Jumat, 13 November 2015

Doa seminar

DOA Seminar pilkada

TAAWUDZ

BASMALAH

HAMDALAH, HAMDAN YUWAFI NIKMAHU WA YUKAFIU MAZIDAH

YA RABBANA LAKAL HAMDU, KAMA YANBAGHI LIJALALI WAJHIKA WA ADHIIMI SULTHANIK

ALLAHUMMA SHALLI ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN WA ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD

ALLAHUMMA YA ALLAH , YA TUHAN KAMI,

DENGAN MENGUCAPKAN  PUJI SERTA SYUKUR KEHADIRAT-MU ATAS SEGALA RAHMAT KARUNIA-MU YANG TELAH ENGKAU LIMPAHKAN KEPADA KAMI , KEPADA PARA PEMIMPIN KAMI, KEPADA MASYARAKAT DAN BANGSA KAMI, KAMI MEMOHON KEPADAMU

ALLAHUMMA YA ALLAH YA RABBANA YA KARIM

JADIKANLAH ACARA SEMINAR INI , SEBAGAI MAJLIS ILMU YANG BERMANFAAT, YANG MEMBUAHKAN HASIL UNTUK DAPAT BERMANFAAT BAGI TERLAKSANA SUKSESNYA PILKADA DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN BANGSA KAMI.

ALLAHUMMA YA ALLAH YA RABBANA YA KARIM

JADIKANLAH KAMI SEMUA , BANGSA YANG MEMILIKI SIFAT AMANAH, JIKA KAMI PEMIMPIN JADIKANLAHN PEMIMPIN YANG AMANAH JIKA KAMI RAKYAT BIASA JADIKAN RAKYAT YANG AMANAH, KAMI YAKIN DENGAN AMANAH AKAN MENDATANGKAN RIZKI DAN KEMAKMURAN

ALLAHUMMA YA ALLAH YA HADI, IHDINAS SHIRATHAL MUSTAQIM

BETAPA BANYAK MUSIBAH YANG TELAH  MENIMPA MASYARAKAT DAN BANGSA KAMI, KAMI YAKIN MUSIBAH ITU TERJADI KARENA ENGKAU MASIH CINTA DAN SAYANG KEPADA KAMI, AGAR KAMI MAU KEMBALI KEJALAN-MU. KAMI INGAT AKAN KEKUASAAN-MU, AGAR KAMI SADAR UNTUK AKAN MELAKSANAKAN ATURAN DAN NORMA-MU

YA ALLAH YA TAWWAB

JADIKANLAH KAMI HAMBA-HAMBA-MU  ORANG YANG MAU BERTAUBAT DENGAN TAUBATAN NASUHA. SERTA JADIKAN KAMI HAMBA-MU YANG PANDAI BERSYUKUR ATAS SEGALA NIKMAT  YANG TELAH ENGKAU BERIKAN KEPADA KAMI

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ في كل مكان

“Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam.

YA ALLAH, AMPUNILAH DOSA DAN KESALAHAN KAMI, JANGANLAH DENGAN SEBAB KESALAHAN KAMI DENGAN SEBAB KEZHALIMAN KAMI ENGKAU MENIMPAKAN AZAB YANG SANGAT DAHSYAD KEPADA KAMI

YA ALLAH, HANYA KEPADA-MU KAMI MELAKUKAN PEBGABDIAN DAN HANYA KEPADA-MU KAMI MOHON PERTOLONGAN. IYYAKA NA`BUDU WAIYYAKA NASTA`IN.

RABBANA TAQABBALMINNA INNAKA ANTASSAMIUL ALIM, WATUB`ALAINA INNAKA ANTATTAUWABURRAHIM.

WASHALLALLAHU ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN WA ALA ALIHI WA SHAHBIHI WA SALLAMA WAL HAMDU LILLAHI RABBIL ALAMIN

Senin, 02 November 2015

وليمة الحمل

Walimatul Hamli -atau dalam terminologi Jowo disebut Tingkepan- merupakan tradisi jawa yang telah turun-menurun diselenggarakan dengan maksud berbagi (bersedekah) dengan sanak saudara dan tetangga, serta berdoa agar kelak Buah Hati yang sangat didamba dapat terlahir dengan selamat, menjadi anak yang Sholeh dan Sholehah, dianugerahi rizqi yang halal dan lapang, dikaruniai umur panjang barokah, serta selamat Dunia dan Akhirat. 

Walimatul Hamli atau Tingkepan biasanya dihelat pada saat kandungan berumur 120 hari atau 4 bulan (Ngupati, jawa), karena pada masa-masa itu embrio (janin) dalam kandungan mulai diberi Ruh dan juga ditentukan Rizqi dan ajalnya, serta diputuskan nasibnya, sebagai orang yang beruntung atau orang yang celaka. Oleh karena itu, moment tersebut dinilai sangat tepat oleh kebanyakan orang untuk mendoakan calon anaknya, sehingga mereka menghelat ritual tingkepan, dengan maksud supaya segala kebaikan yang diharapkan terlimpah kepada sang buah hati, dapat di-ijabahi oleh Dzat yang Maha Kuasa, Allah Azza Wa Jalla. 

Selain Ngupati (Walimatul Hamli disaat Janin berumur 4 bulan), Walimatul Hamli oleh sebagian besar masyarakat terkadang juga dirayakan ketika Kandungan memasuki usia 7 bulan (mitoni, jawa). Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam surat Al A’raf ayat 189: 

فَلَماّ تَغَشّاهَا حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيفاً فَمَرّتْ بِهِ فَلَمّآ أَثْقَلَتْ دَّعَوَا اللّهَ رَبَّـهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحاً لَّنَكُونَنّ مِنَ الشّاكِرِينَ. 

(الأعرف: 189) 

Artinya: "Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala merasa dia berat, keduanya (suami-istri) memohon kepada Allah, Tuhan-nya, seraya berkata “Sesungguhnya jika Engkau memberi anak yang sempurna, tentulah Kami termasuk orang – orang yang bersyukur”. (QS: Al A’raf, 189) 

Sementara, tentang teknis pelaksaannya tidak jauh beda dengan Walimatul Hamli 4 bulan (Ngupati), yakni Bersedekah dan Berdoa. 

Adapun doa yang dibaca saat Walimatul Hamli adalah sebagai berikut: 

1. Doa Walimah Hamli 4 Bulan (Ngupati) 

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله وبالله ومن الله والى الله ولا غالب الا الله ولايفوته هارب من الله وهو الحي القيوم نعيذ هذا الحمل البالغ أربعة أشهر بالله اللطيف الحفيظ الذي لااله الاهو عالم الغيب والشهادة هو الرحمن الرحيم ونعيذه بكلمات الله التامة وبأسمائك المعظمة وآياته الكريمة وحروفها المباركة من شر الانس والجان ومن مكر الليل والنهار والاواني ومن جميع الفتن والبلايا والعصيان ومن شر النفاثات في العقد ومن شر حاسد اذا حسد. اللهم اجعله ولدا صالحا كريما كاملا عاقلا عليما نافعا مباركا حليما. اللهم زينه بزينة الاخلاق الكريمة والصورة الجميلة ذي الهيبة والهيئة المليحة والروح على الفطرة الجزيلة. اللهم اكتبه في زمرة العلماء الصالحين وحملة القرآن العاملين وارزقه عملا يقربه الى الجنة مع النبيين يااكرم الاكرمين ويا خير الرازقين. اللهم ارزقه وامه في طاعتك المقبولة وذكرك وشكرك وحسن عبادتك المرضية واحفظه من السقط والنقص والعلة والكسل والخلقة المذمومة حتى وضعته امه على صحة وعافية وسهولة ويسرة من غير مرض وتعب وعسرة بشفاعة سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم 

2. Doa Walimah Hamli 7 Bulan (Mitoni) 

اللهم سلمنا من آفات الدنيا وعذاب الآخرة وفتنتهما وفضيحتهما انك على كل شيء قدير. أللهم سلم جنينها وعاف ما في بطنها مما لانرجوه ونخاف. سلام على نوح في العالمين انا كذالك نجزي المحسنين. أللهم انا نسألك بجاه سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم ان نصلي عليه وان تسلم جنينها من الآفات والعاهات والامراض وعن ام ملدن برحمتك ياأرحم الراحمين ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما. أللهم يا مبارك بارك لنا في العمر والرزق والدين والدنيا والولد. اللهم ياحافظ احفظ ولدي ما دام في بطن امه واشفه مع امه انت الشافي لا شفاء الا شفائك ولاتقدره سقما ولامحروما. أللهم صور ما في بطنها صورة حسنة جميلة كاملة وثبت في قلبه ايمانا بك وبرسولك في الدنيا والآخرة. أللهم طول عمره وصحح جسده وحسن خلقه وأفصح لسانه وأحسن صوته لقراءة القرآن العظيم والحديث بجاه سيد المرسلين.

