Jumat, 27 Februari 2015

Kesempatan beriman

TIDAK ADA KESEMPATAN BERBUAT MAKSIAT
MERUPAKAN SALAH SATU NIKMAT YANG HARUS DISYUKURI


Semoga Kita selalu mendapatkan hidayah Allah Ta’ala dan dijauhkan oleh-Nya kesempatan untuk bermaksiat.
Saya pernah berfikir, apakah saya mampu menahan hawa nafsu jika saya diajak oleh seorang perempuan cantik, punya kedudukan untuk melakukan perbuatan zina, sebagaimana Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang mamu mempertahankan keimanannya ketika diajak oleh Zulaikha untuk berzina. DAN INI ADALAH GODAAN SYAHWAT WANITA.

Saya juga pernah berfikir, apakah saya mampu menahan hawa nafsu, jika saya hanya dengan modal tanda tangan, yang dengannya saya akan mendapatkan uang korupsi sebesar satu milyar!!! Apakah saya menolaknya mentah-mentah ataukah saya melakukan trik sana sini yang ujung-ujungnya masuk juga ke rekening saya. inilah yang banyak terjadi dengan para pejabat kita, DAN INI ADALAH GODAAN SYAHWAT HARTA, yang seringkali disebut dengan Korupsi

Saya juga pernah berfikir, apakah saya mampu menahan hawa nafsu, jika saya hanya dengan menipu sedikit, maka jabatan paling tinggi di perusahaan akan saya dapatkan, Apakah saya mampu menahannya atau saya malah melakukan penipuan tersebut demi sebuh TAHTA. DAN INI ADALAH GODAAN SYAHWAT TAHTA.

Jika belum pernah di hadapkan pada sebuah kesempatan untuk bermaksiat dan melakukan dosa, maka bersyukurlah kepada Allah SWT, karena itu merupakan salah satu nikmat besar dalam hidup kita, sebagaimana jika kita selalu diberikan kesempatan untuk taat dan selalu berada dalam keadaan beriman, maka ini juga adalah  salah satu nikmat terbesar dalam hidup kita.


Dan jangan sekali-kali mengganti nikmat-nikmat tersebut dengan siksa-siksa, dengan dalih mencoba-coba, berdoalah selalu agar tidak dirubah ketaatan menjadi kemaksiatan secara tiba-tiba.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ مِنْ دُعَاءِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ ».

Artinya: 
“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Termasuk doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:
« اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ ».

“Wahai Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu dari hilangnya nikmat-Mu (dariku), berubahnya kesehatan yang engkau berikan (kepadaku), tiba-tibanya datang siksa-Mu (kepadaku) dan dari seluruh kemurkaan-Mu (kepadaku).” HR. Muslim.

عَنْ أَبَانَ بْنَ عُثْمَانَ يَقُولُ سَمِعْتُ عُثْمَانَ - يَعْنِى ابْنَ عَفَّانَ - يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ لَمْ تُصِبْهُ فَجْأَةُ بَلاَءٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ لَمْ تُصِبْهُ فَجْأَةُ بَلاَءٍ حَتَّى يُمْسِىَ ». قَالَ فَأَصَابَ أَبَانَ بْنَ عُثْمَانَ الْفَالِجُ فَجَعَلَ الرَّجُلُ الَّذِى سَمِعَ مِنْهُ الْحَدِيثَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ مَا لَكَ تَنْظُرُ إِلَىَّ فَوَاللَّهِ مَا كَذَبْتُ عَلَى عُثْمَانَ وَلاَ كَذَبَ عُثْمَانُ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَلَكِنَّ الْيَوْمَ الَّذِى أَصَابَنِى فِيهِ مَا أَصَابَنِى غَضِبْتُ فَنَسِيتُ أَنْ أَقُولَهَا.

Artinya: “Dari Aban bin Ustman, beliau berkata: “Aku pernah mendengar Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
("Dengan Nama Allah yang tidak dapat membahayakan sesuatu apapun dengan nama-Nya di bumi atau di langit, dan Dia adalah Maha mendengar dan Maha Melihat”) sebanyak tiga kali, niscaya tidak menimpanya musibah mendadak sampai pagi dan barangsiapa yang membacanya ketika pagi sebanyak tiga kali, niscaya tidak menimpanya musibah mendadak sampai sore.” Lalu Aban bin Ustman penyakit Al Falij, maka orang yang mendengar darinya hadits itu melihat kepadanya, Lalu Aban berkata kepada orang tersebut: “Kenapa kamu melihat kepadaku, demi Allah, aku tidak berdusta atas nama ustman dan Utsman tidak berdusta atas nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan tetapi pada hari yang aku tertimpanya, aku marah dan lupa membacanya.” HR. Abu Daud.  

