Selasa, 13 November 2012

TAHUN BARU HIJRIYAH

RIWAYAT KALENDER HIJRIYAH


Peringatan tahun baru Islam masih selalu dirayakan oleh masyarakat kita. Tahun baru hijriyah. Peringatannya terlihat berbeda dengan peringatan tahun baru Masehi. sangat bertolak belakang. Masehi meniup terompet, Hijriyah melantunkan zikir. Masehi menghabiskan sisa malam untuk maksiat dan sia-sia, Hijriyah menghabiskan malam dengan hati yang tunduk dan taubat. Masehi membuang mubazir uang untuk petasan dan kembang api, Hijriyah mempunyai semangat berbagi terutama dengan anak yatim.
Kedua peringatan itu memang tidak ada perintah atau larangannya secara khusus. Tidak ada keistimewaan pada keduanya sehingga harus melakukan ritual tertentu. Tetapi, kalau harus menunjukkan sesuatu, perbedaan peringatan itu menunjukkan perbedaan akar dan semangat.
Akar keduanya jelas berbeda. Masehi berdasarkan hitungan peredaran matahari, Hijriyah berdasarkan hitungan peredaran bulan. Perbedaan akar yang paling terlihat adalah Hijriyah merupakan karya para pemikir hebat di kalangan para sahabat Nabi, yang dipimpin oleh Umar bin Khattab. Permulaan hitungan tahunnya pun berdasarkan hijrah Rasul mulia Muhammad shallallahu alaihi wasallam. 

Kalender Pra Islam dan setelah Islam datang. 
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak memiliki kalendar yang khusus untuk digunakan bersama. Walau bagaimanapun, mereka mengira setahun itu dengan 12 bulan.
Adapun masyarakat Arab, Ya'la bin Umayyah adalah orang pertama yang membuat kalender, dia adalah orang Yaman. Masyarakat Arab kuno mempunyai beberapa kalender yang berbeda-beda. Mereka tidak bisa satu dalam menentukan hitungan tahun. Anak-anak Ibrahim membuat hitungan tanggal dari peristiwa dilemparnya Ibrahim ke dalam api hingga dibangunnya Ka'bah oleh Ibrahim dan Ismail. Kemudian anak-anak Ismail membuat hitungan tanggal dari keluarnya Saad, Nahad dan Juhainah anak-anak Zaid dari Tuhamah hingga kematian Ka'ab bin Luay. Kemudian hitungan dilanjutnya dari kematian tersebut hingga peristiwa penyerangan pasukan gajah Abrahah ke Ka'bah. Kemudian perhitungan berikutnya banyak yang melihat dari peristiwa pasukan gajah tersebut. Hingga masa kekhilafahan Umar. Dan Umar pun membuat kalender. 
Selepas datangnya Islam, orang-orang Arab dan Umat Islam tetap dalam  keadaan demikian (tidak ada kalendar yang khusus). Mereka menetapkan suatu peristiwa, dengan peristiwa-peristiwa yang penting. 
peristiwa hijrah al-Rasul saw ke Madinah al-Munawwarah, dalam bentuk tidak diberikan tarikh-tarikh dalam bentuk bilangan dalam setiap tahun, sebaliknya hanya diberikan nama-nama peristiwa penting yang berlaku di dalamnya, maka 10 tahun selepas hijrahnya Nabi saw ke Madinah sehinggalah kewafatan baginda diberikan nama-nama seperti berikut.
1. Tahun pertama (hijrah) dikenali sebagai al-Izn (الإذن)
2. Tahun kedua (hijrah) dikenali sebagai al-Amr (الأمر)
3. Tahun ketiga dikenali sebagai al-Tamhish (التمحيص)
4. Tahun keempat dikenali sebagai al-Turfiah (الترفئة)
5. Tahun kelima dikenali sebagai al-Zalzal (الزلزال)
6. Tahun keenam dikenali sebagai al-Isti’nas (الاستئناس)
7. Tahun ketujuh sebagai al-Istighlab (الاستغلاب)
8. Tahun kelapan sebagai al-Istiwa’ (الاستواء)
9. Tahun kesembilan sebagai al-Bara-ah (البراءة)
10. Tahun kesepuluh sebagai al-Wada’ (الوداع)

Pemerintahan Sayyidina Umar bin Khattab
Pada waktu sahabat Umar bin Khattab menjadi kepala Negara di Madinah, banyak Negara-negara yang takluk dengan Madinah seperti :
* Negara Mesir
* Negara Irak atau Mesopotamia
* Negara Yaman
* Negara Bahrain
* Negara Persi atau Iran
* Negara Palestina
* Negara Syiria
* Negara Turki
Sebelum Negara-negara seperti Syiria, Turki, Mesir dan Palestina masuk wilayah Medinah, Negara-negara tersebut masuk wilayah Negara Rumawi yang Kristen. Negara Negara seperti Kuffah, Baghdad , Basroh di Irak masuk wilayah Negara Persi.
Setelah Sahabat Umar bin Khattab r.a. menjadi kepala Negara Madinah selama 10 tahun beberapa Negara tersebut di atas dikuasai dan pusat pemerintahannya berada di Madinatul Munawaroh. kemudian mengangkat beberapa Gubernur yaitu antara lain :
* Sahabat Muawiyyah diangkat menjadi Gubernur di Syiria, termasuk wilayahnya adalah Yordania.
* Sahabat Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir.
* Sahabat Musa Al As’ari diangkat menjadi Gubernur Kuffah.
* Sahabat Mu’adz bin Jabal diangkat menjadi Gubernur Yaman.
* Sahabat Abu Hurairah diangkat menjadi Gubernur Bahrain .
Ibu Kota Negara sebagai pusat kendali pemerintahan dibawah seorang Kepala Negara yang disebut Amirul Mukminin adalah di Madinah dibawah pimpinan Sahabat Umar Bin Khathab. 