Sumber : http://langitan.net/?p=2246
Sumber Asli : Majalah Langitan, PP. Langitan – Tuban, Edisi 47 

Minggu, 25 Oktober 2015

Syekh Maulana Maghribi Wonobodro

Syekh Maulana Maghribi Wonobodro Batang

ShareTweet+ 1Mail

Siapa sebenarnya Syekh Maulana Maghribi itu? Berdasarkan salah satu cerita atau babad sejarah Kerajaan Demak, Syekh Maulana Maghribi adalah seorang pemeluk agama Islam dari Jazirah Arab. Beliau adalah penyebar agama Islam yang memiliki ilmu sangat tinggi. Sebelum sampai di Demak, beliau terlebih dahulu mengunjungi tanah Pasai (Sumatera). Sebuah riwayat juga mengatakan bahwa Maulana Maghribi masih keturunan Nabi Muhammad SAW dan masuk golongan waliullah di tanah Jawa.

Syekh Maulana Maghribi mendarat di Jawa bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Demak. Beliau datang dengan tujuan untuk mengIslamkan orang Jawa. Runtuhnya Kerajaan Majapahit (tonggak terakhir kerajaan Hindu di Jawa) diganti dengan berdirinya Kerajaan Demak yang didukung oleh para wali (orang takwa).

Sesudah pelaksanaan pemerintahan di Demak berjalan baik dan rakyat mulai tenteram, para wali
membagi tugas dan wilayah penyebaran agama Islam. Tugas pertama Syekh Maulana Magribi di
daerah Blambangan, Jawa Timur. Beberapa saat setelah menetap di sana, Syekh Maulana Maghribi menikah dengan putri Adipati Blambangan. Namun pernikahan baru berjalan beberapa bulan,beliau diusir oleh Adipati Blambangan karena terbukanya kedok bahwa Syekh Maulana ingin menyiarkan agama Islam.

Setelah meninggalkan Blambangan, Syekh Maulana Maghribi kemudian menuju Tuban. Di Kota
tersebut, Syekh Maulana Maghribi ke tempat sahabatnya yang sama-sama dari Pasai, satu saudara dengan Sunan Bejagung dan Syekh Siti Jenar. Dari kota Tuban, Syekh Maulana Maghribi kemudian melanjutkan pengembaraan syiar agamanya ke Mancingan. Ketika menyebarkan Islam di Mancingan, Syekh Maulana sebenarnya sudah memiliki putra lelaki bernama Jaka Tarub (atau Kidang Telangkas) dari istri bernama Rasa Wulan, adik dari Sunan Kalijaga(RSahid). Tatkala ditinggal pergi ayahnya,
Jaka Tarub masih bayi. Saat meninggalkan Blambangan, sesungguhnya istri Syekh Maulana Maghribi juga tengah
mengandung seorang putra yang kemudian bernama Jaka Samudra. Belakangan hari Jaka Samudra juga menjadi waliullah di Giri, yang bergelar Prabu Satmata atau Sunan Giri. Sebelum Syekh Maulana Magribi sampai Mancingan, di sana sudah menetap seorang pendeta Budha yang pandai bernama Kyai Selaening. Kediaman pendeta tersebut di sebelah timur Parangwedang.

Tempat pemujaan pendeta dan para muridnya di candi yang berdiri di atas Gunung Sentana. Mula-mula Syekh Maulana menyamar sebagai murid Kyai Selaening. Dalam kehidupan keseharian,Syekh Maulana kadang-kadang memperlihatkan kelebihannya pada masyarakat setempat. Lama kelamaan Kyai Selaening mendengar kelebihan yang dimiliki Syekh Maulana Maghribi.

Akhirnya Kiai Selaening memanggil Syekh Maulana Maghribi dan ditanya siapa sebenarnya dirinya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Syekh Maulana Maghribi untuk menyampaikan kepada Kyai Selaening tentang ilmu agama yang sebenarnya. Kedua orang tersebut kemudian saling berdebat ilmu. Akan tetapi karena Kyai Selaening tidak mampu menandingi ilmu Syekh Maulana, sejak saat itu Kiai Selaening ganti berguru kepada Syekh Maulana. Kiai Selaening kemudian masuk agama Islam.

Pada waktu itu, di padepokan Kyai Selaening sudah ada dua orang putra pelarian dari Kerajaan
Majapait yang berlindung di sana yaitu Raden Dhandhun dan Raden Dhandher. Keduanya anak dari Prabu Brawijaya V dari Majapait. Karena Kyai Selaening masuk Islam, dua putra Raja Majapait itu juga kemudian menjadi Islam. Kedua orang itu kemudian berganti nama menjadi Syekh Bela-Belu dan Kyai Gagang (Dami) Aking. Meski berhasil mengislamkan Kiai Saleaning dan para muridnya, Syekh Maulana tidak segera meninggal Mancingan. Di sana beliau tinggal selama beberapa tahun, membangun padepokan dan mengajarkan agama Islam kepada warga desa. Beliau tinggal di padepokan di atas Gunung Sentono dekat candi.

Candi tersebut sedikit demi sedikit dikurangi fungsinya sebagai tempat pemujaan. Hingga meninggal, Kyai Selaening masih menetap di padepokan sebelah timur Parangwedang. Sebelumnya beliau berpesan kepada anak cucunya agar kuburannya jangan diistimekan. Baru tahun 1950-an makam Kiai Selaening dipugar oleh kerabat dari Daengan . Kemudian pada tahun 1961 diperbaiki hingga lebih baik lagi oleh salah seorang pengusaha dari kota. Sesudah dianggap cukup menyampaikan syiar di sana, Syekh Maulana meninggalkan Mancingan kemudian berpesan agar padepokannya dihidup-hidupkan seperti halnya ketika orang-orang itu menjaga candi.

Di padepokan tersebut kemudian orang-orang membuat makam bernisan. Siapa yang ingin meminta berkah Syekh Maulana cukup meminta di depan nisan tersebut, seolah berhadapan langsung dengan beliau. Sesudah dari Mancingan, Syekh Maulana Maghribi atau Syekh Maulana Malik Ibrahim melanjutkan syiar agama Islam ke wilayah Jawa Timur. Setelah meninggal jenazahnya dimakamkan di makam Gapura, wilayah Gresik.

Silsilah Syekh Maulana Maghribi menurunkan raja-raja Mataram:
— Syekh Jumadil Qubro (Persia Tanah Arab)
— Ny Tabirah
— Syekh Maulana Maghribi + Dewi Rasa Wulan, putri Raden Temenggung Wilatikta Bupati Tuban (diperistri Syekh Maulana)
— Jaka Tarub (memperistri Dewi Nawangwulan)
— Nawangsih (memperistri Raden Bondhan Kejawan)
— Kiai Ageng Getas Pendhawa
— Kiai Ageng Sela
— Kiai Ageng Anis/Henis
— Kiai Ageng Pemanahan (Kiai Ageng Mataram)
— Kanjeng Panembahan Senapati
— Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak
— Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma
— Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)
— Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I
— Kanjeng Susuhunan Mangkurat Jawi-raja-raja Keraton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.

Kendati makam Syekh Maulana di Gunung Sentana bukan tempat jenazah yang sebenarnya, tetapi setiap ada rombongan peziarah Wali Sanga selalu memerlukan ziarah di makam Syekh Maulana
Parangtritis. Seperti halnya makam leluhur keraton lainnya, setiap bulan Sya’ban, makam Syekh Maulana Maghribi juga menerima uang dan perlengkapan pemberian dari Keraton Yogyakarta.

Sumber




Nama Habib Ulama

Nama-nama ulama' Batang dan Pekalongan

Mohon koreksi bila ada kesalahan dalam penulisan gelar, nama, alamat dsb :