Rabu, 25 Februari 2015

Nasehat/Mauidhah Imam Syafi'i

Petuah-Petuah Imam Syafi’i

Petuah-Petuah Imam Syafi’i

(Diambil dari kitab Mawa’idh Imam Syafi’i) 
قال الإمام الشافعي:
أُحِبُّ الصَّـالِحِينَ وَلَسْتُ مِنْـهُمْ                     لَعَلِّي أَنْ أَنَـالَ بِـهِـمْ شَـفَاعَــــهْ
وَأَكْرَهُ مَنْ بِضَـاعَتُـهُ الْمَعَـاصِي                    وَإِنْ كُـنَّـا سَـوَاءً فِي الْبِـضَـاعَـــهْ
وَأَكْرَهُ مَنْ يُضِـيعُ الْعُمْرَ لَـهْـواً                     وَلَوْ كُـنْـتُ امْرَءاً جَـمَّ الإِضَـاعَـــهْ
Uhibbus Sholihina wa lastu minhum              La’alli an anala bihim syafa’ah
Wa akrohu man bidho’atuhul ma’ashi          Wa in kunna sawa’an fil bidho’ah
Wa akrohu man yudhi’ul ‘umro lahwan          Wa lau kuntu mroan jammal idho’ah 
Imam Syafi’I berkata:
Aku mencintai orang-orang sholeh meskipun aku bukan termasuk di antara mereka.
Semoga  bersama mereka aku bisa mendapatkan syafa’at kelak.
Aku membenci para pelaku maksiat meskipun aku tak berbeda dengan mereka.
Aku membenci orang yang membuang-buang usianya dalam kesia-siaan walaupun aku sendiri adalah orang yang banyak menyia-nyiakan usia. 
Mencari tempat tinggal yang tepat
لا تسكنن بلدا لا يكون فيه عالم يفتيك عن دينك, ولا طبيب ينبئك عن أمر بدنك
Janganlah kalian menetap di suatu negeri yang di dalamnya tak ada seorang ulama yang memberikan fatwa tentang agamamu, dan seorang dokter yang memberitahu penyakitmu. 
Obat penyakit Ujub
إذا خفت على عملك العجب, فانظر رضى من تطلب, وفي أي ثواب ترغب, ومن أي عقاب ترهب, وأي عافية تشكر, وأي بلاء تذكر. فانك اذا تفكرت في واحدة من هذه الخصال, صغر في عينك عملك
Jika kau khawatir terjebak dalam ‘ujub
Maka lihatlah siapa yang engkau hadapi saat bersujud,
Pahalakah yang kau maksud?
Azabkah yang kau takut?
Nikmat kesehatan mana yang kau syukuri?
Musibah apa yang kau kufuri?
Jika kau memikirkan salah satu dari hal-hal tersebut akan terlihat kerdil amalanmu. 
Ilmu sebelum segala sesuatu
تفقّه قبل أن ترأس, فاذا رأست فلا سبيل الى التفقّه.
Perdalamlah ilmu agama sebelum kau menjadi pemimpin, karena saat kau menjadi pemimpin maka tak ada lagi waktu untuk mendalami ilmu. 
Kebanggaan adalah dengan ilmu
كفى بالعلم فضيلة أن يدعيه من ليس فيه, ويفرح اذا نسب اليه
وكفى بالجهل شينا أن يتبرأ منه من هو فيه, ويغضب اذا نسب اليه
Cukuplah ilmu menjadi sebuah keutamaan saat orang yang tak memiliki mengaku-ngaku memilikinya dan merasa senang jika dipanggil dengan gelar ilmuwan.
Cukuplah kebodohan menjadi aib saat orang yang bodoh merasa terbebas darinya dan marah jika digelari dengannya.
من تعلم القرآن عظمت قيمته.
Barangsiapa mempelajari Al Qur’an, akan naik harga dirinya.
ومن تكلم في الفقه نما قدره.
Barangsiapa mendalami Fikih, akan berkembang kemampuannya.
ومن كتب الحديث قويت حجته.
Barangsiapa menulis Hadits, akan kuat argumentasinya.
ومن نظر في اللغة رقّ طبعه.
Barangsiapa berkecimpung dalam Ilmu Bahasa, akan lembut perasaannya.
ومن نظر في الحساب جزل رأيه.
Barangsiapa berkecimpung dalam Ilmu Matematika, akan luas akalnya.
ومن لم يصن نفسه, لم ينفعه علمه.
Barangsiapa tidak menjaga hawa nafsunya, takkan bermanfaat ilmunya. 
Ambisi kekuasaan
من طلب الرياسة فرّت منه, واذا تصدّر الحدث فاته علم كثير
Barangsiapa mengejar kekuasaan, ia akan lari darinya. Jika terjadi sesuatu ia akan lupa terhadap ilmu. 
Harga dunia
ان الدنيا دحض مزلة,ودار مذلة, عمرانه الى خرائب صائر, وساكنها الى القبور زائر, شملها على الفرق موقوف, وغناها الى الفقر مصروف, الاكثار فيها اعسار, والاعسار فيها يسار
Dunia adalah batu yang licin dan kampung yang kumuh. Bangunannya kelak roboh, penduduknya adalah calon penghuni kubur, apa yang dikumpulkan akan ditinggalkan, apa yang dibanggakan akan disesalkan, mengejarnya sulit, meninggalkannya mudah.
صحة النظر في الأمور, نجاة من الغرور.
والعزم في الرأي, سلامة من التفريط والندم.
والروية والفكر, يكشفان عن الحزم والفطنة.
ومشاورة الحكماء, ثبات في النفس, وقوة في البصيرة.
ففكر قبل أن تعزم
وتدبر قبل أن تهجم
وشاور قبل أن تتقدم. 
Dunia hanyalah tempat singgah
قيل للشافعي رحمه الله: ما لك تكثر من امساك العصا, ولست بضعيف؟
قال: لأتذكر أني مسافر
Seseorang bertanya kepada Imam Syafi’I: “Mengapa engkau selalu membawa tongkat padahal engkau bukanlah orang yang lemah?” beliau menjawab: “Agar aku selalu teringat bahwa aku adalah seorang musafir”. 
Bahaya ikhtilath (bercampur aduk lelaki-perempuan)
أيما أهل بيت لم يخرج نساؤهم الى رجال غيرهم, ورجالهم الى نساء غيرهم؛ الا وكان في أولادهم حمق.
Ketika dalam sebuah rumah tidak dipedulikan istri keluar bersama lelaki lain atau suami keluar bersama wanita lain, maka akan lahirlah anak-anak yang dungu. 
Sumber penyakit
الشبع سيثقل البدن, ويقسي القلب, ويزيل الفطنة, ويجلب النوم, ويضعف عن العبادة.
Kekenyangan dapat memberatkan badan, mengeraskan hati, mengusir kecerdasan, mengundang tidur dan melemahkan semangat ibadah. 
Ciri-ciri orang mulia
أرفع الناس قدرا من لا يرى قدره, وأكثرهم فضلا من لا يرى فضله.
Orang paling mulia adalah yang tidak pernah melihat kemuliaannya. Orang paling utama adalah yang tidak pernah melihat keutamaannya. 
Orang paling zalim terhadap dirinya sendiri
أظلم الظالمين لنفسه: من تواضع لمن لا يكرمه, ورغب في مودة من لا ينفعه,
وقبل مدح من لا يعرفه.
Orang paling tertipu adalah: yang merendah di hadapan orang yang tidak menghargainya, yang mencintai orang yang tidak bermanfaat baginya, yang bangga dengan pujian orang yang tidak mengenalnya. 
Menjaga harga diri
ليس من المروءة أن يخبر الرجل بسنه, لأنه ان كان صغيرا استحقروه, وان كان كبيرا استهرموه.
Memberitahukan umur kepada orang lain bukanlah termasuk kepribadian terpuji, karena jika ia masih muda akan diremehkan, jika sudah tua akan dilecehkan. 
Kawan dan lawan adalah suatu kewajaran