Pembuatan kalender hijriyah

Pembuatan kalender Islam Hijriyah dilakukan di masa kekhilafahan Umar bin Khattab. Ada beberapa penyebab pembuatan kalender hijriyah.
Penyebab pertama, adalah bermula dari surat Abu Musa al-Asy'ari kepada Umar. Dalam suratnya itu dia menulis: Surat-surat dari Anda datang kepada kami tanpa tanggal.
Penyebab kedua, Umar sendiri pernah merasakan masalah dari ketiadaan tanggal pada surat-surat yang masuk. Suatu saat ada surat penting kepada Umar dan hanya tertulis pada surat tersebut Bulan Sya'ban. Umar bingung dan bertanya: Apakah ini Sya'ban yang akan datang atau Sya'ban yang sekarang?
Penyebab ketiga, seseorang meminta kepada Umar: buatkan kalender! Umar bertanya: apa itu? Orang itu menjawab: Seperti yang dilakukan oleh masyarakat lain untuk mengetahui ini bulan apa dan tahun berapa.
Kemudian Sahabat Umar r.a memberikan instruksi: Buatkan kalender!
Rapat digelar. Dikumpulkan beberapa sahabat Nabi yang merupakan "ahli syuro" (orang yang dapat di percaya untuk bermusyawarah) untuk membicarakan pembuatannya.
Pembahasan pertama tentang hitungan untuk tahun pertama, dimulai dari peristiwa apa.
Ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan agar perhitungan tahunnya ikut masyarakat Romawi yang telah menghitung tahun mereka dimulai dari sejarah Dzul Qornain. Usulan ini ditolak rapat dengan alasan di antaranya adalah terlalu panjang.
Usulan berikutnya ikut masyarakat Persia. Usulan ini juga ditolak dengan alasan bahwa setiap ganti pemimpin, maka dia mengganti hitungan tahun sesuai kehendaknya sendiri dan membuang hitungan tahun yang telah ada sebelumnya.
Rapat akhirnya memutuskan untuk memulai hitungan tahun dari sejarah Rasulullah sendiri. Dari sekitar 23 tahun perjuangan Rasulullah, ada yang mengusulkan beberapa hal. Di antaranya ada yang mengusulkan agar dimulai dari diutusnya Nabi pertama kali. Tetapi akhirnya rapat para sahabat memutuskan untuk memulai tahun pertama dari hijrah Rasulullah.
Berikut alasan Umar: Karena hijrah beliau adalah merupakan pemisah antara yang haq dan bathil. Menurut riwayat lain, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang usul agar penanggalan dimulai dari hijrah Rasul. Alasan Ali adalah: Itu merupakan peristiwa meninggalkan negeri kemusyrikan.
Pembahasan kedua dalam rapat itu adalah bulan untuk memulai tahun yang dimulai dari hijrah Nabi.
Berbagai usulan disampaikan. Ada yang mengusulkan agar tahun Islam dimulai dari Bulan Ramadhan, sebagai bulan suci dan bulan ibadah. Tetapi akhirnya kesepakatan didapat untuk memulai tahun dengan Bulan Muharram. Alasannya adalah: Muharram merupakan bulan selesainya masyarakat melaksanakan ibadah haji mereka dan ini adalah bulan haram (mulia).
Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad yaitu keluar dari kota Mekkah pada hari kamis akhir bulan Shafar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Tsur pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal (20 September 622 M) untuk menuju ke Madinah. Dan menurut al-Mas’udi, Rasulullah memasuki Madinah tepat pada malam hari 12 Rabi’ul Awwal , 30 September 622 M. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H
Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:

  1. Muharram
  2. Safar
  3. Rabiul awal
  4. Rabiul akhir
  5. Jumadil awal
  6. Jumadil akhir
  7. Rajab
  8. Sya'ban
  9. Ramadhan
  10. Syawal
  11. Dzulkaidah
  12. Dzulhijjah
Kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah. Jadi adanya ditetapkan tahun Hijriyah itu dimulai dari Sayydiina Umar bin Khathab menjabat Kepala Negara setelah 5 tahun. Dan tahun Hijriyah mulai diberlakukan bertepatan dengan tahun 640 M. Setelah tahun Hijriyah berjalan 5 tahun kemudian Sahabat Umar Bin Khathab wafat.

