereka membalas dendam dengan menjajah Timur Tengah. Maka berkobarlah perang salib. Kaum kafir membunuh orang islam, merampas kekayaan, dijauhkan dari Islamnya, dijauhkan dari Nabinya, dijauhkan dari sejarah kejayaan Islam. Yang ditampilkan oleh penjajah di hadapan kaum muslimin adalah tokoh-tokoh kafir, tokoh-tokoh fiktif sehingga rusaklah moral anak-anak muda, hancurlah kejayaan kaum muslimin, hilang keteladanan, hingga tidak kenla kehebatan Islam.

Melihat kondisi umat yang terpuruk dan semakin jauh dari Islam, serta tidak punya semangat memperjuangkan agamanya, para ulama’ dan tokoh Islam mencari solusi bagaimana membangkitkan keislaman kaum muslimin dan melepaskan diri dari cengkraman tentara salib.

Di antaranya seorang raja yaitu Al-Malik Mudhaffaruddin (Raja Himsiyyah), mengundang para ulama’ dan masayikh ke istana untuk bermusyawarah, bagaimana membangkitkan semangat umat Islam, membebaskan diri dari penjajah, serta menanamkan kecintaan anak muda dan muslimin kepada Rasulullah, sehingga mau menteladani beliau.

Dari musyawarah ulama tersebut akhirnya ada yang mengusulkan agar diadakan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam, diantaranya dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, yang kemudian dikampanyekan dengan besar-besaran, mengundang para penyair agar menulis syair pujian kepada Nabi, serta para ulama dan mubaligh yang bertugas menceritakan sejarah Nabi.

Al-Malik Mudhaffaruddin menanggapi usulan ini dengan antusias. Tetapi ada yang tidak setuju, dengan alasan kerena peringatan seperti itu tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, dan itu berarti itu bid’ah.

Menanangapi ketidak setujuan mereka, akhirnya dijawab oleh ulama’ yang hadir, bahwa dalam penjelasan tentang bid’ah itu tidak semua sesat. Menurut Imam al-Iz Abdussalam, Ibnu Atsar menjelaskan bahwa ada bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah. Bid’ah dholalah (sesat) adalah bid’ah yang tidak ada dasar hukummnya dan tidak ada perintah sama sekali dari syariat, sedangkan bid’ah hasanah adala suatu amalan yang dasar perintahnya sudah ada dari Rasulullah, namun teknisnya tidak diatur langsung dan itu bukan temasuk ibadah mahdah muqayyadah (ibadah murni yang telah ditentukan tata caranya).

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Seperti sering dijelaskan bahwa ibadah itu ada dua macam. Pertama, ibadah mahdah muqayyadah yaitu ibadah murni yang tata caranya terikat dan tidak boleh diubah, karena perintah dan teknis pelaksanaannya contohkan langsung oleh Rasulullah, seperti shalat dan haji yang harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul.

Kedua, ibadah muthalaqah ghoiru muqayyadah, yaitu ibadah mutlaq yang tata caranya tidak terikat, perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah masing-masing orang. Seperti berdzikir, perintahnya sudah ada namun teknisnya tidak ditentukan sebagaiman firman Allah:

فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

Yang artinya: ”Berdzikirlah kalian dalam keadaan berdiri duduk, dan berbaring." (QS an-Nisa)

Dzikir merupakan perintahnya, sedangakan teknisnya terserah kita, duduk, berdiri, berbaring dirumah, dimasjid sendirian, bersama-sama, suara pelan ataupun dengan suara keras tidak ada batasan-batasan, tergantung kepada situasi dan kondisi asal tidak melanggar ketentuan syariat.

Membaca shalawat juga diperintahkan sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

Yang Artinya: ”Sesungguhnya Allah dan malaikat bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salan penghormatan kepadanya.” (QS al-Ahzab56).

Perintah membaca shalawat ada sedangkan teknisnya terserah kita. Boleh sholawat yang panjang, pendek, prosa, maupun syair, yang penting bershalawat kepada rasullullah. Hal ini termasuk juga berdakwah, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

Yang artinya: ”Serulah (manausia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS an-Nahl 125)

Berdakwahlah kamu ke jalan Allah dengan cara hikmah dan mauidzah hasanah atau wejangan yang baik. Perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannnya terserah kita, boleh dalam bentuk pengajian umum, pengajian rutin di masjid, ataupun media TV, radio, koran, majalah,diskusi, maupun seminar. Semuanya dipersilakan, yang penting momentum dan misinya adalah dakwah.