ما أحد الا وله محب ومبغض, فان كان لا بدّ من ذلك, فليكن المرء مع أهل طاعة الله عز وجل.
Setiap orang pasti ada yang mencintai dan ada yang membenci, maka bergabunglah bersama orang-orang shaleh. 
Tanda hati yang ikhlas
اذا ثبت الأصل في القلب, أخبر اللسان عن الفروع.
Jika akar sudah tumbuh di hati, lidah akan mengabarkan cabangnya. 
Nasehat yang tulus
من واعظ أخاه سرا, فقد نصحه وزانه, ومن وعظه علانية, فقد فضحه وخانه.
Barangsiapa menasehati saudaranya ketika sendirian berarti ia mencintainya, barangsiapa menasehatinya dalam keramaian berarti ia membongkar aib dan mengkhianatinya. 
Berbangga dengan nasab (keturunan)
الكفاءة في الدين لا في النسب, لو كانت الكفاءة في النسب لم يكن أحد في الخلق كفوءا كفاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم, ولا لبنات الرسول صلى الله عليه وسلم.
Kehormatan terletak pada kadar agama bukan keturunan, andaikan kehormatan terletak pada keturunan niscaya tak ada seorang pun yang menandingi kehormatan Fatimah putri Rasulullah saw, atau putri-putri beliau lainnya. 
Jangan sekali-kali menyakiti hati orang
بئس الزاد الى المعاد العدوان على العباد.
Bekal paling merugikan untuk di bawa ke akhirat adalah permusuhan. 
Menjaga Lisan
احفظ لسانك أيها الانسان       لا يلدغنّك انـه ثعبـان
كم في المقابر من قتيل لسانه             كانت تهاب لقاءه الأقران
Jagalah lidahmu wahai manusia, jangan sampai ia mematukmu karena ia adalah ular.
Berapa banyak kuburan yang dipenuhi oleh korban lidah.
Dahulu teman-temannya enggan berjumpa dengannya.
سئل الشافعي رحمه الله عن مسألة.
فقيل له: ألا تجيب رحمك الله!
فقال: حتى أدري الفضل في سكوتي أو في جوابي.
Imam Syafi’I pernah ditanya: “Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaan?”
Beliau menjawab: “Agar aku dapat memahami mana yang lebih utama, diam atau menjawab pertanyaan” 
Cinta Palsu
من ادعى أنه جمع بين حب الدنيا وحب خالقها في قلبه فقد كذب.
Barangsiapa mengaku dapat menggabungkan dua cinta dalam hatinya, cinta dunia sekaligus cinta Allah, maka dia telah berdusta.
تعصي الاله وأنت تظهر حبه      هذا محال في القياس بديع
لو كان حبك صادقا لأطعته             ان المحب لمن يحب مطيع
Kau bermaksiat lalu mengaku mencintai-Nya?           ini sungguh mustahil terjadi
Andaikan cintamu itu sejati kau pasti menaati-Nya   Tandanya cinta adalah taat. 
Keutamaan mempelajari bahasa Arab
أصحاب العربية جنّ الانس, يبصرون ما لا يبصر غيرهم.
Para ahli bahasa adalah jin-nya manusia, mereka bisa melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh orang biasa. 
Siapakah wali Allah?
ان لم يكن العلماء العاملون أولياء الله, فلا أعلم لله وليّا.
Jika para wali Allah bukan berasal dari para ulama yang mengamalkan ilmu mereka, maka aku tidak tahu siapa lagi para wali. 
Jika orang bodoh mengoceh
اذا نطق السفيه فلا تجبه           فخير من اجابته السكوت
Jika orang bodoh mengoceh tak perlu kau jawab       jawaban terbaik adalah diam
يخـاطبني السفـيه بكل قبـح   فـأكـره أن أكـون لـه مجـيـبـا
يزيد سـفاهة فأزيد حـلمـا   كـعـود زاده الاحـراق طـيـبـا
Orang dungu mengajakku berbicara dengan kasar                 aku enggan menjawabnya
Dia tambah kedunguannya, aku menambah kelembutan        bak kayu yang dibakar dalam api. 
Padamkan api dengan air
لما عفوت ولم أحقد على أحد    أرحت نفسي من هـمّ العـداوات
اني أحييّ عدوي عند رؤيتـه     لأدفع الشـرّ عني بـالتـحيّـات
Ketika aku memaafkan dan menghapuskan kedengkian        jiwaku semakin lega
Aku menyambut orang-orang yang memusuhiku       dengan ucapan selamat. 
Lilin: menerangi sekitar namun membakar diri sendiri
يا واعظ الناس عمّا أنت فاعله           يا من يعدّ عليه العمر بالنفس
احفظ لشيبك من عيب يدنّسه           ان البياض قليل الحمل للدنس
كحامل لثياب الناس يغسلها             وثوبه غارق في الرجس والنجس
تبغي النجاة ولم تسلك طريقتها   ان السفينة لا تجري على اليبس
Wahai orang yang mencegah sementara dirinya mencebur
Wahai orang yang menghitung usianya dalam desahan nafas
Jagalah ubanmu dari kotoran yang mengotorinya
Karena warna putih itu mudah terkotori
Ibarat buruh yang membawa pakaian orang lain untuk dicuci
Sementara pakaiannya sendiri kotor berlumur noda dan najis
Kau mengharap keselamatan tapi kau enggan menempuh jalannya
Kapal itu tidak berlayar di daratan. 
Penyebab lemahnya ingatan
شكوت الى وكيع سوء حفظي          فأرشدني الى ترك المعاصي
وأخبرني بأن العلم نور                   ونور الله لا يهدى لعاصي
Aku mengadu kepada guruku, Waki’, tentang hafalanku yang kacau
Maka ia menasehatiku agar aku menjauhi kemaksiatan
Ia memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah takkan diberikan kepada pelaku maksiat. 
Belajar dari kecil hingga mati
تعلّم فليس المرء يولد عالما        وليس أخو علم كمن هو جاهل
وان كبير القوم لا علم عنده             صغير اذا التفّت عليه الجحافل
وانّ صغير القوم وان كان عالما   كبير اذا ردّت اليه المحافل
Belajarlah! Karena tak seorang pun yang terlahir sebagai ilmuwan
Seorang yang berilmu tak sama dengan orang bodoh
Pembesar suatu kaum jika bodoh akan menjadi kecil saat para pembesar berkumpul
Orang kecil jika pandai akan tampak besar saat berada dalam perkumpulan
نعيب زماننا والعيب فينا          وما لزمانا عيب سوانا
ونهجو ذا الزمان بغير ذنب       ولو نطق الزمان لكان هجانا
وليس الذئب يأكل لحم ذئب     ويأكل بعضنا بعض عيانا 
ان لله عبادا فطنا                تركوا الدنيا وخافوا الفتنا
نظروا فيها فلما علموا          أنها ليست لحيّ وطنا
جعلوها لجّة واتخذوا            صالح الأعمال فيها سفنا 
عين الرضا عن كل عيب كليلة ولكنّ عين السخط تبدي المساويا
ولست بهيّاب من لا يهابني            ولست أرى للمرء ما لا يرى ليا
فان تدن مني تدن منك مودتي         وان تنأ عني, تلقني عنك نائيا
كلانا غنيّ عن أخيه حياته             ونحن اذا متنا أشد تغانينا