1. Maulana Maghrobi Sayid Abdullah Syarifuddin bin Hasan Alwi Ba’alawi Wonobodro Bandar Batang
2. Maulana Sayid Ja’far Shodiq bin Tholib bin Shodiq bin Yahya Ba’alawi Sunan Kudus Tsani
3. Maulana Sayid Muhammad Ma’shum bin Tholib bin Shodiq bin Yahya Ba’alawi Kyai Ageng Pekalongan
4. Maulana Sayid Abdussalam Kyai Gede Penatas Angin Pekalongan Pukangan
5. Maulana Syarif Abdullah Maghrobi Syahid Kyai Ageng Rogoselo Pekalongan
6. Maulana Sayid Muhammad bin Hasan bin Yahya Ba’alawi Kyai Gede
7. Pangeran Tanduran Paninggaran
8. Joko Ketandur Wali Gondrongan Wonopringgo
9. Syarifah Ambariyah Bukur
10. Maulana Maghrobi Sayid Ibrohim Bismo Bandar Batang
11. Maulana Maghrobi Sayid Ahmad Bismo Bandar Batang
12. Maulana Sayid Abdul Aziz Setono
13. Maulana Sayid Abdurrohman Setono
14. Maulana Sayid Husein Makam Dowo Medono
15. Kanjeng Sepuh Sayid Husein Among Negoro Bupati Pekalongan Pertama
16. Kanjeng Sepuh Tanjaningrat I bin Pangeran Marmogati Pekalongan
17. Kyai Gede Syekh Hasan Kesesi / Kyai Gede Cempaluk
18. Kyai Ageng Sayid Abdurrohman Gringging – Bandar – Kajoran
19. Kyai Agung Syeh Tholabuddin bin Sayid Husein bin Yahya
20. Sayid Syarif Imam Audh bin Hasan bin Yahya Kyai Agung Lasem
21. Sayid Syarif Mufti Al-Kabir Habib Husein bin Audh bin Hasan bin Yahya
22. Kyai Agung Pekalongan (Wiroto / Wiradesa)
23. Sayid Syarif Habib Muhsin bin Alwi bin Umar Ba’alawi
24. Sayid Ba’alawi Wiroto Pekalongan
25. Sayid Syarif Abdullah Bafaqih Kyai Wage Wiroto
26. Sayid Imam Hasyim bin Salim bin Aqil bin Hasyim bin Yahya Wiroto
27. Sayid Imam Abdullah bin Muhammad bin Syekh bafaqih Ba’alawi Sapuro Pekalongan
28. Sayid Imam Al-Muhaddits Habib Salim bin Aqil bin Yahya Pekalongan
29. Sayid Imam Al-Faqih Al-Muhaddits Habib Aqil bin Hasyim bin Yahya Sapuro
30. Sayid Imam Al-Mujahid Al-Alamah Al-Habib Syaikhon bin Umar bin Yahya Pekalongan
31. Sayid Imam Syarif Idrus bin Syaikhon bin Umar
32. Sayid Imam Al-Khafidz Habib Khamid bin Idrus bin Yahya Ba’alawi
33. Sayid Imam Syaikhon bin Abdullah bin Alwi bin Yahya Pekalongan
34. Sayid Imam Al- Mujahid Habib Umar bin Hamid bin Yahya Kali Salak
35. Sayid Imam Wali Al-Kabir Habib Husein bin Thoha bin Yahya Lampung
36. Sayid Imam Wali Al-Kabir Habib Husein bin Abdullah Banyu Bening
37. Sayid Al-Alamah Habib Idrus bin Muhsin ba’bud Pekalongan
38. Sayid Al-Alamah Habib Abu Bakar bin Idrus Ba’bud Pekalongan
39. Sayid Al-Alamah Hasan bin Yahya Kyai Lungsu
40. Sayid Muhammad bin Abdurrohman bin Yahya Ba’alawi Kyai Gede Noyontaan
41. Sayid Abdullah bin Abdurrohman bin Yahya Ba’alawi Kanzus Sholawat
42. Kyai Agung Surotaman Pekalongan
43. Sayid Syekh Abdullah bin Ja’far Al-Khadlromi
44. Syekh Gambiran / Wali Agung Gambiran
45. Sayidah Al-Alimah Al-Alamah Al-Mujahidah Syarifah Fatimah binti Thoha bin Yahya
46. Sayid Syarif Imam Al-Kabir Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya Ba’alawi Geritan
47. Sayid Habib Yahya bin Hasan bin Thoha bin Yahya Pekalongan
48. Sayid Muhammad bin Hasan bin Thoha As-Syahid Mbah Surgi Jatikusumo Kedungdowo Batang
49. Sayid Abdullah bin Muhammad bin Hasan bin Yahya Ba’alawi Kedungdowo Batang
50. Kanjeng Kyai Agung Hasan Rohmatillah Raden Aryohadiningrat I Batang
51. Kanjeng Kyai Tejoningrat II Pekalongan
52. Kanjeng Kyai Suryodinegoro I Batang
53. Kanjeng Kyai Suryodinegoro II Pekalongan
54. Habib Al-Alamah Ibrohim Hasan bin Abdul Qadir Hasan Pekalongan
55. Habib Al-Alamah Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ja’far Al-Athas
56. Habib Al-Alamah Abdul Wahab Basyaiban Pekalongan
57. Habib Al-Alamah Muhammad Basyaiban
58. Habib Al-Alamah Abdullah bin Ibrohim bin Zain bin Yahya Pekalongan
59. Habib Al-Alamah Muhammad bin Ibrohim bin Zain bin Yahya
60. Habib Al-Alamah Abdullah bin Yahya bin Ibrohim bin Yahya
61. Habib Al-Alamah Ibrohim bin Yahya bin Ibrohim bin Yahya
62. Habib Imam Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Athas Ba’alawi Sapuro Pekalongan
63. Habib Husein bin Salim Al-Athas Pekalongan
64. Habib Ahmad bin Abu Bakar bin Syihab Ba’alawi Pekalongan
65. Habib Ahmad Al-Idrus Ba’alawi Pekalongan
66. Habib Ahmad bin Ali bin Yahya Ba’alawi Pekalongan
67. Syekh Muhammad Al-Hindi Pekalongan
68. Habib Sholih bin Muhammad bin Thohir Al-Hadad Ba’alawi Pekalongan
69. Habib Abdurrohman bin Muhammad bin Ibrohim bin Yahya Ba’alawi Pekalongan
70. Habib Ahmad Al-Maghrobi
71. Habib Alwi bin Abdullah Al-Athas Pekalongan
72. Habib Aqil Al-Athas Pekalongan
73. Habib Syekh As-Saqof Ba’alawi
74. Habib Abu Bakar Ba’alawi
75. Habib Abu Bakar
76. Mbah Kyai Nurul Anam Kranji
77. Mbah Kyai Khomsan Landungsari
78. Mbah Kyai Ilyas Sayudan
79. Mbah Kyai Husein Jenggot
80. Mbah Kyai Abdul Aziz Banyuurip
81. Mbah Kyai Masyhudi Banyuurip
82. Mbah Kyai Abdul Lathif Kradenan
83. Mbah Kyai Thohir bin Abdul Lathif Kradenan
84. Mbah Kyai Abdul Manan Kradenan
85. Mbah Kyai Muhammad Amir Simbang Kulon
86. Mbah Kyai Manshur Wonopringgo
87. Mbah Kyai Fadholi Batang
88. Mbah Kyai Maliki Landungsari
89. Mbah Kyai Sailan Landungsari
90. Mbah Kyai Shodiq Poncol
91. Mbah Kyai Idris Krapyak
92. Mbah Kyai Umar Krapyak
93. Mbah Kyai Muhammad Alim Pekalongan (Kyai Mondo)
94. Mbah Kyai Shodiq Keputran
95. Mbah Kyai Abdurrohman Keputran
96. Mbah Kyai Abdul Karim Poncol
97. Mbah Kyai Sholih Poncol
98. Mbah Kyai Siban Poncol
99. Mbah Kyai Murtadho Sampangan
100. Mbah Kyai Abbas Sampangan
101. Mbah Kyai Umar Khottob Sampangan
102. Mbah Kyai Muhammad Idris Keputran
103. Mbah Kyai Agus Kenayagan
104. Mbah Kyai Adam Sepait Sragi
105. Mbah Kyai Utsman Karanganyar Kajen
106. Kyai Jundi Kranji
107. Kyai Thohir bin Abdul Lathif Kradenan
108. Kyai Masyhudi Jenggot
109. Kyai Abdul Malik Banyuurip
110. Kyai Ahmad Khusnan Banyuurip
111. Kyai Kaukab Banyuurip
112. Kyai Mudzakir banyuurip
113. Kyai Zaini Banyuurip
114. Kyai Irfan Kertijayan
115. Kyai Utsman Karanganyar
116. Kyai Anwar Wonopringgo
117. Kyai Dimyathi Wonopringgo
118. Kyai Yahya Surabayan
119. Kyai Thoha Surabayan
120. Kyai Bulqin Surabayan
121. Kyai Hasan Surabayan
122. Kyai Shomad Simbang Jenggot
123. Kyai Munawar Jenggot
124. Kyai Abdul ‘Adhim Jenggot
125. Kyai Nawawi Kemisan
126. Kyai Syafi'i Kemisan
127. Dimyathi Kemisan
128. Kyai Idris bin Muhammad Amir Simbang Kulon
129. Kyai Sholeh bin Muhammad Amir Simbang Kulon
130. Kyai Abdul Fattah bin Thohir Kradenan
131. Kyai Mudzakir Sampangan
132. Kyai Zain Sampangan
133. Kyai Abdul Qadir Kauman
134. Kyai Khobir Kauman
135. Kyai Siroj Njagalan
136. Kyai Masyhadi Sampangan
137. Kyai Muhammad Nur Sampangan
138. Kyai Muzajat Sampangan
139. Kyai Syu’bi Alwi
140. Kyai Akrom Khasani Jenggot
141. Kyai Asy’ari Setono
142. Kyai Sanusi Setono
143. Kyai Utsman Krapyak
144. Kyai Sumairi Krapyak
145. Kyai Sholeh Poncol
146. Kyai Syiban Poncol
147. Kyai Abdul Lathif Medono
148. Kyai Anshor Medono
149. Kyai Masyhadi Njagalan
150. Kyai Hasyim Tirto
151. Kyai Ghufron Akhid Sampangan
152. Kyai Raden Muhammad Amin Sampangan
153. Kyai Muhammad Amin Sampangan
154. Kyai Amin Maizun
155. Kyai Ambari Kauman
156. Kyai Dimyathi Ambari Kauman
157. Habib Abdullah bin Muhammad bin ……… Bafaqih
158. Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al-Athas
159. Habib Abdullah Faqih bin Muhammad Al-Athas
160. Habib Abdurrahman bin Abdullah Al-Athas
161. Habib Mualim Muhsin bin Muhammad Al-Athas
162. Habib Yusuf Al-Anqowi Al-Khasani
163. Habib Muhammad bin Yusuf Al-Anqowi Al-Khasani
164. Habib Syeh bin Abdullah Bafaqih
165. Habib Mualim Hasan bin Syekh bin Ali bin Yahya
166. Habib Muhammad Al-Habsyi
167. Habib Muhammad bin Alwi Al-Athas
168. Habib Syekh bin Muhammad As-Saqof
169. Habib Muhammad bin Ahmad As-Saqof
170. Habib Alwi bin Husein bin Syihab
171. Habib Muhsin bin Ali Al-Athas
172. Habib Ahmad bin Umar As-Saqof
173. Syekh Ahmad ………..
174. Syekh Said bin Ahmad ……….
175. Syekh Abdullah …………..
176. Habib Ali bin Hasan Al-Habsyi
177. Habib Hamid Al-Habsyi
178. Habib Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Al-Athas
179. Habib Muhammad bin Husein bin Ahmad Al-Athas
180. Habib Zein bin Abdullah bin Yahya
181. Habib Muhsin bin Abdullah bin Yahya
182. Habib Ali bin Abdurrahman bin Yahya
183. Habib Yahya bin Hasyim bin Yahya
184. Syarifah Khadijah binti Hasyim bin Umar bin Yahya
185. Syarifah Ri’anah binti Abdurrahman Al-Athas
186. Syarifah Thalhah binti Hasyim
187. Syarifah Raqwan binti Hasyim
188. Syarifah Syifa’ binti Hasyim
189. Syarif Fadhlun bin Hasyim
190. Syarif Zein bin Abdurrahman bin Yahya
191. Syarifah Ni’mah binti Husein bin Yahya
192. Syarifah Alawiyah Al-Athas
193. Syarifah Aminah Al-Muhdhor
194. Syarif Muhsin bin Ahmad Syihab
195. Habib Abdullah bin Ali Al-Hinduwan
196. Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ibrohim bin Yahya
197. Habib Husein bin Ahmad bin Abu Bakar bin Syihab
198. Habib Abdullah bin Ibrohim Al-Athas
199. Habib Muhammad bin Ali bin Syekh bin Yahya
200. Habib Umar bin Abdul Qadir Haddad
201. Habib Ahmad bin Syekh bin Ali bin Yahya
202. Syekh Sholih Nahdi