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah

Peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan shalawat kepada Rasul, pengajian umum, ceramah tentang kesadaran terhadap islam, membaca sejarah Nabi, amal saleh, bakti sosial, khitanan massal dan lain-lain itu merupakan ibadah mutlaqah ghairu muqayadah atau ibadah yang mutlaq dan tidak terikat tata caranya dimana perintahnya ada sedangakan pelaksanaannya terserah kita.

Maka dengan demikian mengadakan peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan shlawat, pengajian umum dan perbuatan yang baik bukan termasuk bid’ah dlalalah, tapi tapi merupakan amrum muhtasan, yaitu “sesuatu yang dianggap baik” dan kalau kalau dilakukan secara ikhlas karena Allah maka akan mendapatka pahala dari Allah SWT.

Demikian juga Sayyid Alwi Al-Maliki al-Hasani menjelaskan dalam kitab Mukhtashar Sirah Nabawiayah: “Bahwa memperingati Maulid Nabi bukan bid’ah dlalalah, tapi sesuatu yang baik”. 

Ma’asyiral muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Akhirnya para ulama yang hadir bersama Al-Malik Mudhaffaruddin dalam pertemuan itu memutuskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad itu boleh. Kemudian Al-Malik Mudhafar sendiri langsung menyumbang 100 ekor unta dan sekian ton gandum untuk mengadakan peringatan maulid Nabi muhammad SAW. Setiap daerah diundang penyair untuk membuat syair pujian dan shalawat kepada Nabi muhammad. Kitab-kitab yang tersisa hingga sekarang di antaranya yang dikarang oleh Syeikh al-Barzanji dan Syeikh Addiba’i.

Ternyata dengan diadakannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini sangat efektif untuk menyadarkan kaum Muslimin cinta kepada Rasul, sehingga seorang pemuda bernama Shalahudin Al-ayyubi menggalang anak-anak muda, dilatih fisiknya, disadarkan cinta Rasul, diajak membebaskan diri dari penjajahan tentara salib. Akhirnya, laskar Islam bersama panglima Shalahudin al-Ayyubi, bisa memenangkan perang salib pada tahun 580 H. Sejak tahun itulah peringatan Maulid Nabi SAW diadakan oleh negara muslim lainnya.

Mudah-mudahan dengan peringatan Maulid Nabi hati kita semakin cinta kepada Rasulullah SAW. Dengan cinta kepada Rasulullah kita akan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dan kita termasuk orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau yang artinya: “Orang-orang yang telah menghidupkan sunnahku maka dia berarti cinta kepadaku, dan orang-orang yang cinta padaku nanti akan bersamaku disurga.” 

Semoga kita dikumpulkan bersama Rasulullah SAW kelak disurga nanti. Amiin, ya rabbal alamin.

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَنِ الرَّجِيْمِ. بِِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَر

أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Maulid


Khutbah I

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Wasiat taqwa

Alhamdulillah, pada bulan ini kita memasuki bulan Rabi’ul Awal 1440 H. Dalam bahasa Jawa biasa kita sebut dengan bulan Maulud atau bulan Maulid. Sebutan ini selaras dengan makna harfiahnya, momen kelahiran, persisnya kelahiran Baginda Nabi Muhammad ﷺ yang merupakan kenikmatan  amat besar dari Allah ﷻ bagi seluruh alam. Penting bagi kita sebagai umat Islam untuk bersyukur atas kelahiran Nabi dan mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaan ketika memperingati Maulid Nabi.   Ibnu Hajar sebagaimana dikutip oleh Imam Jalaludin As Suyuti dalam kitab al-Hawi lil Fatawi, juz 1 halaman 230 menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan ritual untuk mensyukuri nikmat Allah ﷻ. Karena itu, dalam kesempatan yang mulia ini khatib ingin menyampaikan bagaimana hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? bagaimana cara merayakan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? dan bagaimana esensi perayaan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? 

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki dalam kitab Mafahim Yajib an Tushahhah halaman 316, peringatan maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan bentuk tradisi yang baik di masyarakat, bukan termasuk bagian dari masalah ibadah yang dipersoalkan keabsahannya. Sekali lagi, acara peringatan Maulid Nabi adalah tradisi dan adat kebiasaan yang baik. Dikategorikan tradisi yang baik, karena substansi peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ memiliki banyak manfaat dan kebaikan bagi masyarakat, seperti meneladani prilaku Nabi, pembacaan ayat-ayat Al Qur’an, dzikir, tahlil, kalimat thayyibah dan pembacaan sejarah dan perjuangan Nabi Muhammad ﷺ. Hal tersebut juga berlaku untuk tradisi keagamaan selainnya, seperti peringatan Isra’ Mi’raj, peringatan Nuzulul Qur’an, Peringatan Tahun Baru Muharram, dan sesamanya.  Syekh Abdul Karim Zidan dalam kitabnya al-Wajiz fi Ushulil Fiqhi halaman 253 menjelaskan bahwa tradisi yang syar’i adalah tradisi yang tidak berlawanan dengan nash agama, tradisi yang membawa maslahat syar’i, dan tradisi yang tidak menimbulkan mudarat bagi masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ adalah tradisi yang baik, karena substansinya dilegitimasi oleh syariat agama.  