https://danangsyria.wordpress.com/2012/05/26/petuah-petuah-imam-syafii/

Selasa, 24 Februari 2015

SRIKANDI NU

NYAI UMROH MAHFUDLOH

Di dunia pewayangan, dikenal seorang wanita tangguh yang bernama Srikandi. Bersama sang suami, Arjuna, keduanya berjuang bersama membela panji Pandawa. Sosok Srikandi itu, rasanya patut kita sematkan pada diri Umroh Machfudzoh, ketua Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang pertama.
Jalan cerita Umroh bersama sang suami, KH Tolchah Mansoer, sekilas mirip kisah Arjuna-Srikandi. Hanya saja pada waktu itu, keduanya bukan membela panji Pandawa, melainkan panji pelajar putera-puteri NU (IPNU-IPPNU). Di organisasi itulah mereka bertemu, berjuang bersama, dan akhirnya meneruskan menuju ke jenjang pelaminan.
Umroh Lahir di Gresik 4 Februari 1936 M dari pasangan KH Wahib Wahab (Menteri Agama ke 7 yaitu  1958 – 1962) dan Hj Siti Channah. Beliau adalah cucu dari KH Abdul Wahab Hasbullah (pendiri NU dan Rais Aam PBNU 1946 – 1971). Sebagai cucu pendiri NU, masa kecil Umroh banyak dilalui di lingkungan pesantren, khususnya pada masa liburan yang banyak dihabiskan di Tambak Beras, Jombang, tempat kelahiran ayahnya.
Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, sejak kecil Umroh dididik untuk bisa hidup mandiri. Umroh mengawali pendidikan dasar di kota kelahirannya. Sempat berhenti sekolah hingga tahun 1946 karena clash II, Umroh kemudian melanjutkan ke MI NU di Boto Putih, Surabaya. Hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah sekaligus mewujudkan impian merantaunya terpenuhi ketika diterima sebagai siswa SGA (Sekolah Guru Agama) Surakarta.
Ketika partai-partai politik meluaskan sayapnya pada pertengahan 50-an, Umroh mulai menerjunkan diri sebagai Seksi Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) -organisasi pelajar afiliasi partai Masyumi- ranting SGA Surakarta. Namun, sejak berdirinya NU sebagai partai politik sendiri tahun 1952, Umroh mulai berkenalan dengan organisasi-organisasi di lingkungan NU.
Sembari mengajar di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta, Umroh yang nyantri di tempat Nyai Masyhud (Keprabon Solo) mulai menerjunkan diri sebagai wakil ketua Fatayat NU Cabang Surakarta. Semangat Umroh yang menyala-nyala membawa pada kesadaran akan perlunya sebuah organisasi pelajar yang khusus menghimpun putra-putri NU.
Membidani Lahirnya IPPNU
Di mata kader IPPNU saat ini, Umroh merupakan sosok wanita inspiratif . “Beliau adalah inspirator bagi kami. Beliau adalah kebanggan kami,” kata Margaret Aliyatul, ketua IPPNU periode lalu kepada NU Online, saat wafatnya Umroh tahun 2009 lalu.
“Ini adalah hal yang luar biasa karena kondisi pada saat itu pasti lebih sulit dibandingkan saat ini, dan beliau bisa merealisasikan pendirian organisasi pelajar puteri dan kemudian berkembang menjadi organisasi nasional. Beliau adalah perintis dan kami tinggal melanjutkan saja,” lanjutnya.
Berdirinya IPNU yang khusus menghimpun pelajar-pelajar putra pada awal tahun 1954, memang tak lepas dari perjuangan Umroh dan kawan-kawan untuk membuat organisasi serupa khusus untuk para pelajar putri. Gagasannya dituangkan lewat diskusi intensif dengan para pelajar putri NU di Muallimat NU dan SGA Surakarta yang sama-sama nyantri di tempat Nyai Masyhud. Kegigihan Umroh memperjuangkan pendirian IPNU-Putri (kelak berubah menjadi IPPNU) membawanya duduk sebagai Ketua Dewan Harian (DH) IPPNU. DH IPPNU adalah organ yang bertindak sebagai inkubator pendirian sekaligus pelaksana harian organisasi IPPNU.
Aktivitas di IPPNU yang tidak begitu lama diisi dengan sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang IPPNU, khususnya di Jawa. Umroh juga tampil sebagai juru kampanye partai NU pada pemilu 1955. Tidak genap setahun menjabat Ketua Dewan Harian, Umroh meninggalkan Surakarta untuk menikah dengan M. Tolchah Mansoer, Ketua Umum PP IPNU pertama.
Meskipun menetap di Yogyakarta, Umroh tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap organisasi yang ikut dia lahirkan. Kedudukan Dewan Penasehat PP IPPNU yang dipegang hingga saat ini, membuatnya tidak pernah absen dalam setiap perhelatan nasional yang diselenggarakan IPPNU.
Riwayat organisasi Umroh berlanjut pada tahun 1962 sebagai seksi Sosial PW Muslimat NU DIY. Kedudukan ini mengantarkan Umroh sebagai Ketua I Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta hingga tahun 1987.
Kesibukan keluarga tidak mengendurkan hasratnya untuk melanjutkan ke Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Pendidikan S-1 diselesaikan dalam waktu enam tahun sembari aktif sebagai Wakil Ketua Pengurus Poliklinik PW Muslimat NU DIY. Sementara itu, perhatian di bidang sosial disalurkan dengan menjabat sebagai Ketua Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang membidangi kegiatan-kegiatan di bidang peningkatan kesejahteraan sosial di wilayah Yogyakarta.
Berjuang Lewat Parpol
Jabatan Ketua PW Muslimat NU DIY diemban selama dua periode berturut-turut sejak tahun 1975. Kesibukan ini tidak menghalangi aktivitas sebagai Seksi Pendidikan Persahi (Pendidikan Wanita Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) dan Gabungan Organisasi Wanita wilayah Yogyakarta. Naluri politik yang tersimpan selama belasan tahun ternyata tidak bisa dipendam Umroh begitu saja. Aktivitas sebagai bendahara DPW PPP mengantarkannya terpilih sebagai anggota DPRD DIY periode 1982-1987.
Karir politiknya terus meningkat dari Wakil Ketua menjadi Pjs. Ketua DPW PPP DIY. Jabatan terakhir ini membawa Umroh ke Jakarta sebagai anggota DPR RI dari FPP selama dua periode. Umroh pernah menjabat sebagai Ketua Wanita Persatuan Pusat, organisasi wanita yang bernaung di bawah PPP. Sebagai anggota dewan, Umroh tercatat beberapa kali mengadakan kegiatan internasional diantaranya muhibah ke India, Hongaria, Perancis, Belanda, dan Jerman.
Domisili di Jakarta memudahkan Umroh melanjutkan aktivitas ke-NU-an sebagai Ketua Departemen Organisasi PP Muslimat NU, berlanjut sebagai Ketua III sampai sekarang. Sempat menikmati pensiun pasca pemilu 1997, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan oleh Pengurus Besar NU mendorong Umroh terjun kembali ke dunia politik sebagai salah satu anggota DPR RI hasil pemilu 1999.
Sesepuh pendiri Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Hj Umroh Machfudzoh meninggal dunia pada Jumat (6/11/2009) pagi sekitar pukul 06.45 WIB di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Almarhumah meninggal pada usia 73 tahun dan dimakamkan sekitar pukul 15.30 WIB di pemakaman dekat kediaman Komplek Pondok Pesantren Sunni Darussalam, Tempelsari, Manguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
Sumber ;
http://aswajanucenterjatim.com/utama/srikandi-pejuang-nu/

Sejarah IPNU IPPNU (1)

Sejarah Awal Berdirinya IPNU 

Masa Pra Kelahiran (1926-1954)