Asis Priyanto at 18:02

Makam Walu Tandur Paninggaran


Hubungan Cakrabuana (Omnya Syarif Hidayatullah) dengan Desa Paninggaran

Suasana di desa Paninggaran

Pekalongan Kota Batik, Paninggaran Desa Tanduran

Kalau dengar kota Pekalogan, sudah pasti yang terlintas di benak setiap orang adalah batiknya. Memang, selain dijuluki sebagai kota yang Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif (BATIK), Pekalongan juga sebagai salah satu centra produksi batik. Namun, saat seorang bertanya kembali “Pekalongannya mana mas?” lalu saya jawab, “Paninggaran,” sebagian mengernyitkan dahi dan sebagian lagi bilang “ooh wong gunung tooh,”.

Suatu ketika, teman-temanku dari berbagai kota lintas provinsi berkunjung ke rumahku di Paninggaran. Saat mereka memasuki gerbang Linggo Asri, dan melintasi jalanan yang dikelilingi ratusan pohon rindang di kanan-kiri jalan, tiba-tiba terlintas dalam pikiran mereka sebuah pertanyaan yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya.

“Bagaimana ceritanya bisa ada desa di tengah-tengah gunung ini?” “Siapa yang pertama kali membuka jalur selatan antara Pekalongan dan Banjarnegara ini?” “Jika semua agama di desamu adalah Islam, lalu siapa yang pertama kali mengajarkan mereka cara baca AlQuran?” “Sebelum Islam menyebar di desamu, apakah ada agama atau kepercayaan lain?” “Apakah Paninggaran itu dahulunya adalah bekas kerajaan?” “Atau tempat persembunyian saat zaman Belanda?” “Sejak kapan ada kehidupan di desa ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu sangat menggelitik, entah dari mana saya memulainya. Karena ada satu makam Mbah Wali Tanduran yang cukup berpengaruh dan setiap tahunnya diadakan haul yang sekarang sudah masuk Haul ke 30. Artinya sejak tahun 1985 yang lalu tradisi Haul tersebut baru dimulai, hal ini pula yang menjadi pertanyaan, “Kenapa baru tahun 1985 dimulai? Apakah ada sosok lain yang pernah di Haul-kan sebelum tahun tersebut?” Informasi dari salah satu tokoh Paninggaran bilang sebelum Mbah Wali Tanduran, ada sosok bernama Dzul Karim yang jika dirunut tahunnya beliau lahir di tahun 1600an yang pernah di Haul-kan terlebih dahulu.

Untuk mempermudah, maka saya akan memulai dari sebuah Maqom Mbah Wali Tanduran. Entah yang dimaksud itu adalah makam (kuburan) atau Maqom yang secara harfiah berarti tempat berdiri. Berasal dari kata Qooma-YaqumuMaqomun. Seperti penggunaan kata maqom Ibrahim di depan Ka’bah. Yang berarti tempat berdirinya Nabi Ibrahim, bukan kuburannya. Istilah lain dari maqom adalahpetilasan atau tempat persinggahan. Atau memang disebut maqom lalu agar mudah diucapkan maka disebut dengan kata makam saja.

Dalam sebuah penelitian tentang bahasa Sunda dari Kampus Unpad yang dibukukan dalam karya Yoseph Iskandar yang artikelnya saya dapatkan dari seorang tokoh Paninggaran (Pak Slamet waktu itu)  ada kemiripan nama Paninggaran dengan bahasa Sunda yang artinya adalah pemburu dalam bahasa Indonesia. Sebelum membaca penelitian itu, saya pribadi tidak tahu arti nama Paninggaran. Jika yang dihubungan dari kata Paninggaran (berburu) maka, para sesepuh dan tokoh masyarakat Paninggaran dahulunya adalah para pemburu.

Teman-teman Paninggaran seangkatanku atau yang lahir di atas tahun 1980an pasti masih ingat bagaimana serunya jika musim cengkeh tiba. Bunyi kentongan dari masjid menandakan sebuah hewan Celeng masuk ke desa kami dan para pawang siap sedia dengan tombak dan panah ‘sakti’nya untuk memburu dan membunuh Celeng yang suka merusak hasil bumi masyarakat desa Paninggaran.

Namun ada yang mengatakan Paninggarang itu berasal dari kata “menginggar-inggar” (penuh kegembiraan) ada pula yang bilang Paninggaran itu artinya Ngepen Naning Gagaran (banyak program dan rencana tapi selalu gagal, tidak pernah kesampaian).  Dari sekian arti, selain arti berburu, mungkin diartikan dengan kondisi psikologi-sosial-agama masyarakat desa Paninggaran saat ini yang sukanya Ademnyar (ramai di pertama, sepi di ujungnya). Yang kira-kira bermaksud saat muncul hal baru semua ramai mengikuti dan berkontribusi, setelah berjalan sekian waktu ditinggal satu persatu.

Menurut cerita para sesebuh pula, Mbah Wali Tanduran adalah seorang pemburu handal dan juga sosok yang ahli menandur (menanam) maka setelah beliau meninggal disebut dengan gelar Tanduran. Lalu, siapa nama asli Mbah Wali Tanduran ini? Mungkinkah Mbah Wali Tanduran adalah sosok pembuka jalur, pendidik, Da’i dan Ulama yang memngajarkan Alif-Ba-Ta kepada masyarakat desa yang bernama Paninggaran? Siapa murid beliau yang pertama, dan jika menikah, siapa saja keturuan yang masih ada?

Hingga saat ini, juru kunci dari cerita ini satu persatu telah Allah panggil ke ‘rumah’Nya. Salah satunya adalah Almarhum Kyai Mohammad sang penggagas perdana Haul Mbah Wali Tanduran di sebuah desa Paninggaran, yang masyarakatnya pandai nandur (menanam) kebaikan, nandur ilmu, nandur apa saja yang kelak akan tumbuh dan berkembang menjadi tanduran yang indah dan bermanfaat.

 

Mbah Wali Tanduran dan Walangsungsang

Ada yang menjelaskan bahwa Makam Embah Wali Tanduran sebenarnya bukan makam (kuburan), tetapi pasarean atau patilasan, bekas Pangeran Cakrabuana. Begitu juga yang disebut makam Pajajaran di bukit Sigabung, adalah pasarean tempat pangeran Cakrabuana menyepi. Sedangkan makam Pajajaran yang berada di Pacalan Kampung Sebelas adalah tempat tinggal Pangeran Cakrabuana. Konon kabarnya di wilayah Pacalan tersebut sering dijumpai harimau putih dari Pajajaran, makanya tempat tersebut sedikit agark ‘keramat’.