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Selanjutnya, bagaimana cara kita memperingati maulid Nabi Muhammad ﷺ? Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki dalam kitab Mafahim Yajib an Tushahhah halaman 317 menjelaskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ  merupakan kegiatan yang efektif untuk berdakwah kepada Allah ﷻ. Menjadi sarana yang tepat untuk mengingatkan umat tentang kehidupan dan keteladanan Nabi Muhammad ﷺ. Seperti meniru akhlak, perilaku, adab, sejarah perjuangan, bisnis, politik, strategi kepemimpinan dan cara ibadah Nabi Muhammad ﷺ. Peringatan Maulid Nabi juga menjadi momen yang tepat untuk memberikan nasihat yang baik bagi umat dan menunjukkan mereka menuju jalan kebaikan dan kebahagiaan. Mencegah umat dari musibah, bid’ah, kejelekan, hoaks, dan fitnah. Sekali lagi peringatan Maulid Nabi Muhammad bukanlah semata-mata kata tanpa makna, namun tradisi Maulid Nabi merupakan tradisi yang memiliki banyak kebaikan yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang mencintai Nabinya.  

Sementara itu, Imam Jalaludin As Suyuti dalam kitab al-Hawi lil Fatawi, juz 1 halaman 230 menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi sebaiknya diisi dengan kegiatan yang menandakan syukur kita kepada Allah ﷻ atas kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Seperti pembacaan Al-Qur’an, sedekah terhadap fakir miskin, membahagiakan keluarga dengan syukuran, pembacaan sejarah perjuangan, perilaku, keteladanan, dan pujian terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Seperti dengan membaca kitab Barzanji dan kitab Burdah. Tujuannya adalah agar kita dapat meniru akhlak dan perilaku Nabi, sehingga hati dan pikiran kita tergerak untuk melakukan kebaikan dan berorientasi pada akhirat.  

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Bagaimana Esensi perayaan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? Ada hal penting bagi kita dalam merayakan maulid Nabi Muhammad ﷺ, yaitu ungkapan rasa syukur kita atas rahmat Allah ﷻ yang agung bagi seluruh alam semesta. Yaitu kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Kelahiran Nabi Muhammad merupakan rahmat yang agung untuk alam semesta ini. Imam Hakim meriwayatkan hadis dalam kitab Mustadrak Shahihain, Juz 1 halaman 91. Nabi bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ

“Wahai manusia, tiada lain aku ini adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah untuk kalian).”

Selain itu, penting juga mengingat pesan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno dalam pidatonya pada peringatan Maulid Nabi tahun 1963 di Jakarta. Beliau menjelaskan bahwa kita saat ini merayakan maulid Nabi. Apa sebenarnya yang kita rayakan? Hakikat merayakan Maulid Nabi tidak hanya memperingati kelahiran Nabi saja, bukan sekadar beliau dahulu adalah seorang Nabi, namun yang kita rayakan adalah ajaran, konsepsi, dan agama yang beliau berikan kepada umatnya. Diberi oleh Allah ﷻ via Malaikat Jibril kepada Rasul, Rasul meneruskan lagi kepada umat, yaitu kita saat ini. Itu yang kita rayakan saat ini. Oleh karena itu kita berkata: Jika benar-benar engkau mencintai Nabi Muhammad ﷺ, jika benar-benar engkau merayakan Maulid Nabi Muhammad ﷺ bin Abdullah,  jika benar-benar engkau merayakan Rasulullah yang punya hari maulid, kerjakanlah apa yang beliau perintahkan, kerjakanlah apa perintah agama yang beliau bawa, kerjakan sama sekali, agar supaya benar-benar kita bisa berkata: kita telah menerima agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.  