Rotasi bulan
Bila tahun masehi terdapat sekitar 365-366 hari dalam setahun, tahun hijriyah hanya berjumlah sekitar 354-355 hari. Menurut Izzudin, perbedaan ini disebabkan adanya konsistensi penghitungan hari dalam kalender hijriyah.
"Rata-rata, jumlah hari dalam tahun hijriyah antara 29-30 hari. Sedangkan, tahun masehi berjumlah 28-31 hari. Inilah yang membedakan jumlah hari antara tahun masehi dan tahun hijriyah," jelas anggota Badan Hisab dan Rukyah PWNU Jawa Tengah ini.
Pada sistem kalender hijriyah, sebuah hari atau tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut. Kalender hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan yang memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan hitungan satu tahun kalender hijriyah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan penghitungan satu tahun dalam kalender masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam kalender hijriyah bergantung pada posisi bulan, bumi, dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi; kemudian pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini, terlihat bahwa usia bulan tidak tetap, melainkan berubah-ubah (antara 29 hingga 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (bulan, bumi, dan matahari).
Penentuan awal bulan ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari sehingga posisi hilal berada di ufuk barat.
Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
SUMBER
http://majlisdzikrullahpekojan.org/sains-islam/sejarah-pembuatan-kalender-hijriyah.html
Dari berbagai sumber.

Kamis, 26 April 2012

Biografi Ulama


RIWAYAT HIDUP SINGKAT
AL MAGHFURLAH KH GHUFRON ACHID


Haul Al Maghfurlah KH Ghufron Achid, bukan untuk mengkultus-individukan beliau, tetapi untuk mengenang keshalehan beliau, mengenang perilaku baik beliau, pengabdian beliau untuk Allah SWT, dan masyarakat, perjuangan beliau yang kadang – kadang harus menentang arus, menerjang ombak, tantangan dan rintangan yang tidak ringan.
Rasulullah SAW bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ وَرَّخَ مُسْلِمًا فَكَأَ نَّمَا اَحْيَاهُ وَمَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَ نَّمَا زَارَنِى وَمَنْ زَارَنِى بَعْدَ وَفَاتِى وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِى. روه ابو داود وترمذى
“Siapa saja yang membuat tarekh (Biografi) seorang muslim, maka sama dengan menghidupkannya. Dan barang siapa ziarah kepada seorang Alim, maka sama dengan ziarah kepadaku (Nabi SAW). Dan barang siapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka wajib baginya mendapat syafatku di Hari Qiyamat. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Disebutkan dalam kitab Akhbar ashbihan Juz 10 halaman 264
أخبار أصبهان - (ج 10 / ص 264)
2107 - حدثنا أبو الحسين محمد بن أحمد بن جعفر ، ثنا يعرب بن خيران ، ثنا محمد بن الفضل بن العباس البلخي بسمرقند ، ثنا أبو محمد حمد بن نوح ، ثنا حفص بن عمر العدني ، عن الحكم ، عن عكرمة ، عن ابن عباس ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« من زار العلماء فكأنما زارني ، ومن صافح العلماء فكأنما صافحني ، ومن جالس العلماء فكأنما جالسني ، ومن جالسني في الدنيا أجلس إلى يوم القيامة »
أُذكروا  محاسن موتاكم  وكُفُّوا عن مساويهم   { سنن الترمذي  كتاب الجنائز حديث ٩٤٠  }

“ Sebutkan kebaikan Orang – Orang yang telah mati dari kamu, dan berhentilah mencela keburukan – keburukan mereka “

Beliau  Almarhum, Al maghfurlah Bapak KH Ghufron Achid menurut catatan dilahirkan pada hari kamis pahing tanggal 15 Syawal 1349 H/tanggal 5 Maret 1931 M dari pasangan Bapak Achid dan Ibu Arifah di Kauman Pekalongan.
Beliau wafat/dipanggil oleh Allah SWT pada hari Rabu Wage tanggal 7 Pebruari 2001 M/13 Dzul Qo’dah 1421 H, berarti beliau pada waktu wafatnya berusia 69 tahun 11 bulan 2 hari menurut hitungan tahun Syamsiyah. Atau 73 tahun lebih 28 hari menurut hitungan tahun Qamariyah.
Beliau dinikahkan dengan Aisyah putri dari Al Markhum, Al Maghfurlah mbah KH Mudzakir bin KH Fadholi, adik kandung dari KH Ibnu Chadjar Mudzakir. Dari perkawinannya beliau dianugerahi 11 Putera ( anak ), 4 orang laki-laki dan 7 orang perempuan, dan sampai sekarang sudah bertambah 13 cucu dan 1 cicit. Putra/Putri dan menantu beliau :
1.         Hj Aminah + KH Azizuddin Muzajjad (3 cucu + 2 cicit)
2.         Khairiyah + Miftakhuz Zuhri (2 cucu)
3.         Dhofiroh + H Zainudin (Payaman – 6 cucu)
4.         Sa’duddin + Inayah
5.         Labib + Novita
6.         Ishmah + K Jamil (1 cucu)
7.         Kamilah + Slamet Rahmat (1 cucu)
8.         Akhiroh
9.         Mismakhah al Khafidhoh
10.     Muhammad (ndung)
11.     Hamid
Beliau Orang yang sabar tapi penuh semangat.
Bapak beliau yaitu Bapak Achid Almarhum meninggal karena kekejaman Belanda, sehingga pada waktu kecil beliau dan Saudara–Saudaranya dalam keadaan yatim/miskin. Untuk menunjang kehidupan rumah tangga, beliau pernah berjualan  ‘IDER ROKOK’  dan ‘BURUH NGUWUK BATIK’ meskipun umurnya masih relatif kecil / muda.
Pada masa mudanya, beliau menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu, bukan untuk berfoya – foya seperti layaknya anak muda yang lain. Dari keterangan keluarga, pada waktu kecil beliau pernah mengaji pada Ust Baidlowi Kauman, selanjutnya beliau menuntut ilmu pada para Ulama di berbagai Pondok Pesantren antara lain :
1.         KH Ma’shum       Ponpes Al Hidayah Lasem selama 6 tahun
2.         KH Masduki        Ponpes Al Ishlah Lasem
3.         KH Baidlowi       Lasem
4.         KH Maftukhin     Lasem
5.         KH Cholil            
6.         KH Fatkhur Rohman
7.         KH Manshur       Lasem
8.         KH Muhammadun Tayu
9.         KH Arwani          Kudus
10.     KH Muhammad Hambali Sumardi
Beliau juga bertabarruk kepada mbah kyai Ahmad Asy’ari Poncol Salatiga, meskipun waktu itu sudah berkeluarga. Beliau juga penah bai’at thariqah An Naqsyabandiyah Al Khalidiyah sebagaimana pernah diceritakan oleh sahabat beliau KH Abdullah Faqih Langitan dalam kesempatan pertemuan di daerah Kudus.