Cakrabuana sendiri adalah gelar dari seorang yang bernama Walangsungsang yang punya andil besar dalam mendirikan kerajaan Cirebon. Beliau adalah anak dari Sang Pamanahrasa (Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi) dengan istri ke duanya Nyi Mas Subang Larang, putri dari Ki Gedeng Tapa. Subang Larang adalah Seorang muslimah, murid dari Syeikh Kuro atau Syekh Hasanuddin.

Syekh Kuro yang dikenal pula dengan nama Syekh Hasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan Syekh Kuro, menjadikan putrinya, Subang Larang belajar di Pesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapa adalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapa dikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.

Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya Pangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasar Negarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki Gedeng Sinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidak hanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyata juga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, Raden Pamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengan gelar Sang Prabu Siliwangi.

Prasasti Tembaga Kebantenan menyebutkan bahwa Sri Baduga adalah Susuhunan di Pakuan Pajajaran, yang memerintah selama 39 tahun (1482 – 1521 M). Dari pernikahan dengan Subang Larang itu, lahir tiga anak. Yang pertama bernama Walangsungsang, kedua Nyi Rara Santang dan terakhir Raja Sangara.

Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari seperti dikutip oleh Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo, disebutkan bahwa Nyi Rara Santang, adik Pangeran Walangsungsang yang setelah haji berganti nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Ibu dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati. Adapun Walangsungsang setelah haji berganti nama menjadi Haji Abdullah Iman.

Setelah ibunya wafat, di Pakuan tidak ada orang yang bisa dijadikan guru mereka. Tidak ada lagi penenang batin dan pembimbing yang memadai bagi mereka. Khususnya dalam bidang keagamaan. Rasa haus akan ilmu tersebut, Walangsungsang bersama adik-adiknya meminta izin secara baik-baik kepada ayahandanya, untuk pergi ke Kerajaan Singapura (Cirebon).

Walangsungsang yang berstatus Tohaan (Pangeran), juga adik-adiknya, merasa bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai putera-puteri Maharaja. Ayah Walangsungsang, Sri Baduga Maharaja, ketika itu masih berstatus Prabu Anom, bahkan mertuanya (Prabu Susuktunggal) masih di bawah kekuasaan kakeknya, Sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana. Sri Baduga Maharaja atau Prabu Anom Jayadewata, sangat maklum atas keinginan ketiga anaknya itu. Dengan berat hati ia hanya mengijinkan Walangsungsang dan Rara Santang, sedangkan Rajasangara diminta untuk tetap tinggal di Pakuan.

Mulailah pengembaraan mereka (Walangsungsang dengan Rara Santang) ke wilayah Pakuan Pajajaran di wilayah timur. Dari beberapas situs yang ditemukan oleh para peneliti, ada kemungkinan besar perjalanan mereka itu juga ke dataran tinggi Dihyang (Dieng) yang saat itu masih dalam wilayah Pakuan Pajajaran sebelah timur atau Parahyangan Bang Wetan. Di sana Walangsungsang bertemu dengan Ki Danuwarsih seorang biksu di daerah dataran tinggi Dieng, yang sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Banjarnegara.

Saat perantauan itulah, Walangsungsang dan adiknya kemungkinan melewati Wonosobo-Karangkobar-Kalibening dan menetap di desa Paninggaran. Sebuah desa yang saat ini menjadi pembatas antara kabupaten Banjarnegara dengan kabupaten Pekalongan di sebelah selatan.

Jadi, bisa jadi memang Mbah Wali Tanduran itu adalah nama lain dari Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana yang diberikan oleh masyakarat desa yang bernama Paninggaran saat beliau pergi ke wilayah Pakuan Pajajaran di wilayah timur (Dieng) untuk belajar perbandingan agama dengan Ki Danuwarsih seorang biksu Budha, anak dari biksu Ki Danusetra yang berasal dari Gunung Dihyang (dieng), kemudian menjadi pendeta di Keraton Galuh, ketika ibukota Kerajaan Galuh masih di Karang Kamulyan, Ciamis.

Dari runtutan cerita di atas, setidaknya ada dua kemungkinan yang saya simpulkan:

Walangsungsang pergi ke arah Dieng dan menetap sebentar di Paninggaran.Walangsungsang pulang dari Dieng dan sebelum mendirikan kerajaan Islam di Cirebon, menetap dahulu di Paninggaran untuk beberapa saat.

Catatan kecil ini masih perlu pendalaman dan masukan dari berbagai pihak agar kelak bisa menjadi sebuah ilmu pengetahuan bagi generasi masa depan bangsa khususnya warga desa Paninggaran.

 

Jakarta, 5 Juni 2015

oleh: Shakaro Aly




Senin, 19 Oktober 2015

Hari santri

HARI SANTRI

Detik-detik Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Pertempuran 10 November 1945

Jakarta, NU Online
Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama merupakan rangkaian panjang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelum Resolusi Jihad, telah muncul Fatwa Jihad, setelahnya, muncul pertempuran 10 November yang kemudian ditetapkan menjadi hari Pahlawan. Berikut rangkaian sejarah perjuangan kaum santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yang kemudian menjadi dasar lahirnya Hari Santri Nasional 22 Oktober, seperti disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PBNU H Slamet Effendy Yusuf dalam konferensi press di gedung PBNU, Senin (19/10).

17 Agustus 1945
Siaran berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain di Jawa, membawa situasi revolusioner. Tanpa komando, rakyat berinisiatif mengambil-alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang.

31 Agustus 1945
Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan bendera Tri-Warna untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Armgard.

17 September 1945
Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.

19 September 1945
Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasukan Belanda dan para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya tertinggal Merah Putih.

23-24 September 1945
Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.

25 September 1945
Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan.Diputuskan pimpinan Hizbullah Surabaya Tengah (Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir), Surabaya Barat (Damiri Ichsan dan A. Hamid Has), Surabaya Selatan (Mas Ahmad, Syafi’i, dan Abid Shaleh), Surabaya Timur (Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat).

5 Oktober 1945
Pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Para pejuang eks PETA, eks KNIL, Heiho, Kaigun, Hizbullah, Barisan Pelopor, dan para pemuda lainnya diminta mendaftar sebagai anggota TKR melalui kantor-kantor BKR setempat.

15-20 Oktober 1945
Meletus pertempuran lima hari di Semarang antara sisa pasukan Jepang yang belum menyerah dengan para pejuang.

21-22 Oktober 1945
PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat inilah setelah membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Di akhir pertemuan pada tanggal 22 Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.

25 Oktober 1945
Sekitar 6.000 pasukan Inggris yang tergabung dalam Brigade ke-49 Divisi ke-26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin Brigjend AWS. Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil Administration).

26 Oktober 1945
Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan senjata antara pihak Surabaya dan pasukan Sekutu. Hadir dalam perundingan itu dari pihak Sekutu Brigjend Mallaby dan jajarannya, dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Dul Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad.

27 Oktober 1945
Mayjen DC.Hawtorn bertindak sebagai Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok menyebarkan pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya, dan pelarangan memegang senjata selain bagi mereka yang menjadi pasukan Inggris. Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut disebutkan bahwa Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbullah dan para pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan Inggris pun balik menyerang, dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok yang ketika itu berada dalam penjagaaan pejuang Surabaya.

28 Oktober 1945
Laskar Hizbullah dan Pejuang Surabaya lainnya berbekal senjata rampasan dari Jepang, bambu runcing, dan clurit, melakukan serangan frontal terhadap pos-pos dan markas Pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang kemarahan pasukan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi.

29 Oktober 1945
Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan massal di sudut-sudut Kota Surabaya. Pasukan Laskar Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan Inggris yang ada di gedung HBS, BPM, Stasiun Kereta Api SS, dan Kantor Kawedanan. Kesatuan Hizbullah dari Sepanjang bersama TKR dan Pemuda Rakyat Indonesia (PRI) menggempur pasukan Inggris yang ada di Stasiun Kereta Api Trem OJS Joyoboyo.

29 Oktober 1945
Perwira Inggris Kolonel Cruickshank menyatakan pihaknya telah terkepung. Mayjen Hawtorn dari Brigade ke-49 menelpon dan meminta Presiden Soekarno agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan pertempuran. Hari itu juga, dengan sebuah perjanjian, Presiden Soekarno didampingi Wapres Mohammad Hatta terbang ke Surabaya dan langsung turun ke jalan-jalan meredakan situasi perang.

30 Oktober 1945
Genjatan senjata dicapai kedua pihak, Laskar arek-arek Surabaya dan pasukan Sekutu-Inggris. Disepakati diadakan pertukaran tawanan, pasukan Inggris mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak dan Darmo (kamp Interniran), dan mengakui eksistensi Republik Indonesia.

30 Oktober 1945
Sore hari usai kesepakatan genjatan senjata, rombongan Biro Kontak Inggris menuju ke Gedung Internatio yang terletak disaping Jembatan Merah. Namun sekelompok pemuda Surabaya menolak penempatan pasukan Inggris di gedung tersebut. Mereka meminta pasukan Inggris kembali ke Tanjung Perak sesuai kesepakatan genjatan senjata. Hingga akhirnya terjadi ketegangan yang menyulut baku tembak. Di tempat ini secara mengejutkan Brigjen Mallaby tertembak dan mobilnya terbakar.