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Oleh karena itu dalam kesempatan yang berbahagia ini, yaitu di bulan kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, mari kita menjadikan Rasulullah Nabi Muhammad ﷺ sebagai teladan dan contoh dalam beragama. siapa pun kita, baik sebagai pejabat maupun rakyat, baik sebagai orang kaya maupun kaum papa, baik sebagai pemimpin maupun yang dipimpin, baik sebagai politisi maupun pemilik aspirasi, mari kita meneladani perilaku Nabi Muhammad ﷺ yang penuh dengan adab dan kesopanan, akhlak beliau yang mulia, sifat beliau yang pemaaf, perkataan beliau yang lemah lembut dan jauh dari sikap kasar, dan selalu membimbing umat menuju kebaikan dan kemaslahatan. Semoga kita semua benar-benar dapat menjalankan ajaran beliau sehingga kita benar-benar diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Allahumma aamiin.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ.  إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Rustam Ibrahim, Dosen UNU Surakarta

Sabtu, 10 November 2018

Mengenal Husein Mutahar

Habib Husein Al-Mutahar, Pencipta Lagu Hari Merdeka

Gambar: majeliswalisongo.com

Selama ini kita hanya mengenalnya sebagai H. Muthahar, pencipta puluhan lagu wajib nasional. Ternyata beliau adalah seorang habib, keturunan Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Habib Muhammad Husein Muthahar, paman dari Habib Umar Muthahar Semarang. Beliau juga dikenal sebagai penyelamat bendera pusaka asli (saat Agresi Militer Belanda II) dan pendiri Paskibraka.

Habib Muhammad Husein Muthahar adalah seorang komponis lagu Indonesia yang hebat. Habib yang dikenal dengan nama H. Mutahar ini telah menghasilkan ratusan lagu Indonesia, seperti lagu nasional Hari Merdeka, Hymne Syukur, Hymne Pramuka, Dirgahayu Indonesia Ku, juga lagu anak2 seperti Gembira, Tepuk Tangan Silang-silang, Mari Tepuk dan lain-lain. Lagu Hari Merdeka dan Hymne Syukur adalah salah satu lagu fenomenal yang diciptakan oleh Habib Muhammad Husein Muthahar.

Terkait penciptaan lagu Hari Merdeka, ada satu cerita yg menarik. Ternyata inspirasi lagu Hari Merdeka ini muncul secara tiba-tiba saat beliau sedang berada di toilet salah satu hotel di Yogyakarta. Bagi seorang komponis, setiap inspirasi tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Beliau pun cepat-cepat meminta bantuan Pak Hoegeng Imam Santoso (Kapolri pada 1968–1971). Saat itu Pak Hoegeng belum menjadi Kapolri.

Sang Habib menyuruh Pak Hoegeng untuk mengambilkan kertas dan ballpoint. Berkat bantuan Pak Hoegeng, akhirnya jadilah sebuah lagu yang kemudian diberi judul “Hari Merdeka.” Sebuah lagu yang sangat fenomenal dan sangat terkenal yang banyak dinyanyikan oleh bangsa Indonesia, bahkan anak2-anak pun sangat hafal dan pandai menyanyikannya.

Berikut lirik lagu “Hari Merdeka” ciptaan Habib Muhammad Husein Muthahar:

Tujuh belas Agustus tahun empat lima

Itulah hari kemerdekaan kita

Hari merdeka Nusa dan Bangsa

Hari lahirnya bangsa Indonesia

Merdeka

Sekali merdeka tetap merdeka

Selama hayat masih di kandung badan

Kita tetap setia tetap sedia

Mempertahankan Indonesia

Kita tetap setia tetap sedia Membela negara kita…

Selain “Hari Merdeka”, lagu berikut juga menjadi karya fenomenal beliau. Judulnya “Syukur”. Lagu ini tercipta dibuatnya pada tgl 7 September 1944 setelah menyaksikan banyak warga Semarang, kota kelahirannya, bisa bertahan hidup dengan hanya memakan bekicot. Berikut lirik lagunya:

Dari yakinku teguh

Hati ikhlasku penuh

Akan karuniaMu

Tanah Air pusaka

Indonesia merdeka

Syukur aku sembahkan

KehadiratMu Tuhan

Sekilas Tentang Habib Husein Muthahar

“Husein Mutahar,” begitu nama latinnya, lahir di Semarang, Jawa Tengah pada tgl 5 Agustus 1916. Perjalanan pendidikan formalnya dimulai dari ELS (Europese Lagere School atau sama dgn SD Eropa selama 7 thn), kemudian dilanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Ondewwijs atau sama dgn SMP selama 3 tahun) dan dilanjutkan ke AMS (Algemeen Midelbare School atau sama dgn SMA selama 3 thn) Jurusan Sastra Timur khususnya Bahasa Melayu, di Yogyakarta. Kemudian beliau melanjutkan ke Universitas Gajah Mada dengan mengambil Jurusan Hukum dan Sastra Timur dengan khusus mempelajari Bahasa Jawa Kuno. Namun perkuliahannya hanya 2 thn, drop out (DO) karena harus ikut berjuang.