Maraknya Organisasi-organisasi Pelajar NU
Sejak berdirinya, Nahdlatul Ulama telah melahirkan neven-neven berdasarkan kelompok usia dengan faham Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Muslimat NU, GP Ansor, dan Fatayat NU yang terbentuk kala itu ternyata masih menyisakan suatu celah lowongnya pengkaderan, khususnya bagi para remaja usia sekolah.(1) Pemikiran untuk menghimpun para pelajar yang berusia belia ini bukan tidak ada, alih-alih beberapa organisasi pelajar yang berfaham Aswaja pada waktu itu sudah marak sejak masa pra kemerdekaan. Pada tanggal 11 Oktober 1936, putra-putra warga NU di Surabaya mendirikan perkumpulan bernama ‘Tsamrotul Mustafidin’. Di kota yang sama pada tahun 1939 didirikan pula sebuah perkumpulan yang dinamakan ‘Persatoean Santri NO’ (PERSANO). Di kota Malang menyusul lahirnya sebuah perkumpulan bernama ‘Persatoean Anak Moerid NO’ (PAMNO) pada tahun 1941 dan ‘Ikatan Moerid NO’ tahun 1945.
Di luar pulau Jawa berdiri beberapa perkumpulan diantaranya ‘Ijtimauttolabah NO’ (ITNO) tahun 1946 di Sumbawa yang memiliki persatuan sepak bola dengan nama ‘Ikatan Sepak Bola Peladjar NO’ (ISPNO).(2) Selain itu di Pulau Madura pada tahun 1945 didirikan sebuah perkumpulan bernama ‘Syubbanul Muslimin’. Lahirnya perkumpulan-perkumpulan pelajar di atas pada masa revolusi kemerdekaan merupakan bukti bahwa semangat berorganisasi dan berjuang di kalangan generasi muda, khususnya yang berfaham Aswaja, senantiasa menyala-nyala.
Pada tanggal 22 Oktober 1945 rapat besar wakil-wakil daerah Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa/Madura mengeluarkan “Resolusi Jihad Fii Sabilillah” untuk mempertahankan dan menegakkan agama dan kedaulatan Republik Indonesia Merdeka. Situasi ini mendorong seluruh perkumpulan pelajar di kota-kota di atas untuk terjun langsung dalam kancah revolusi fisik menentang kembalinya penjajah Belanda. Hal ini merupakan sumbangsih para pelajar NU sekaligus bukti bahwa sejak mula generasi muda NU telah menunjukkan tebalnya semangat nasionalisme yang dilandasi kesadaran menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan negara RI yang diproklamasikan tahun 1945.
Selama kurang lebih lima tahun sejak berdirinya republik, seluruh kekuatan bangsa Indonesia sedang diarahkan pada upaya mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama kurun itu ribuan syuhada gugur di medan laga dengan meninggalkan semangat yang terwariskan ke generasi berikutnya. Perjuangan diplomasi di kancah internasional pun tak kurang dilakukan oleh para pemimpin RI kala itu. Setelah perjuangan panjang yang melelahkan, akhirnya Belanda secara resmi mengakui kedaulatan RI pada bulan Desember 1949. Upacara pengakuan kedaulatan berjalan paralel di Jakarta dan di Belanda. Kehidupan di tanah air kemudian mulai berjalan normal, orang kembali sibuk dengan kegiatan kesehariannya, beberapa perkumpulan mulai marak mengadakan kegiatan, demikian pula Nahdlatul Ulama dan neven-nevennya.
Pada awal dekade 50-an mulai muncul semangat baru di kalangan generasi muda NU untuk bergerak. Perkumpulan-perkumpulan berfaham Aswaja yang lahir sebelum itu dipandang terlalu bersifat lokal di samping efektivitas organisasinya melemah seiring dengan pudarnya gaung revolusi yang mendominasi kelahiran perkumpulan-perkumpulan tersebut sehingga dipandang perlu mendirikan perkumpulan baru yang lebih berorientasi pada pengkaderan pelajar dan bersifat nasional. Kesadaran ini memperoleh bentuk yang kongkrit di beberapa tempat dengan berdirinya organisasi seperti ‘Ikatan Siswa Muballighin NO’ (IKSIMNO) pada tahun 1952 di Semarang dan ‘Persatuan Peladjar NO’ (PERPENO) pada tahun 1953 di Kediri.(3)Disusul oleh kota Bangil beberapa bulan kemudian dengan berdirinya ‘Ikatan Peladjar Islam NO’ (IPINO). Sementara itu pada awal tahun 1954 di kota Medan, Sumatera Utara, didirikan pula IPNO singkatan dari ‘Ikatan Peladjar NO’, yang sudah mirip dengan nama organisasi IPNU (singkatan dari ‘Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’) yang lahir kurang lebih dua bulan kemudian.
Kelahiran IPNU
Realitas akan keberadaan perkumpulan yang demikian banyak tersebut menunjukkan betapa tinggi antusiasme berorganisasi di kalangan remaja NU. Namun, pada masa itu keberadaan mereka masing-masing tidak saling mengenal kendati memiliki beberapa titik kesamaan, khususnya pada nilai-nilai kepelajaran dan faham Aswaja. Titik-titik kesamaan ini memberikan inspirasi bagi para pelopor pendiri organisasi -yang nantinya bernama IPNU- untuk menyatukan seluruh perkumpulan tersebut ke dalam satu wadah resmi di bawah payung PB Nahdlatul Ulama. Gagasan ini disampaikan dalam Konperensi Besar LP Ma’arif NU pada bulan Februari 1954 di Semarang oleh pelajar-pelajar dari Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang, yaitu M. Sofyan Kholil, Mustahal, Ahmad Masyhud, dan Abdulgani Farida M. Uda. Atas usul para pelajar ini, pada tanggal 24 Februari 1954 bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H, konbes Ma’arif menyetujui berdirinya organisasi Ikatan Peladjar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan Ketua Pimpinan Pusat Mohammad Tolchah Mansoer yang saat itu tidak hadir dalam konperensi.