Beliau orang yang waro’, qona’ah dan gigih

Beliau diserahi mengajar dan memimpin Madrasah Salafiyah Ibtidaiyah (MSI) yang didirikan oleh Ayah Mertua beliau KH Mudzakir Fadholi bersama Pengurus Salafiyah yang lain. Tugas itu beliau laksanakan dengan baik dan penuh tanggungjawab meskipun dengan imbalan honor/gaji yang sangat – sangat sedikit, sangat kurang untuk menopang kehidupan beliau.
Dari MSI yang berlokasi di Kauman Pekalongan dengan 6 (enam) lokal kecil pada awalnya, dan selanjutnya berkat kegigihan beliau dan para Pengurus Yayasan SALAFIYAH Kauman Pekalongan, sekolah itu berkembang pesat dalam waktu yang tidak lama, dan pada saat ini terdiri dari :
o   MSI 01 KAUMAN
o   MSI 02 KEPUTRAN
o   MSI 05 SAMPANGAN
o   SMP SALAFIYAH KAUMAN
o   MA SALAFIYAH
Pernah terjadi suatu hari beliau berkunjung ke rumah Wali Murid untuk berkonsultasi tentang anaknya, tiba–tiba beliau dilempar batu dari belakang oleh muridnya, sehingga orang tua murid tadi sangat malu dan memohon maaf kepada beliau, hal ini beliau hadapi dengan sabar dan tidak mempermasalahkan.