Habib Husein Muthahar terlibat Pramuka sejak awal lembaga kepanduan berdiri. Beliau adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis. Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Habib Husein Muthahar juga menjadi tokoh di dalamnya.

Dlm kehidupan berorganisasi, pengalaman beliau adalah sebagai berikut :

1. Ikut mendirikan dan bergerak sebagai pemimpin Pandu serta menjadi anggota Kwartir Besar Organisasi Persatuan dan Kesatuan Kepanduan Nasional Indonesia “Pandu Rakyat Indonesia”, 28-12-1945 s/d 20-5-1961.

2. Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pramuka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Latihan 1961-1969.

3. Sekjen Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka 1973-1978, dan anggota biasa 1978-2004.

Habib Muhammad Husein Muthahar, yang juga mantan duta besar Italia ini, kemudian meninggal dunia di Jakarta tanggal 9 Juni 2004 di usia 88 tahun

---

*informasi ini disampaikan oleh Departemen Komunikasi

(Di share via Whatssap)

https://www.kakbayu.web.id/2017/08/habib-husein-al-mutahar-pencipta-lagu-hari-merdeka.html?m=1



Selasa, 06 November 2018

Rebo Pungkasan

صلاة اخر اربعاء من شهر صفر:
في المأثور أنه ينزل في كل سنه 320 ألف بليه كلها في يوم الاربعاء الاخير من شهر صفر
فيكون ذلك اليوم من اصعب ايام السنه 
فمن صلى في ذلك اليوم أربع ركعات يقرأ في كل ركعه بعد الحمد الكوثر سبع عشرة مرة والاخلاص 
ثلاث مرات و المعوذتين كل واحده مره وبعد السلام يقرأ هذا الدعاء مره واحدف فإن الله تعالى يكفيه
ذلك ويحفظه من جميع البلايا آمنا في ماله وولده سالما من صروف الدهر..
وهذا هو الدعاء:
(اللهم صلى على محمد عبدك ورسولك النبي الامي وبارك, اللهم إني أعوذ بك من شر هذا الشهر
ومن كل بلاء وشدة وقدرتها فيه يا مبدئ ويا معيد ياذا الجلال والاكرام يا ذا العرش المجيد أنت فعال
لما تريد , اللهم احرس بعينك نفسي ومالي وأهلي وأولادي وديني ودنياي صاحبتها , بحرمة الأبرار
والاخيار برحمتك يا ارحم الراحمين , اللهم يا شديد القوى, يا شديد المحال و يا عزيز يا كريم أذللت
بعزتك جميع خلقك يا محسن يا مجمل يا منعم يا مكرم يا من لا إله إلا إنت يا لطيف لطفت خلق السموات
والأرض الطف بي بقضائك وعافني من بلائك ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم)
يستحب دفع الصدقه والاكثار من الادعيه وقرأت هذا الدعاء:
" اللهم إصرف عنا هذا اليوم، وأعصمنا من شؤومته, وأجعله اللهم علينا بركة واجنبنا عما نخافه من نحوسته وكراهيته، بفضلك ولطفك يا دافع الشرور، يا ملك يوم النشور، برحمتك يا أرحم الراحمين ".
وروي أن من قرأ هذا الدعاء في آخر أربعاء من شهر صفر لم يمت في تلك السنة، وناجى عزرائيل ربه فقال يا رب إن فلانا أنقضى أجله وعمره ولم تأمرني بقبض روحه، فقال جل جلاله: قلت حقا ولكن أطلت عمره بسبب قراءته هذا الدعاء إلى شهر صفر المقبل وحفظته من جميع الآفات والبليات.
وهو هذا الدعاء الشريف: " بسم الله الرحمن الرحيم، اللهم يا ذا العرش العظيم والعطاء الكريم عليك إعتمادي يا الله يا الله يا الله الصمد الرحمن الرحيم يا فرد يا وتر يا حي يا قيوم إمنع عني كل بلاء وبلية وفرقة وهامة وأمنع عني شر كل ظالم وجبار يا قدوس يا رحمن يا رحيم ".
ثم تكتب في إناء نظيف وتشرب مائه:
بسم الله الرحمن الرحيم
(سلام قول من رب رحيم سلام على نوح في العالمين إنا كذال نجزي المحسنين سلام على آل ياسين سلام عليكم فادخلوها خالدين والحمدالله رب العالمين وصلى الله على محمد أله الطاهرين وسلم تسلما كثيرا والحمد لله رب العالمين