IPNU ketika didirikan adalah sebagai anak asuhan LP Ma’arif NU. Baru pada kongres yang keenam di Surabaya, IPNU -dan juga nantinya IPPNU- menjadi badan otonom di bawah PBNU. IPNU tampak semakin melangkah maju dengan diadakannya Konperensi Segi Lima yang terdiri dari utusan-utusan dari Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Jombang dan Kediri pada tanggal 29 April-1 Mei 1954 di Surakarta. Dalam konperensi tersebut diputuskan bahwa organisasi ini berasaskan Ahlussunnah wal Jama’ah, hanya beranggotakan putra saja yang berasal dari pesantren, madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi. Pendirian IPNU bertujuan untuk menegakkan dan menyiarkan agama Islam, meninggikan dan menyempurnakan pendidikan serta ajaran-ajaran Islam, dan menghimpun seluruh potensi pelajar Islam yang berfaham Ahlussunnah wal jama’ah, tidak hanya mereka yang berasal dari sekolah-sekolah NU saja.(4)
Untuk lebih memperkokoh eksistensinya, IPNU mengirimkan wakil dalam Muktamar NU ke-20 pada tanggal 9-14 September 1954 di Surabaya. Delegasi PP IPNU terdiri dari M. Sofyan Kholil, M. Najib Abdulwahab, Abdulgani Farida M. Uda, dan M. Asro yang dipimpin sendiri oleh ketua PP IPNU M. Tolchah Mansoer. Dalam sidang tanggal 14 September 1954, Tolchah mengemukakan urgensi organisasi IPNU yang kemudian mendapat pengakuan bulat oleh Muktamar NU sebagai organisasi pelajar dalam lingkungan NU dengan persyaratan bahwa anggota IPNU hanya putra saja, sedangkan untuk putri diadakan suatu organisasi secara sendiri.(5) Bahkan dalam sidang gabungan delegasi Muslimat-Fatayat dalam muktamar tersebut diputuskan bahwa harus ada organisasi serupa IPNU untuk menampung pelajar-pelajar putri di lingkungan NU ke dalam suatu wadah tersendiri.(6) Keputusan mengenai “suatu wadah tersendiri” inilah yang tampaknya nanti akan mewarnai berdirinya organisasi yang kelak bernama IPPNU.
Muktamar Surabaya ini adalah muktamar pertama semenjak NU menjadi partai politik, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh perhatian muktamirin dicurahkan pada persoalan politik untuk menghadapi pemilu 1955 yang akan berlangsung pada 29 September 1955 untuk anggota DPR dan 15 Desember untuk anggota Konstituante. Gagasan penggalangan potensi pelajar di lingkungan NU tampaknya memberikan tenaga tambahan sebagai upaya konsolidasi seluruh potensi NU menghadapi momentum pemilu. Tidak heran jika pada akhirnya muktamirin menerima secara bulat dibentuknya organisasi pelajar di lingkungan NU. Terlebih Masyumi yang dianggap sebagai rival utama NU, sudah memiliki organisasi pelajar yang tertata rapi yaitu Pelajar Islam Indonesia (PII).
Beberapa bulan kemudian, yakni pada tanggal 28 Februari-5 Maret 1955, IPNU mengadakan muktamar yang pertama di kota Malang, Jawa Timur. Dalam kurun waktu setahun sejak berdirinya -menjelang muktamar yang pertama tersebut- IPNU berhasil meluas hingga ke propinsi-propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur dan DKI Jakarta.(7) Muktamar ini diikuti oleh lebih dari tiga puluh cabang dan beberapa undangan dari pesantren. Gegap gempitanya muktamar ini semakin meriah dengan kehadiran Presiden Soekarno bersama Wakil PM Zainul Arifin dan Menteri Agama K.H. Masykur yang berkenan memberi wejangan kepada muktamirin serta warga Malang yang saat pembukaan muktamar tumpah ruah di halaman pendopo kabupaten Malang. Hadir pula Rois ‘Aam NU K.H. Abdulwahab Chasbullah, Ketua Umum Partai NU K.H. Dachlan dan Ketua Umum PB Ma’arif NU K.H. Syukri Ghozali. Maraknya pemberitaan media massa tentang Muktamar I IPNU di tengah suasana menjelang pemilu pertama sejak Indonesia merdeka dan dikonsolidasikannya segenap kekuatan NU yang sejak tahun 1952 berubah menjadi partai politik tersendiri setelah terpisah dari Masyumi, tak pelak lagi membawa nuansa politik yang teramat kental di arena kongres. Terlebih lagi kongres tersebut dibuka secara langsung oleh Presiden Soekarno yang memang sedang menggalang dukungan di tingkat grass root yang mulai pudar karena rakyat disibukkan dengan konsolidasi partai-partai politik menjelang pemilu 1955.
Delegasi dari cikal bakal IPPNU sebenarnya ikut hadir dalam pembukaan muktamar, namun kontribusi mereka terhadap perhelatan nasional organisasi pelajar NU tampak masih belum terlalu menyolok. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas awal kelahiran IPPNU dan bagaimana perjalanan para pelajar putri NU sampai mereka hadir di ajang muktamar IPNU di atas.
=============
Catatan-catatan:
(1) Gerakan Pemuda Ansor didirikan pada tanggal 24 April 1934 di Banyuwangi Jawa Timur. Dibesarkan dalam tradisi kepanduan, Ansor banyak berperan dalam pembentukan barisan Hizbullah semasa perang kemerdekaan. Tokoh-tokoh pendiri Ansor diantaranya K.H. Thohir Bakri, K.H. Machfudz Sidiq, K.H.A Wahid Hasyim dan K.H. Abdullah Ubaid (lihat “Direktori Organisasi Pemuda Indonesia”, Jakarta: Kantor Menpora, 1997).
(2) Keterangan ini dikutip dari “Sedjarah Perdjuangan IPNU dari Masa ke Masa” (Jakarta: Yayasan Lima empat, 1966) h. 7. Selanjutnya dikutip “Sedjarah Perdjuangan IPNU”. Namun organisasi yang memiliki nama yang hampir serupa yaitu ‘Ijtimaut Tholabiyah’ didirikan di Madura pada tahun 1945 menurut buku “IPNU-IPPNU Jawa Timur dari Masa ke Masa” (Surabaya: PW IPNU-IPPNU Jawa Timur, 1982) h. 4. Selanjutnya dikutip “IPNU-IPPNU Jawa Timur”.
(3) “Sedjarah Perdjuangan IPNU” h. 8. Dalam “IPNU-IPPNU Jawa Timur” disebutkan lahirnya Ikatan Muballigh NU di Semarang pada tahun 1950.
(4) “Sedjarah Perdjuangan IPNU” h. 8.
(5) Ibid h. 9.
(6) Fatayat NU didirikan di Surabaya pada tanggal 24 April 1950 dengan prakarsa Nihayah Bakri, Aminah Mansur, dan Chuzaimah Mansur.
(7) Sambutan ketua umum PP IPNU pada Buku Panduan Muktamar I IPNU 28 Februari-5 Maret 1955 di Malang.