Beliau adalah seorang yang Alim Al Allamah
Setelah Ayah Mertua beliau yaitu  Al Marhum Al Maghfurlah mbah KH Mudzakir wafat pada tahun 1975, disamping beliau memimpin sekolah, beliau juga melanjutkan pengajian Bapak Mertua bersama KH Ibnu Chajar bin KH Mudzakir yaitu pengajian kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dan berhasil mengkhatamkan 4 ( empat ) jilid, dan beliau tambahkan pula pengajian kitab Shokhih Bukhori.   Dan banyak lagi kitab – kitab lain yang diajarkan kepada para Santri beliau.
Beliau adalah seorang pejuang
Disamping kesibukannya memimpin sekolah, mengajar berbagai kitab kepada santri, beliau sempat pula terjun di berbagai kegiatan organisasi sosial seperti :
1.      Rois Syuriyah PC NU Kota Pekalongan, dalam kapasitas sebagai Rais ini dalam Haul ke tujuh (2008) Habib Thohir bin Abdullah Al Kaff menceritakan bahwa beliau pernah mendapatkan rekomendasi dari Al Maghfurlah untuk membahas masalah Ahlus sunnah wal jama’ah di PB NU dan berhasil meluruskan buku tentang ahlussunnah wal jama’ah yang akan diterbitkan oleh PB NU.
2.      Ketua Umum MUI Kota Pekalongan pernah menjadi satu periode
3.      Ketua I Yayasan SALAFIYAH Kauman Pekalongan menjadi,
4.      salah satu pengurus Yayasan Ahlis Sunnah Wal Jama’ah yang membawahi SMP Wahid Hasyim dan SMA Hasyim Asy’ari, dan
5.      Ketua Yayasan Khirzaddin yang didirikan oleh Almarhum Bpk H Kamaludin Bachir  
6.      Pengurus serta aktifis “Majlis Musyawarah Diniyah Pekalongan yang didirikan oleh Almarhum Bpk H Junaid.
7.      Beliau juga seorang yang sangat memperhatikan masalah ekonomi dengan aktif memberikan pertimbangan didirikannya Koperasi Pemuda Buana (KOPENA) dan mensupport gerakannya, dibuktikan dengan kesediaan beliau menjadi anggota Koperasi tersebut.  
8.      Beliau aktif pula memperhatikan permasalahan Haji yang antara lain dengan keikutsertaan beliau sebagai Penasehat di KBIH AS SALAMAH Kota Pekalongan.
9.      beliau memprakarsai berdirinya Badan Amil Zakat ( BAZ ) di Kota Pekalongan dan menjadi  salah seorang Pengurus yang tujuan utamanya untuk memberikan pemikiran santunan kepada Fuqara Masakin/ekonomi lemah,
Ada beberapa catatan yang perlu kami sampaikan di sini  :
1.      beliau pernah mengadakan penelitian secara pribadi bersama – sama pengurus MUI yang lain tentang proses pemotongan hewan di lokasi pemotongan hewan  (blandong), apakah proses pemotongan hewan itu sudah sesuai dengan syari’at Islam.
2.      beliau pernah mengadakan penelitian secara pribadi bersama – sama pengurus MUI yang lain ke tempat – tempat praktek SMOKE COUTHING ( dindong ), dan hasilnya MUI memberikan fatwa Permainan Dindong termasuk perjudian dan mengajukan permohonan kepada Walikota Pekalongan agar permainan itu dilarang. Dan Al Hamdu lillah permohonan itu dikabulkan, Walikota melarang dan menutup permainan dindong.
3.      beliau bersama pengurus MUI lainnya dan didukung oleh Ormas – Ormas Islam serta Pon Pes – Pon Pes di Pekalongan mengajukan usulan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat agar Gedung Pemuda yang mempunyai sejarah heroik / kepahlawanan Orang – Orang Pekalongan, dijadikan Masjid. Dengan adanya usulan tersebut terpaksa beliau bersama dengan pengurus yang lain harus berhadapan dengan DPRD, Walikota dan Kejaksaan serta Orang – orang yang menentang waktu itu.
Memang nampaknya pada waktu itu, pada saat pemerintah sangat berkuasa, hal tersebut terasa merupakan hal yang sangat mustahil, tetapi Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sesuatu yang kelihatannya tak mungkin terjadi, bisa saja terjadi atas ijin-Nya. Akhirnya terjadilah Reformasi di Indonesia, dan atas desakan para Pemuda dan seluruh lapisan Masyarakat, serta bantuan jasa dari Walikota Pekalongan bersama tokoh – tokoh lain, al hamdu lillah sekarang telah berdiri dengan megah sebuah Masjid dengan nama MASJID AS SYUHADA’ sebagai monumen perjuangan para Pahlawan/Syuhada Pekalongan mempertahankan kemerdekaan NKRI pada tanggal 3 Oktober 1945.
Itulah sekelumit catatan tentang biografi beliau. Masih banyak lagi prilaku baik yang belum tercatat, dan masih banyak lagi mahasin, Fadhilah dan maziyyah    beliau yang belum terungkap.
Beliau Al Markhum Al Maghfurlah kini telah tiada, telah meninggalkan kita semua, kewajiban kita bukan untuk bersedih berkepanjangan yang tak berujung. Tetapi yang penting Akhlaqul Karimah, perilaku baik, kesabaran, kesholehan, kegigihan, kejelian, ketelitian, ketaqwaan dan perjuangan beliau patutlah kita teladani dan kita teruskan perjuangan beliau untuk Islam, Bangsa dan Negara.
Marilah kita berdo’a mudah-mudahan kesalahan beliau selama hayat, diampuni oleh Allah SWT, dan semua amal baik, keshalihan beliau diterima dan dibalas oleh – Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Tim Penulis

Para Santri Al Maghfurlah 

Kamis, 05 April 2012

TOKOH : KH BISRI MUSTOFA

KH BISRI MUSTOFA REMBANG
    

Riwayat Hidup


KH. Bisri Musthofa merupakan satu di antara sedikit ulama Islam Indonesia yang memiliki karya besar. Beliaulah sang pengarang kitab tafsir al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz. Kitab tafsir ini selesai beliau tulis pada tahun 1960 dengan jumlah halaman setebal 2270 yang terbagi ke dalam tiga jilid besar. Masih banyak karya-karya lain yang dihasilkan KH. Bisri Musthofa, dan tidak hanya mencakup bidang tafsir saja tetapi juga bidang-bidang yang lain seperti tauhid, fiqh, tasawuf, hadits, tata bahasa Arab, sastra Arab, dan lain-lain.



Selain itu, KH. Bisri Musthofa juga dikenal sebagai seorang orator atau ahli pidato. Beliau, menurut KH. Saifuddin Zuhri, mampu mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit sehingga menjadi begitu gamblang, mudah diterima semua kalangan baik orang kota maupun desa. Hal-hal yang berat menjadi begitu ringan, sesuatu yang membosankan menjadi mengasyikkan, sesuatu yang kelihatannya sepele menjadi amat penting, berbagai kritiknya sangat tajam, meluncur begitu saja dengan lancar dan menyegarkan, serta pihak yang terkena kritik tidak marah karena disampaikan secara sopan dan menyenangkan (KH. Saifuddin Zuhri : 1983, 27).



KH. Bisri Musthofa dilahirkan di desa Pesawahan, Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 1915 dengan nama asli Masyhadi. Nama Bisri ia pilih sendiri sepulang dari menunaikan ibadha haji di kota suci Mekah. Beliau adalah putra pertama dari empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan isteri keduanya yang bernama Hj. Khatijah. Tidak diketahui jelas silsilah kedua orangtua KH. Bisri Musthofa ini, kecuali catatan KH. Bisri Musthofa yang menyatakan bahwa kedua orangtuanya tersebut sama-sama cucu dari Mbah Syuro, seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai tokoh kharismatik di Kecamatan Sarang. Namun, sayang sekali, mengenai Mbah Syuro ini pun tidak ada informasi yang pasti dari mana asal usulnya (KH. Bisri Musthofa: 1977, 1).