31 Oktober 1945
Panglima AFNEI Letjen Philip Christison mengeluarkan ancaman dan ultimatum jika para pelaku serangan yang menewaskan Brigjen Mallaby tidak menyerahkan diri maka pihaknya akan mengerahkan seluruh kekuatan militer darat, udara, dan laut untuk membumihanguskan Surabaya.

7-8 November 1945
Kongres Umat Islam di Yogyakarta mengukuhkan Resolusi Jihad Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai kebulatan sikap merespon makin gentingnya keadaan pasca ultimatum AFNEI.

9 November 1945
Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sebagai komando tertinggi Laskar Hizbullah menginstruksikan Laskar Hizbullah dari berbagai penjuru memasuki Surabaya untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan satu sikap akhir, menolak menyerah. KH Abbas Buntet Cirebon diperintahkan memimpin langsung komando pertempuran. Para komandan resimen yang turut membantu Kiai Abbas antara lain Kiai Wahab (KH. Abd. Wahab Hasbullah), Bung Tomo (Sutomo), Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani), Cak Mansur (KH. Mas Mansur), dan Cak Arnowo (Doel Arnowo).Bung Tomo melalui pidatonya yang disiarkan radio membakar semangat para pejuang dengan pekik takbirnya untuk bersiap syahid di jalan Allah SWT.

10 November 1945
Pertempuran kembali meluas menyambut berakhirnya ultimatum AFNEI. Inggris mengerahkan 24.000 pasukan dari Divisi ke-5 dengan persenjataan meliputi 21 tank Sherman dan 24 pesawat tempur dari Jakarta untuk mendukung pasukan mereka di Surabaya. Perang besar pun pecah. Ribuan pejuang syahid. Pasukan Kiai Abbas berhasil memaksa pasukan Inggris kocar-kacir dan berhasil menembak jatuh tiga pesawat tempur RAF Inggris. Red: Mukafi Niam

Sabtu, 10 Oktober 2015

Presiden setuju hari santri

Presiden dan 10 Ormas Islam Setuju Tanggal 22 Oktober Sebagai Hari Santri, ini Alasannya..

OKT 8

Posted by serambimata

SERAMBIMATA, Presiden Joko Widodo memenuhi janjinya untuk menjadikan satu hari sebagai Hari Santri Nasional. Tapi tidak 1 Muharram seperti yang ia inginkan, namun 22 Oktober. Tanggal 22 Oktober dipilih atas usulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan sang Presiden menyetujuinya. Apa alasannya ?.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo setuju tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional.

“Pak Jokowi pada dasarnya merestui,” kata Said Aqil dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015.

Saat ini, kata Said sebagaimana dilansir dari tempo.co, penetapan Hari Santri dalam proses administrasi di Kementerian Agama dan Kementerian Sosial.

Menurut Said Aqil, Jokowi tadinya mau Hari Santri jatuh pada 1 Muharam, akan tetapi 1 Muharam merupakan Tahun Baru Islam, yang dirayakan umat Islam seluruh dunia.

Tanggal 22 Oktober dipilih karena mempresentasikan subtansi kesantrian yakni spritualitas dan patriotisme ketika Kiai Hasyim Asyari mengumumkan fatwa yang masyhur disebut Resolusi Jihad merespons agresi Belanda kedua.

“Resolusi Jihad memuat seruan-seruan penting yang memungkinkan Indonesia tetap bertahan dan berdaulat sebagai negara dan bangsa,” kata Said Aqil.

Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menjelaskan, terkait dengan perkembangan penetapan Hari Santri, Kementerian Agama telah mengirimkan surat kepada 10 ormas Islam. Informasi yang diperoleh Helmy, mayoritas ormas Islam itu telah memberikan persetujuan.

“Jadi posisinya sekarang surat dari ormas-ormas Islam itu sudah disampaikan ke Menteri Agama untuk dijadikan dasar penetapan pada Presiden,” kata dia.

Selain itu, lanjut Helmy, 13 ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) pun telah menyerahkan surat dukungan atas penetapan Hari Santri kepada Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara.

“Kalau mendengar bocorannya, insyaallah tanggal 22 Oktober pemerintah akan menetapkan Hari Santri Nasional,” ujar mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu.

Berbagai acara akan digelar untuk memperingati Hari Santri, di antaranya Kirab Hari Santri Nasional, 16-22 Oktober, berangkat dari Tugu Pahlawan Surabaya melewati 30 PCNU sepanjang jalur Pantura dan berakhir di Tugu Proklamasi Jakarta. 

Sepanjang tanggal itu juga dilaksanakan Ekspedisi Pelayaran Hari Santri Nasional menggunakan kapal perang yang diikuti 1.000 santri dengan melibatkan badan otonom, pesantren, dan ormas-ormas Islam. Dalam ekspedisi tersebut akan diselenggarakan apel lintas laut Jakarta-Surabaya-Bali. 

Kegiatan lainnya adalah ziarah, bahtsul masail, istighotsah, lailatul ijtima, pengobatan gratis, dan pagelaran seni.

“Jadi, diresmikan ataupun tidak, Hari Santri 22 Oktober tetap akan kita peringati,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

Sebelumnya, saat mengikuti kampanye Pemilihan Presiden 2014, Jokowi menyampaikan janjinya untuk menetapkan satu hari sebagai Hari Santri Nasional. Namun, ketika itu Jokowi mengusulkan tanggal 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional. 


http://serambimata.com/2015/10/08/presiden-dan-10-ormas-islam-setuju-tanggal-22-oktober-sebagai-hari-santri-ini-alasannya/

Resolusi Jihad

HARI SANTRI

Resolusi Jihad NU

70 tahun lalu, tepatnya 21-22 Oktober 1945, wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya. Dipimpin langsung oleh Rois Akbar NU Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ary dideklarasikanlah perang kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad. Belakangan deklarasi ini populer dengan istilah Resolusi Jihad.

Segera setelah itu, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Dua minggu kemudian, tepatnya 10 November 1945, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan para pahlawan pribumi yang siap gugur sebagai syahid. Inilah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Meski darah para pahlawan berceceran begitu mudahnya dan memerahi sepanjang kota Surabaya selama tiga minggu, Inggris yang pemenang Perang Dunia II itu akhirnya kalah.

Pasukan Inggris mendarat di Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Pergerakan pasukan Inggeis tidak dapat dibendung. Sementara pemerintah RI yang berpusat di Jakarta menginginkan berbagai penyelesaian diplomatik sembari menata birokrasi negara baru, mendorong terbentuknya partai-partai politik dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pasukan Inggris telah menduduki Medan, Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat pertempuran-pertempuran dahsyat. Sebagian pendudukan ini juga mendapat bantuan langsung dari Jepang yang kalah perang, sebagai konsekuensi dari alih kuasa. Sedangkan kota-kota besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh Australia.

Pasukan Inggris lalu masuk ke Surabaya pada 25 Oktober 1945, berkekuatan sekitar 6.000 orang yang terdiri dari serdadu jajahan India. Di belakangnya membonceng pasukan Belanda yang masih bersemangat menguasai Indonesia. Resolusi Jihad meminta pemerintah untuk segera meneriakkan perang suci melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali, dan kontan disambut rakyat dengan semangat berapi-api. Meletuslah peristiwa 10 November. Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah.

Di saat-saat yang bersamaan, saat-saat perang kemerdekaan sedang berkecamuk dan terus digelorakan oleh para kiai dan santri, dinamika dan persaingan politik dalam negeri semakin memanas. Pada bulan Oktober Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan kembali. Lalu setelah Makloemat Iks (4 November) dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, partai-partai politik lain juga bermunculan. Dideklarasikanlah Pesindo dan partai Islam Masyumi. Lalu, Maklumat Hatta 11 November mengubah pemerintahan presidensial menjadi parlementer, pemerintah harus bertanggungjawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai parleman. Kabinet parlementer ditetapkan pada 14 November, dipimpin Perdana Menteri Sjahrir dan Mentri Keamanan Amir Syarifudin.

Januari 1946, PNI dibentuk lagi tanpa Soekarno. Di sisi lain, “Tentara profesional” dan kelompok gerilyawan melakukan konsolidasi. Pada saat-saat itu juga Indonesia sedang mengalami “revolusi sosial” hingga ke desa-desa. Pertikaian merajalela dan kekacauan tak terhindarkan lagi. Waktu itu timbul pertikaian horisontal yang terkenal dengan “Peristiwa Tiga Daerah” yakni Brebes, Pemalang dan Tegal. Kondisi inilah, tak pelak memberi peluang bagi upaya-upaya militer Belanda (yang sebelumnya datang membonceng sekutu) untuk semakin merangsek masuk menguasai kota-kota besar di Indonesia. Belanda semakin intensif menguasai Jakarta, sehingga Pemerintah Republik terpaksa mengungsi ke Yogyakarta pada Januari 1946.

Maret 1946, PM Sjahrir mencapai kesepakatan rahasia dengan van Mook bahwa Belanda mengakui kedaulatan RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Sementara Belanda berdaulat atas wilayah-wilayah lainnya. Kedua belah pihak juga menyepakati rencana pembentukan uni Indonesia-Belanda.