Sejarah IPNU IPPNU (2)

SEJARAH IPNU-IPPNU 2 Masa Kelahiran (1954-1955)

Sekitar akhir tahun 1954, di kediaman Nyai Masyhud yang terletak di bilangan Keprabon, Surakarta, beberapa remaja putri yang kala itu sedang menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, mencoba merespon keputusan Muktamar NU ke-20 di Surabaya tentang perlunya organisasi pelajar di kalangan nahdliyyat.(8) Diskusi-diskusi ringan dilakukan oleh Umroh Machfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, Romlah, dan Basyiroh Saimuri. Dengan panduan ketua Fatayat cabang Surakarta, Nihayah, mereka berbicara tentang absennya pelajar putri dalam tubuh organisasi NU. Lebih-lebih setelah kelahiran Muslimat NU (29 Maret 1946) yang beranggotakan wanita-wanita paruh baya, dan Fatayat NU (24 April 1950) yang anggota-anggotanya banyak didominasi oleh ibu-ibu muda.(9) Pembicaraan itu kemudian berkembang dengan argumentasi Nihayah tentang pentingnya didirikan satu wadah khusus bagi para pelajar putri NU. Apalagi keputusan muktamar ke-20 NU tahun 1954 menyatakan, bahwa IPNU adalah satu-satunya organisasi pelajar yang secara resmi bernaung di bawah NU dan hanya untuk laki-laki, sedangkan pelajar putri sebaiknya diwadahi secara terpisah. Nihayah juga berdalih bahwa banyak pelajar-pelajar putri dari kalangan NU yang dimanfaatkan oleh ormas-ormas yang kebanyakan berafiliasi kepada partai politik tertentu di luar NU. Nihayah bahkan menjabat sebagai Ketua Departemen Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berafiliasi kepada Partai Masyumi, padahal menjelang pemilu 1955 NU sudah berpisah menjadi partai sendiri. Obrolan ringan yang biasanya dilakukan seputar waktu senggang setelah sekolah itu akhirnya berkembang menjadi sebuah gagasan kemungkinan pengiriman pelajar putri NU mendampingi pelajar-pelajar putra yang memang pada awal tahun 1955 sedang mempersiapkan muktamar I IPNU yang akan diadakan di Malang, Jawa Timur.
Gagasan ini menjadi semakin matang dengan diusulkannya pembentukan sebuah tim kecil oleh Ahmad Mustahal -ketua NU cabang Surakarta yang juga secara rajin memantau perkembangan gagasan nahdliyyat muda tersebut- untuk membuat draf resolusi pendirian IPNU-Putri. Tim yang diketuai Nihayah dan sekretaris Atikah Murtadlo ini menyusun draf resolusi di kediaman Haji Alwi di daerah Sememen, Kauman, Surakarta dan memutuskan untuk memberitahukan adanya rencana resolusi tersebut kepada PP IPNU yang berkedudukan di Yogyakarta. Tim juga menetapkan dua orang anggotanya yaitu Umroh Machfudzoh dan Lathifah Hasyim sebagai utusan untuk menemui PP IPNU di Yogyakarta. Selanjutnya utusan tersebut berangkat ke Yogyakarta dan diterima langsung oleh Ketua Umum PP IPNU, M. Tolchah Mansoer. Dalam pertemuannya, Umroh menyampaikan permintaan tim resolusi IPNU-Putri agar PP IPNU dapat menyertakan cabang-cabang yang memiliki pelajar-pelajar putri untuk menjadi peserta/wakil putri pada Kongres I IPNU di Malang. Selanjutnya disepakati pula dalam pertemuan tersebut bahwa peserta putri yang akan hadir di Malang nantinya dinamakan IPNU-Putri.
Konperensi Panca Daerah
Sesuai dengan permintaan dihadirkannya utusan IPNU-Putri sebelumnya, selain dihadiri oleh peserta putra dari cabang-cabang IPNU seluruh Indonesia, pembukaan Muktamar I IPNU di pendopo kabupaten Malang dihadiri pula oleh peserta putri yang ternyata hanya berasal dari lima cabang (berikut nama-nama utusannya) yaitu:
1. Cabang Yogyakarta: Asiah Dawami
2. Cabang Surakarta: Umroh Machfudzoh Wahib, Atikah Murtadlo
3. Cabang Malang: Mahmudah Nahrowi
4. Cabang Lumajang: Zanifah Zarkasyi
5. Cabang Kediri: Maslamah
Setelah selesai acara pembukaan, negosiasi formal dilakukan oleh para peserta putri dengan pengurus teras PP IPNU tentang kelanjutan eksistensi IPNU-Putri yang berdasarkan rencana sebelumnya secara administratif akan hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Pembicaraan tentang kemungkinan ini berjalan cukup alot karena PP IPNU secara formal tidak pernah merasa mendirikan IPNU-Putri dan berakhir buntu pada keputusan diadakannya pertemuan intern lebih lanjut di antara utusan putri yang hadir mengenai kedudukan IPNU-Putri. Hasil akhir negosiasi dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan di antara para peserta putri bahwa organisasi IPNU kelak hanya akan lebih serius untuk menggarap anggota dari kalangan putra. Terlebih melihat keputusan-keputusan Konperensi Segi Lima IPNU di Surakarta dan hasil Muktamar ke-20 NU di Surabaya yang memang mengukuhkan eksklusivitas IPNU, hanya untuk pelajar putra. Melihat hal tersebut, pada hari ke-2 kongres, para peserta putri yang ternyata hanya dikirimkan oleh lima cabang itu sepakat untuk mengadakan pertemuan terpisah dari arena kongres IPNU.
Kelima cabang tersebut kemudian mengadakan pertemuan di kediaman K.H. Nachrowi Thohir di daerah Jagalan, Malang. Selama pembicaraan pendahuluan, di dalam forum tersebut sempat berkembang usulan agar IPNU-Putri hanya merupakan satu departemen khusus dalam organisasi IPNU. Pemikiran ini hampir merata di antara seluruh utusan putri yang hadir karena alasan-alasan sebagaimana akan dikemukakan nanti. Tetapi setelah mengadakan konsultasi dengan dua orang jajaran pengurus teras badan otonom NU yang diserahi tanggung jawab dalam pembinaan organisasi pelajar yaitu, Ketua PB Ma’arif NU, K.H. M. Syukri Ghazali, dan Ketua PP Muslimat NU, Mahmudah Mawardi, yang juga sesekali hadir dalam pertemuan itu, keinginan agar untuk selanjutnya IPNU-Putri adalah badan yang terpisah dari IPNU semakin menyala. Akhir dari pembicaraan selama beberapa hari itu berhasil menelurkan keputusan-keputusan sebagai berikut:
1. Pertemuan yang berlangsung pada 28 Februari-5 Maret 1955 dan dihadiri oleh utusan dari lima cabang IPNU-Putri itu selanjutnya disebut sebagai “Konperensi Panca Daerah”.
2. Pembentukan organisasi IPNU-Putri yang secara organisatoris dan administratif terpisah dari IPNU.
3. Tanggal 2 Maret 1955 bertepatan dengan 8 Rajab 1374 H, yaitu hari deklarasi resolusi terbentuknya IPNU-Putri ditetapkan sebagai hari lahir IPNU-Putri (kelak menjadi IPPNU).
4. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan cabang-cabang selanjutnya ditetapkan susunan pengurus Dewan Harian (DH) IPPNU sebagai berikut:
Ketua : Umroh Machfudzoh Wahib
Sekretaris : Syamsiah Muthoyib
dengan tugas-tugas: (a). Mensosialisasikan pembentukan IPNU-Putri kepada pelajar-pelajar putri NU di seluruh Indonesia. (b). Membentuk wilayah-wilayah serta cabang-cabang di seluruh Indonesia. (c). Mengadakan konperensi besar sekaligus peresmian berdirinya IPNU-Putri. (d). Menyusun dan menetapkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sementara sampai ditetapkannya secara resmi dalam forum muktamar atau konbes. AD IPPNU berhasil disusun oleh DH dan ditetapkan sebagai AD sementara pada tanggal 11 Maret 1955.
5. Dewan Harian ini bertugas sampai dengan terbentuknya Pimpinan Pusat definitif yang dipilih melalui forum muktamar atau konperensi besar. PP IPNU-Putri selanjutnya berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah.
6. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU-Putri kepada PB Ma’arif-NU. Pada tanggal 4 Maret 1955, dikeluarkan surat persetujuan resolusi berdirinya IPNU-Putri dari PB Ma’arif NU. Selain itu PB Ma’arif juga mengusulkan perubahan nama menjadi IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama).(10)
Demikianlah untuk selanjutnya IPPNU berjalan berkelindan dengan IPNU bahu-membahu dalam upaya mengkader pelajar-pelajar di lingkungan NU demi kesinambungan kepemimpinan organisasi yang didirikan para alim ulama ini.
=============
Catatan-catatan:
(8) Nyai Masyhud adalah ibu dari Ny. Mahmudah Mawardi, ketua umum PP Muslimat NU 1952-1979, dan nenek dari Farida Mawardi, ketua umum PP IPPNU periode 1963-1966.
(9) Nihayah berperan aktif dalam pembentukan IPPNU hanya sampai akhir tahun 1954 karena harus meninggalkan Surakarta dan menikah dengan K.H. Ahmad Siddiq. Kyai Siddiq adalah Rais ‘Aam PBNU hasil muktamar NU ke-27 di Situbondo dan terpilih lagi pada muktamar ke-28 di Yogyakarta tahun 1989.
(10) Wawancara terpisah dengan Umroh M., Nihayah Ahmad Siddiq, dan Mahmudah Nachrowi.
sumber ;
https://ipnuippnupadie.wordpress.com/keluarga-kami/sejarah-ipnu-ippnu-2-masa-kelahiran-1954-1955/

Negara Islam?