Di usianya yang keduapuluh, KH. Bisri Musthofa dinikahkan oleh gurunya yang bernama Kiai Cholil dari Kasingan (tetangga desa Pesawahan) dengan seorang gadis bernama Ma’rufah (saat itu usianya 10 tahun), yang tidak lain adalah puteri Kiai Cholil sendiri. Belakangan diketahui, inilah alasan Kiai Cholil tidak memberikan izin kepada KH. Bisri Musthofa untuk melanjutkan studi ke pesantren Termas yang waktu itu diasuh oleh K. Dimyati. Dari perkawinannya inilah, KH. Bisri Musthofa dianugerahi delapan anak, yaitu Cholil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najihah, Labib, Nihayah dan Atikah. Cholil (KH. Cholil Bisri) dan Musthofa (KH. Musthofa Bisri) merupakan dua putera KH. Bisri Musthofa yang saat ini paling dikenal masyarakat sebagai penerus kepemimpinan pesantren yang dimilikinya. KH. Bisri Musthofa wafat pada tanggal 16 Februari 1977 (KH. Bisri Musthofa: 1977, 15).
Pendidikan



KH. Bisri Musthofa lahir dalam lingkungan pesantren, karena memang ayahnya seorang kiai. Sejak umur tujuh tahun, beliau belajar di sekolah Jawa “Angka Loro” di Rembang. Di sekolah ini, KH. Bisri Musthofa tidak sampai selesai karena ketika hampir naik kelas dua beliau terpaksa meninggalkan sekolah, tepatnya diajak oleh orangtuanya menunaikan ibadah haji di Mekah. Rupanya, inilah masa di mana beliau harus merasakan kesedihan mendalam karena dalam perjalanan pulang di pelabuhan Jedah, ayahnya yang tercinta wafat setelah sebelumnya menderita sakit di sepanjang pelaksanaan ibadah haji (KH. Saifuddin Zuhri : 1983, 24).



Sepulang dari tanah suci, KH. Bisri Musthofa sekolah di Holland Indische School (HIS) di Rembang. Tak lama kemudian ia dipaksa keluar oleh Kiai Cholil (guru di pondok dan belakangan jadi mertua) dengan alasan sekolah tersebut milik Belanda dan kembali lagi ke sekolah “Angka Loro” sampai mendapatkan serifikat dengan masa pendidikan empat tahun. Pada usia 10 tahun (tepatnya pada tahun 1925), KH. Bisri Musthofa melanjutkan pendidikannya ke pesantren Kajen, Rembang. Pada tahun 1930, KH. Bisri Musthofa belajar di pesantren Kasingan pimpinan Kiai Cholil (KH. Bisri Musthofa: 1977, 8-9).



Setahun setelah dinikahkan oleh Kiai Cholil dengan putrinya yang bernama Marfu’ah itu, KH. Bisri Musthofa berangkat lagi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari Rembang. Namun, seusai haji, KH. Bisri Musthofa tidak pulang ke tanah air, melainkan memilih bermukim di Mekah dengan tujuan menuntut ilmu di sana.



Di Mekah, pendidikan yang dijalani KH. Bisri Musthofa bersifat non-formal. Beliau belajar dari satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-guru beliau terdapat ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim di Mekah. Secara keseluruhan, guru-guru beliau di Mekah adalah: (1) Syeikh Baqir, asal Yogyakarta. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Lubbil Ushul, ‘Umdatul Abrar, Tafsir al-Kasysyaf; (2) Syeikh Umar Hamdan al-Maghriby. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab hadits Shahih Bukhari dan Muslim; (3) Syeikh Ali Maliki. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab al-Asybah wa al-Nadha’ir dan al-Aqwaal al-Sunnan al-Sittah; (4) Sayid Amin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Ibnu ‘Aqil; (5) Syeikh Hassan Massath. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Minhaj Dzawin Nadhar; (6) Sayid Alwi. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar tafsir al-Qur’an al-Jalalain; (7) KH. Abdullah Muhaimin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Jam’ul Jawami’ (KH. Bisri Musthofa: 1977, 18).



Dua tahun lebih KH. Bisri Musthofa menuntut ilmu di Mekah. KH. Bisri Musthofa pulang ke Kasingan tepatnya pada tahun 1938 atas permintaan mertuanya.



Setahun kemudian, mertuanya (Kiai Kholil) meninggal dunia. Sejak itulah KH. Bisri Mustofa menggantikan posisi guru dan mertuanya itu sebagai pemimpin pesantren.



Dalam mengajar para santrinya, beliau melanjutkan sistem yang dipergunakan kiai-kiai sebelumnya yaitu menggunakan sistem balah (bagian) menurut bidangnya masing-masing. Beberapa kitab yang diajarkan langsung kepada para santrinya adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Alfiyah Ibn Malik, Fath al-Mu’in, Jam’ul Jawami’, Tafsir al-Qur’an, Jurumiyah, Matan ‘Imrithi, Nadham Maqshud, ‘Uqudil Juman, dan lain-lain.