Di tengah tekanan Belanda itu NU menyelenggarakan muktamar yang pertama setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Muktamar ke-16 itu diadakan di Purwekorto pada 26-29 Maret 1946. Salah satu keputusan pentingnya, NU menyetuskan kembali Resolusi Jihad yang mewajibkan tiap-tiap umat Islam untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang saat itu berpusat di Yogyakarta. Kewajiban itu dibebankan kepada setiap orang Islam, terutama laki-laki dewasanya, yang berada dalam radius 94 km dari tempat kedudukan musuh. (Radius 94 diperoleh dari jarak diperbolehkannya menjamak dan menqoshor sholat). Di luar radius itu umat Islam yang lain wajib memberikan bantuan. Jika umat Islam yang dalam radius 94 kalah, maka umat Islam yang lain wajib memanggul senjata menggantikan mereka.

Dalam podatonya, Mbah Hasyim Asy’ari kembali menggelorakan semangat jihad di hadapan para peserta muktamar. untuk disebarkan kepada seluruh warga pesantren dan umat Islam. Syariat Islam menurut Mbah Hasyim tidak akan bisa dijalankan di negeri yang terjajah. ”…tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negerijajahan.” Kaum penjajah datang kembali dengan membawa persenjataan dan tipu muslihat yang lebih canggih lagi. Umat Islam harus menjadi pemberani.

Apakah ada dari kita orang yang suka ketinggalan, tidak turut berjuang pada waktu-waktu ini, dan kemudian ia mengalami keadaan sebagaimana yang disebutkan Allah ketika memberi sifat kepada kaum munafik yang tidak suka ikut berjuang bersama rasulullah……

Demikianlah, maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan surut seujung rambut pun.

Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka, maka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya….. … maka barang siapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat, pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya itu…..

Perang terus berkecamuk, jihad terus berlangsung. Belanda yang sebelumnya membonceng tentara Sekutu terus melancarkan agresi-agresi militernya. Pihak Inggris sebenarnya tidak senang dengan cara-cara yang ditempuh oleh Belanda. Pada Desember 1945 pemerintah Inggris secara tidak resmi mendesak pemerintah Belanda agar agar mengambil sikap yang lebih luwes terhadap Republik Indonesia. Pada 1946 diplomat Inggris, Sir Archibald Clark Kerr, mengusahakan tercapainya persetujuan Linggarjati antara republik Indonesia dengan Belanda. Persetujuan ditandatangani, namun Belanda tiba-tiba meancarkan agresi militernya. Menjelang akhir 1946, komando Inggris di Asia Tenggara dibubarkan, dan ”tanggung jawab” atas Jawa dan Sumatera diserahkan sepenuhnya kepada Belanda. Sejak itu, orang asing yang semakin terlibat dalam pertikaian antara Republik Indonesia dan Belanda, menggantikan Inggris, adalah Amerika Serikat. Mungkin sampai sekarang.(Red: A Khoirul Anam)

Jumat, 09 Oktober 2015

Hikmah Hijrah 3

8 November 2013 M.

Khutbah Pertama

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ

اَلْحَمْدُ لِٰلّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ،اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ، تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي الْأَلْبَابِ وَالْإِعْتِبَارْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا بَعْدُ.
فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،

إِنَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أُولٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِج وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.

Muharram dan Hikmah Hijrah
Jama’ah Shalat Jum’at Masjid al-Arsyad yang Dirahmati Allah

Pada kesempatan yang mulia ini, di awal Tahun Baru Islam 1435 Hijriah, marilah kita tingkatkan kualitas takwa kita kepada Allah Subhanahu wa-Ta‘ala, karena takwa adalah sebaik-baik pakaian yang menjaga kehormatan, kemuliaan dan bahkan keindahan diri kita.
Bulan Muharram ini adalah salah satu dari bulan-bulan yang mulia (asyhur al-hurum). Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kita disunahkan berpuasa terutama pada hari ‘Asyura, yakni menurut pendapat terbanyak tanggal 10 Muharram. Di antara fadilah bulan ini, adalah dipilih oleh Allah SWT sebagai momen pengampuan umat Islam dari dosa dan kesalahan.
Keistimewaan bulan Muharram ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali historis Tahun Baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan Kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan Islam?

Dalam kitab Shahih al-Bukhari, dalam kitab Manaaqib al-Anshaar (Biografi orang-orang Anshar) pada bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan,

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ.

“Dari Sahl bin Sa’d ia berkata: mereka tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi saw dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah”.

Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada Umar, ”Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian”, sebagian berkata: ”Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi”. Umar berkara, ”Hijrah itu memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun Hijriah”.

Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat untuk awal bulan Hijriyah itu: ”Mulailah dengan Bulan Ramadhan”, tetapi Umar r.a. berpendapat: ”Mulailah dengan Muharram”, itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan bulan Muharram.

Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Baarii, Syarah Kitab Shahih al-Bukhari mengatakan bahwa: ”Sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun. Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya beliau itu justru menjadikan kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.”
Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun Baru Hijriah.

Pertama, dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan status: dari umat yang lemah kepada umat yang kuat; dari percerai beraian atau perpecahan kepada kesatuan Negara; dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang menenteramkan, dan dari kesamaran kepada keterang benderangan, dan dengan adanya hijrah itu terjadi perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan tahun) Nabi kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah. Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah, Alquran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al Quran mengingatkan kita:

إِلَّۗا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىقلى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا قلى وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.

Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: ”Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana. (QS. Al-Taubah [9]: 40).

Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi setelah hari kemenangan Fath Makkah bersabda:

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا (مُتَّفّقٌ عَلَيْه) وَمَعْنَاهُ :لاَ هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إِسْلاَمِ.

”Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta untuk pergi berjihad maka pergilah” (Muttafaq ‘alaih dari jalur ‘Aisyah r.a.)

Maknanya : Tidak ada hijrah dari Mekkah karena dia telah menjadi negeri Islam. Hijrahnya Rasul dari Makkah ke Madinah bukanlah sekadar peristiwa dalam sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi saw ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata: ”Demi Allah, seandainya aku tidak akan binasa karena mereka mengeluarkanku darimu Makkah maka tiadalah aku keluar darimu”. Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah popular menyatakan cinta kepada tanah air itu merupakan bagian dari iman.

Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang mulia bahwa: ”Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah yakni meninggalkan apa-apa yang dilarang orang Allah”. Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia.

Ma’âsyiral Muslimîn Rahimakumullâh

Oleh karena itulah, memuliakan bulan Muharram dan memperingati Tahun Baru Hijrah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi SAW dan para sahabatnya sebagai berikut.
1. Hijrah itu adalah perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung.
2. Hijrah itu adalah perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.
3. Hijrah itu adalah ibadah, karenanya motivasi atau niat untuk kebaikan dan kemaslahatan.
4. Hijrah itu harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan.
5. Hijrah itu adalah jalan untuk mencapai kemenangan.
6. Hijrah itu mendatangkan rizki dan rahmat Allah.
7. Hijrah itu adalah teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogyanya kita ikuti.

Kaum Muslimin yang dikasihi Allah

Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfaal (8) ayat 74:

وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوْا فِيِ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ ءَاوَوْا وَنَصَرُوْا أُوْلٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاج لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ.

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.

Demikian khutbah singkat ini semoga bermanfaat. Semoga melalui tahun baru Hijriyah 1435 ini kita dan keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

نَحْمَدُ اللهَ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ، وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا، أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ خَلْقِهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اتَّبَعَ الْإِسَلاَمَ دِيْناً. أَمَّا بَعْدُ. أَيُّهَا النَّاسُ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمْؤُمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ وَارْحَمْهُمْ إِنَّكَ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحاَجاَتِ. َللَّهُمَّ أَعِزَّ الِإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ الِإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ. رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ. رَبَّنَا أتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهْ إِنَّ اللهَ يَعْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ اْلفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْا مِنْ فَضْلِهِ يَعِظُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

This entry was posted in Khutbah Jumat.

Hijrah, Tahun Baru dan Bela Negara

POSTED ON NOVEMBER 5, 2013 UPDATED ONNOVEMBER 5, 2013

[Mukaddimah] Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1435 Hijriyah, yang bertepatan dengan Hari Selasa, 5 November 2013 M, berikut dipostingkan kembali teks khutbah terkait Tahun Baru Hijriah 1431, yang disampaikan pada tahun 2010. Moga ada manfaat, membawa kemaslahatan bagi kita semua. Amiin.

HIJRAH, TAHUN BARU

DAN BELA NEGARA

 

Khutbah Jum’at

 

Oleh Ust. Ahmad Ali MD, MA

di Masjid Jâmi` al-Arsyad

 

Paburan Sibang, Pabuaran Karawaci

Kota Tangerang Banten

26 Dzulhijjah 1431 H.

3 Desember 2010 M.

 

 

 

Khutbah Pertama

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

 

الحمد لله الواحد القهار،
العزيز الغفار، مكور الليل على النهار، تذكرة لأولى القلوب والأبصار، وتبصرة لذوي الألباب والإعتبار. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله  سيد الخلائق والبشر. أللهم صل وسلم على سيدنا محمد وأله وصحبه الأطهار. أما بعد.