Apakah ada Konsep Negara Islam
Adalah pertanyaan sangat menarik untuk diketahui jawabannya, apakah sebenarnya konsep Islam tentang negara? Sampai seberapa   jauhkah hal ini dirasakan oleh kalangan pemikir Islam sendiri? Dan,  apakah konskwensi dari konsep ini jika memang ada? Lalu, apakah konskwensi dari konsep itu sendiri? Rangkaian pertanyaan di atas perlu diajukan di sini, karena dalam beberapa tahun terakhir ini banyak diajukan pemikiran tentang Negara Islam, yang berimplikasi pada  orang yang tidak menggunakan pemikiran itu, telah meninggalkan Islam.

Jawaban-jawaban atas rangkaian pertanyaan itu dapat disederhanakan dalam pandangan penulis dengan kata-kata: tidak ada. Penulis beranggapan, Islam sebagai jalan hidup (syari’ah) tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara. Mengapakah penulis beranggapan demikian? Karena sepanjang hidupnya , penulis telah mencari  dengan sia-sia makhluk yang dinamakan Negara Islam itu. Sampai hari inipun ia belum menemukannya, jadi tidak salahlah jika disimpulkan memang Islam tidak memiliki konsep bagaimana negara harus dibuat dan dipertahankan.

Dasar dari jawaban itu adalah tiadanya pendapat yang baku dalam dunia Islam tentang dua hal. Pertama, Islam tidak mengenal pandangan yang  jelas dan pasti tentang pergantian pemimpin. Rasulullah saw digantikan Sayyidina Abu Bakar –tiga hari setelah beliau wafat. Selama masa itu masyarakat kaum muslimin, minimal di Madinah, menunggu dengan sabar bagaimana kelangkaan petunjuk tentang hal itu dipecahkan. Setelah tiga hari, semua bersepakat bahwa Sayyidina Abu Bakar-lah yang menggantikan  Rasulullah saw melalui bai’at/prasetia. Janji itu disampaikan oleh para kepala  suku/wakil-wakil mereka, dan dengan demikian terhindarlah kaum muslimin dari malapetaka. Sayyidina Abu Bakar sebelum meninggal dunia, menyatakan kepada komunitas kaum muslimin, hendaknya Umar Bin Khattab yang diangkat menggantikan beliau, yang berarti telah ditempuh cara penunjukkan pengganti, sebelum yang digantikan wafat. Ini tentu sama dengan penunjukkan seorang Wakil Presiden di masa modern ini, yang harus mempersiapkan diri untuk mengisi jabatan itu jika berpindah  ke tangannya.

Ketika Umar ditikam Abdurrahman bin Muljam dan berada di akhir masa hidupnya, ia meminta agar ditunjuk sebuah dewan pemilih/electoral college (ahl halli wa al-aqdhi), yang terdiri dari tujuh orang, termasuk anaknya, Abdullah, yang tidak boleh dipilih  menjadi pengganti beliau. Lalu,  bersepakatlah mereka untuk mengangkat Ustman bin Affan sebagai kepala negara/kepala pemerintahan.  Untuk selanjutnya, Ustman digantikan  oleh Ali bin Abi Thalib.  Pada saat itu, Abu Sufyan tengah mempersiapkan anak cucunya untuk mengisi jabatan  di atas, sebagai penganti Ali bin Abi Thalib. Lahirlah dengan demikian, sistem kerajaan dengan sebuah marga yang   menurunkan calon-calon raja/sultan dalam Islam.

******

Demikian pula, besarnya negara yang dikonsepkan menurut Islam, juga tidak jelas  ukurannya. Nabi meninggalkan Madinah  tanpa ada kejelasan mengenai bentuk pemerintahan bagi kaum muslimin. Di masa Umar bin Khattab,  Islam adalah Imperium Dunia dari pantai timur Atlantik hingga Asia Tenggara. Sudah tentu di dalamnya  juga ada pandangan tentang ukuran negara. Ternyata tidak ada kejelasan juga apakah sebuah negara Islam berukuran mendunia, sebuah bangsa saja (wawasan etnis) dengan demikian tidak jelas;   negara-bangsa (nation-state), ataukah negara-kota (city state) yang menjadi bentuk konseptualnya.

Dalam hal ini, Islam menjadi seperti komunisme: manakah  yang didahulukan, antara sosialisasi sebuah negara-bangsa yang beridiologi satu sebagai   negara induk, ataukah menunggu sampai seluruh dunia di-Islam-kan, baru dipikirkan bentuk negara dan idiologinya?  Menyikapi analogi negara Komunis, manakah yang didahulukan antara pendapat Joseph Stalin ataukah Leon Trotsky? Sudah tentu tidak sampai membunuh Trotsky di Meksiko, seperti yang dilakukan Stalin.

Hal ini menjadi sangat penting, karena mengemukan gagasan  Negara Islam tanpa ada kejelasan konseptualnya, berarti membiarkan gagasan tersebut tercabik-tercabik karena perbedaan pandangan  para pemimpin Islam sendiri. Misalnya, kemelut di Iran, antara para “pemimpin moderat” seperti Presiden Khatami dan para “Mullah Konservatif” seperti Rafsanjani saat ini. Satu-satunya hal yang mereka sepakati bersama adalah nama “Islam” itu sendiri. Mungkin, mereka juga berselisih paham tentang “jenis” Islam yang akan diterapkan dalam negara tersebut, haruskah Islam Syi’ah atau sesuatu yang lebih “Universal”? Kalau harus mengikuti paham Syi’ah itu, bukankah gagasan Negara Islam lalu menjadi milik kelompok minoritas belaka? Bukankah syi’isme hanya menjadi pandangan satu dari delapan orang muslim di dunia  saja?

*****

Jelaslah dengan demikian, gagasan Negara Islam adalah sesuatu yang tidak konseptual, dan tidak diikuti oleh mayoritas kaum muslimin. Iapun hanya dipikirkan oleh sejumlah orang pemimpin saja, yang terlalu memandang Islam dari sudut institusionalnya belaka. Belum lagi kalau dibicarakan lebih lanjut, dalam arti bagaimana halnya dengan mereka yang menolak gagasan tersebut, adakah mereka masih  layak disebut   kaum  muslimin atau bukan? Padahal mereka adalah mayoritas penganut agama tersebut?

Kalau diteruskan dengan sebuah pertanyaan lain, akan menjadi berantakanlah gagasan tersebut: dengan cara apa dia akan diwujudkan? Dengan cara terror atau dengan “menghukum” kaum non-muslim? Bagaimana halnya  dengan para pemikir muslimin yang mempertahankan hak mereka, seperti yang dijalani penulis? Layakkah ia disebut   kaum  teroris, padahal ia sangat menentang penggunaan  kekerasan untuk mencapai sebuah tujuan. Lalu, mengapakah ia harus bertanggungjawab atas perbuatan kelompok minoritas yang menjadi  para teroris itu?

Jakarta, 18/4/2002

Gus Dur