Di samping kegiatan mengajar di pesantren, beliau juga aktif pula mengisi ceramah-ceramah (pengajian) keagamaan. Penampilannya di atas mimbar amat mempesona para hadirin yang ikut mendengarkan ceramahnya sehingga beliau sering diundang untuk mengisi ceramah dalam berbagai kesempatan di luar daerah Rembang, seperti Kudus, Demak, Lasem, Kendal, Pati, Pekalongan, Blora dan daerah-daerah lain di Jawa tengah.



KH. Bisri Musthofa memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang menonjol adalah KH. Saefullah (pengasuh sebuah pesantren di Cilacap Jawa Tengah), KH. Muhammad Anshari (Surabaya), KH. Wildan Abdul Hamid (pengasuh sebuah pesantren di Kendal), KH. Basrul Khafi, KH. Jauhar, Drs. Umar Faruq SH, Drs. Ali Anwar (Dosen IAIN Jakarta), Drs. Fathul Qorib (Dosen IAIN Medan), H. Rayani (Pengasuh Pesantren al-Falah Bogor), dan lain-lain.
Karya-Karya



Jumlah tulisan-tulisan beliau yang ditinggalkan mencapai lebih kurang 54 buah judul, meliputi: tafsir, hadits, aqidah, fiqh, sejarah nabi, balaghah, nahwu, sharf, kisah-kisah, syi’iran, do’a, tuntunan modin, naskah sandiwara, khutbah-khutbah, dan lain-lain. Karya-karya tersebut dicetak oleh beberapa perusahaan percetakan yang biasa mencetak buku-buku pelajaran santri atau kitab kuning, di antaranya percetakan Salim Nabhan Surabaya, Progressif Surabaya, Toha Putera Semarang, Raja Murah Pekalongan, Al-Ma’arif Bandung dan yang terbanyak dicetak oleh Percetakan Menara Kudus. Karyanya yang paling monumental adalah Tafsir al-Ibriz (3 jilid), di samping kitab Sulamul Afham (4 jilid).



Karya-karya KH. Bisri Musthofa jika diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan adalah sebagai berikut:



A. Bidang Tafsir
Selain tafsir al-Ibriz, KH. Bisri Musthofa juga menyusun kitab Tafisr Surat Yasin. Tafsir ini bersifat sangat singkat dapat digunakan para santri serta para da’I di pedasaan. Termasuk karya beliau dalam bidang tafsir ini adalah kitab al-Iksier yang berarti “Pengantar Ilmu Tafsir” ditulis sengaja untuk para santri yang sedang mempelajari ilmu tafsir.



B. Hadits
1. Sulamul Afham, terdiri atas 4 jidil, berupa terjamah dan penjelasan. Di dalamnya memuat hadits-hadits hukum syara’ secara lengkap dengan keterangan yang sederhana.
2. al-Azwad al-Musthofawiyah, berisi tafsiran Hadits Arba’in an-Nawaiy untuk para santri pada tingkatan Tsanawiyah.
3. al-Mandhomatul Baiquny, berisi ilmu Musthalah al-Hadits yang berbentuk nadham yang diberi nama.



C. Aqidah
1. Rawihatul Aqwam
2. Durarul Bayan
Keduanya merupakan karya terjemahan kitab tauhid/aqidah yang dipelajari oleh para santri pada tingkat pemula (dasar) dan berisi aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Karyanya di bidang aqidah ini terutama ditujukan untuk pendidikan tauhid bagi orang yang sedang belajar pad atingkat pemula.



D. Syari’ah
1. Sullamul Afham li Ma’rifati al-Adillatil Ahkam fi Bulughil Maram.
2. Qawa’id Bahiyah, Tuntunan Shalat dan Manasik Haji.
3. Islam dan Shalat.



E. Akhlak/Tasawuf
1. Washaya al-Abaa’ lil Abna
2. Syi’ir Ngudi Susilo
3. Mitra Sejati
4. Qashidah al-Ta’liqatul Mufidah (syarah dari Qashidah al-Munfarijah karya Syeikh Yusuf al-Tauziri dari Tunisia)



F. Ilmu Bahasa Arab
1. Jurumiyah
2. Nadham ‘Imrithi
3. Alfiyah ibn Malik
4. Nadham al-Maqshud.
5. Syarah Jauhar Maknun



G. Ilmu Mantiq/Logika
Tarjamah Sullamul Munawwaraq, memuat dasar-dasar berpikir yang sekarang lebih dikenal dengan ilmu Mantiq atau logika. Isinya sangat sederhana tetapi sangat jelas dan praktis. Mudah dipahami, banyak contoh-contoh yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.



H. Sejarah
1. An-Nibrasy
2. Tarikhul Anbiya
3. Tarikhul Awliya.



I. Bidang-bidang Lain
Buku tuntunan bagi para modin berjudul Imamuddien, bukunya Tiryaqul Aghyar merupakan terjemahan dari Qashidah Burdatul Mukhtar. Kitab kumpulan do’a yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari berjudul al-Haqibah (dua jilid). Buku kumpulan khutbah al-Idhamatul Jumu’iyyah (enam jilid), Islam dan Keluarga Berencana, buku cerita humor Kasykul (tiga jilid), Syi’ir-syi’ir, Naskah Sandiwara, Metode Berpidato, dan lain-lain.
Pemikiran



Tidak dapat dipungkiri, di dalam lingkungan kaum muslimin ada dua kecenderungan, yaitu kelompok tekstual-skripturalistik dan kelompok rasional. Kelompok tekstualis selalu menjadikan ayat al-Qur’an dan Hadits apa adanya sebagai dasar argumen, berpikir, dan bersikap. Sementara kelompok rasionalis selalu memberikan interpretasi rasional terhadap teks-teks keagamaan berdasarkan kemampuan akalnya.