فياأيها المسلمون! أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطاعته فقد فاز من اتقى. فقال الله تعالى في كتابه الكريم في سورة البقرة: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم،

 

 

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلاَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللهِ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ .

 

 

 

          
Hijrah, Tahun Baru dan Bela Negara

Ma`âsyiral Muslimîn Rahimakumullâh

Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan kualitas keimanan kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang berhijrah, yakni berpindah dari segala kerendahan kepada keluhuran, dari kebodohan kepada kealiman, dari kemaksiatan kepada ketaatan, dan dari kedurhakaan kepada ketakwaan.

Sebentar lagi, di Bulan Desember ini, kita akan memasuki tahun baru Hijriah 1432, yang kemudian pula akan disusul dengan tahun baru Masehi 2011. Tidak terasa kita bertambah umur semakin tua pada satu sisi, dan berkurang jatah umur kita pada sisi yang lain.

Tahun hijriyah adalah sistem kalender atau penanggalan Islam, dimulai dengan Bulan Muharram, yang dibuat pada masa Khalifah ‘Umar bin al-Khattab, menandai peristiwa hijrahnya Nabi SAW dari Makkah ke Yasrib-Madinah. Dari peristiwa sejarah ini kita diingatkan pada suatu peristiwa yang monumental, yaitu perjalanan hijrahnya Nabi, kiprah dan peran beliau dalam meletakkan dasar-dasar kehidupan ber-masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang populer dengan sebutan Piagam Madinah atauKonstitusi Madinah.

Di tempat transitnya, sebelum sampai di Madinah, di Qubâ’ Nabi membangun Masjid Qubâ’, dan ketika sampai di Yasrib-Madinah, pun beliau juga membangun masjid yang dikenal dengan Masjid al-Nabawî. Dari sini jelas, bahwa pertama-tama yang diajarkan Nabi adalah tauhîd disertai dengan membangun sarana dan juga simbol tauhîd, kesatuan dan persatuan untuk beribadah dan bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bukan semata-mata individual namun justeru secara berjamaah (kolektifitas). Hal itu sesuai dengan penegasan surat al-Taubah ayat 108:

 

…. لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه …

 
”….Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang (beribadah) di dalamnya…” (QS. al-Taubah: 108)

Masjid, sejak masa Nabi dan hingga kini, bagi umat Islam mempunyai kedudukan dan peran yang istimewa dalam berbagai aspek kehidupan. Namun saat ini kedudukan masjid di tanah air, pada umumnya, lebih sebagai sebuah simbol tempat aktivitas ibadahmahdhah, khususnya shalat. Padahal fungsi dan peran masjid bukanlah sekadar itu. Masjid menjadi tempat yang strategis dan demokratis untuk kegiatan yang maslahat. Dikatakan strategis dan demokratis karena semua orang bisa masuk masjid, tanpa ada diskriminasi, seperti sistem penjenjangan atau levelisasi kelas; dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua; baik laki-laki maupun perempuan; kaya maupun miskin; dst. Keterbelakangan umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu indikatornya, bisa dilihat dari optimal atau tidaknya fungsi dan peran masjid. Justru ironis, jika masjid dijadikan sarana provokasi kemandekan berpikir kreatif yang positif, menyebarkan radikalisme atau premanisme dan terorisme. Dari sini perlu dan penting dilakukan revitalisasi fungsi dan peran masjid dalam konteks kekinian. Revitalisasi peran masjid itu dilakukan dengan cara-cara: 
pertama, improvisasi model dakwah yang progresif, humanis, dan transformatif. Ini untuk menciptakan suasana yang harmonis, damai antara sesama umat Islam dan dengan umat lainnya. Juga untuk menghadang lajunya premanisme, radikalisme, terorisme, dan kekerasan dalam berbagai bentuknya. Karena ini juga merupakan jihad perdamaian (peaceful jihad).
Kedua, meningkatkan peran masjid dalam kerangka meningkatkan kualitas pendidikan umat. Karena dengan pindidikan manusia akan tercerahkan dan terarah jalan kehidupannya. Dan tentunya yang ketiga, meningkatkan dan mengoptimalkan peran masjid sebagai sarana pemberdayaan dan peningkatan kualitas ekonomi umat, khususnya jamaah masjid. Untuk itu perlu diperhatikan kondisi jamaah masjid: bagaimana keadaan pemenuhan kebutuhan pokoknya, masjid bisa menjadi sarana pemberdayaan ekonomi dhu’afâ’melalui optimalisasi fungsi dan manfaat zakat, infaq dan shadaqah.

 

Saudara-Saudara Kaum Muslimin Rahimakumullah

Setelah diawali dengan membangun masjid, di Madinah, tempat hijrah Nabi,  kemudian beliau membangun sebuah Negara Islam berdaulat zaman itu. Dalam membangun Madinah beliau membuat Piagam Madinah. Yaitu sebuah perjanjian tertulis antara Nabi dengan penduduk Madinah yang beragam backgrounddan agamanya dalam kerangka membangun dan menjaga Negara Madinah. Kemudian Madinah menjadi tempat terpeliharanya keragaman atau masyarakat majemuk (pluralis), yang dipersatukan dengan Piagam Madinah.

Secara singkat, Piagam Madinah itu memuat dasar-dasar dan prinsip-prinsip hidup bermasyarakat dan bernegara, yang berisi dua hal pokok. Pertama, umat Islam, baik imigran (muhâjirûn) maupun penduduk pribumi (anshâr), yang terdiri dari berbagai suku, adalah satu umat, satu komunitas (ummatan wâhidah), sehingga mereka harus bersatu.

Kedua, sesama muslim dan hubungan antara komunitas Islam dan komunitas lain berdiri di atas lima prinsip: (1) bertetangga dengan baik; (2) satu sama lain saling membantu, termasuk dalam hal menghadapi musuh bersama; (3) membela mereka yang teraniaya; (4) satu sama lain saling menasihati dalam kebaikan; dan (5) saling menghormati agama masing-masing.

Dalam konteks Indonesia, Piagam Madinah itu telah mengilhami lahirnya Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, sebagaimana yang dirumuskan dalam Piagam Jakarta. Dengan demikian Pancasila adalah selaras dengan ajaran Islam sebagaimana yang dirumuskan dalam Piagam Madinah.

Piagam Madinah pun saat ini relevan dijadikan pelajaran di tengah-tengah sering terjadinya tindakan premanisme, anarkhisme, perkelahian, dan pertikaian antara kelompok, terorisme dsb. Piagam Madinah juga menjadi relevan dengan butir penting dalam amanat UUD 1945 tentang bela atau pembelaan Negara, yang merupakan upaya membina potensi SDM (sumber daya manusia) agar mampu menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Kewajiban bela Negara itu sebagaimana tercantum dalam pasal  27 ayat (3): Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” dan pasal 30 UUD 1945: ”Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang”

Yang dimaksud bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.

Kesadaran bela negara itu hakikatnya merupakan bentuk kesediaan untuk berbakti pada negara dan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu begitu luas, mulai dari yang paling halus, hingga yang paling keras: dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan Negara.

Maka dari itu, hijrah, dan tahun baru Hijriyah, mengingatkan kita pada warisan monumental Nabi SAW berupa Piagam Madinah yang hendaknya dapat kita terapkan dalam konteks bela negara, sehingga kita bisa optimis menatap masa depan Indonesia yang lebih cemerlang, maju, dan bermartabat, bahkan di tingkat regional dan global. Amîn. Semoga pula kita menjadi orang yang panjang usianya, panjang umurnya, dan yang baik amal perbuatannya. Amîn.

Sebagai penutup khutbah ini marilah kita ikuti firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab (33) ayat 21:

 

 

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا.

 

 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

بارك الله لي ولكم بالقرءان العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم  وتقبل الله منا ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم.

 

 

 

Khutbah Kedua

 

الحمد لله، نحمده نستعينه ونستهديه، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، أللهم صل وسلم على سيدنا محمد خير خلقه وأله وصحبه ومن اتبع الإسلام دينا. أما بعد.أيها الناس! أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطاعته فقد فاز المتقون.

فقال الله تعالى إرشادا وتعليما.

إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.

أللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهم وعلى أل إبراهم، وبارك على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد، كما باركت  على سيدنا إبراهم وعلى أل إبراهم في العالمين إنك حميد مجيد.

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات وارحمهم إنك مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات. اللهم أعز الإسلام والمسلمين. اللهم أصلح ولاة المسلمين بما فيه صلاح الإسلام و المسلمين. ربنا أتنا من لدنك رحمة وهيء لنا من أمرنا رشدا. ربنا لاتزغ قلوبنا بعد اذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب. ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما. ربنا أتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.

 عباد الله إن الله يعمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون،  فاذكرواالله العظيم يذكركم واشكروه على نعم يزدكم واسئلوا من فضله يعطكم ولذكر الله أكبر. 

——-