KH. Bisri Musthofa tidak termasuk di antara kedua kelompok di atas. KH. Bisri Musthofa lebih cenderung berada di tengah-tengah antara tekstual-skripturalis dan rasionalis. Sebagaimana terlihat jelas dalam kitab tafsirnya, al-Ibruz, KH. Bisri Musthofa selalu memberikan tafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat dengan mengambil beberapa pendapat para mufassir disertai dengan argumen-argumen yang beliau berikan sendiri. Dalam kitab tafsirnya itu tidak sedikit ditemukan uraian-uraian yang menyangkut ilmu sosial, logika, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.



Di bidang akhlak, KH. Bisri Musthofa termasuk orang yang sangat memprihatinkan kondisi kemorosotan moral generasi muda. Lewat karya-karyanya di bidang akhlak itulah KH. Bisri Musthofa menyampaikan nasihat-nasihatnya kepada generasi muda. Dalam kitab berbahasa Jawa Washoya Abaa li al-Abna, misalnya, beliau memberikan tuntunan-tuntunan seperti sikap taat dan patuh kepada orangtua, kerapihan, kebersihan, kesehatan, hidup hemat, larangan menyiksa binatang, bercita-cita luhur dan nasihat-nasihat baik lainnya. Sementara dalam karya yang berbentuk syair Jawa, yaitu kitab Ngudi Susila dan Mitra Sejati, KH. Bisri Musthofa menekankan sikap humanisme, kemandirian, rajin menuntut ilmu dan lain-lain.



Sedangkan pemikiran KH. Bisri Musthofa dalam bidang fiqh terlihat dalam pemikirannya mengenai Keluarga Berencana (KB). Menurutnya, manusia dalam berkeluarga diperbolehkan berikhtiar merencanakan masa depan keluarganya sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Dalam pandangan KH. Bisri Musthofa, Keluarga Berencana diperbolehkan bila disertai dengan alasan yang pokok, yaitu untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan meningkatkan pendidikan sang anak.
Karir Politik dan Perjuangan



KH. Bisri Musthofa hidup dalam tiga zaman, yaitu zaman penjajahan, zaman pemerintahan Soekarno, dan masa Orde Baru. Pada zaman penjajahan, ia duduk sebagai ketua Nahdlatul Ulama dan ketua Hizbullah Cabang Rembang. Kemudian, setelah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dibubarkan Jepang, ia diangkat menjadi ketua Masyumi Cabang Rembang –ketua Masyumi pusat waktu itu adalah KH. Hasyim Asy’ari dan wakilnya Ki Bagus Hadikusumo (Saifullah Ma’shum : 1994, 332). Masa-masa menjelang kemerdekaan, KH. Bisri Musthofa mendapat tugas dari PETA (Pembela Tanah Air). Beliau juga pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama dan ketua Pengadilan Agama Rembang. Menjelang kampanye Pemilu 1955, jabatan tersebut ditinggalkan, dan mulai aktif di partai NU. Dalam hal ini beliau menyatakan : “tenaga saya hanya untuk partai NU… dan di samping itu menulis buku”.



Pada zaman pemerintahan Soekarno, KH. Bisri Musthofa duduk sebagai anggota konstituane, anggota MPRS dan Pembantu Menteri Penghubung Ulama. Sebagai anggota MPRS, ia ikut terlibat dalam pengangkatan Letjen Soeharto sebagai Presiden, menggantikan Soekarno dan memimpin do’a waktu pelantikan (Saifullah Ma’shum : 1994, 332).



Pada masa Orde Baru, KH. Bisri Musthofa pernah menjadi anggota DPRD I Jawa Tengah hasil Pemilu 1971 dari Fraksi NU dan anggota MPR dari Utusan Daerah Golongan Ulama. Pada tahun 1977, ketika partai Islam berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), beliau menjadi anggota Majelis Syura PPP Pusat. Secara bersamaan, beliau juga duduk sebagai Syuriyah NU wilayah Jawa Tengah (Saifullah Ma’shum : 1994, 333).


Menjelang Pemilu 1977, KH. Bisri Musthofa terdaftar sebagai calon nomor satu anggota DPR Pusat dari PPP untuk daerah pemilihan Jawa Tengah. Namun sayang sekali, Pemilu 1977 berlangsung tanpa kehadiran KH. Bisri Musthofa. Beliau meninggal dunia seminggu sebelum masa kampanye 24 Februari 1977. Duduknya KH. Bisri Musthofa sebagai calon utama anggota DPR tersebut memang memberikan bobot tersendiri bagi perolehan suara PPP. Itulah sebabnya, wafatnya beliau dirasakan sebagai suatu musibah yang berat bagi warga PPP.
 sumber : http://emka.web.id/ke-nu-an/2011/kyaipedia-kh-bisri-mustofa-rembang/