Rabu, 10 Agustus 2011

MERDEKA SAAT PUASA 1364 H

MERDEKA SAAT PUASA 1364 H

Oleh : Muh Arif Wahyudi

Pada saat ini kita masih masuk dalam sepertiga ramadhan yang termasuk dalam limpahan Rahmat (awwaluhu rahmah), demikian pula yang terjadi dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 bertepatan dengan Hari Jumat Legi tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriyah yang waktu itu masih termasuk dalam sepertiga pertama bulan Ramadhan yang awwaluhu rahmah, sehingga hal ini diabadikan dalam Pembukaan UUD 1945 dalam kalimat “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Inilah fakta sejarah yang sering dijadikan rujukan peringatan Hari Kemerdekaan RI pada setiap tahunnya, apalagi kalau tepat bersamaan dengan Bulan Ramadhan. Seperti perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 66 menurut Miladiyah tahun 2011 ini atau ke 68 menurut tahun Hijriyah, yang tanggal 17 Agustus bertepatan dengan tanggal 17 Bulan Ramadhan 1432 H.

Kita coba perhatikan upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara atas landasan kebangsaan yang majemuk yang terjadi pada ramadhan 66 tahun yang lalu. Para pendiri bangsa telah menetapkan (NKRI) Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan landasan persatuan untuk saling berbagi tanggungjawab demi mencapai tujuan mulia, hal ini selaras dengan ayat dalam Surat Ali Imran ayat 3 yang artinya

“Dan berpegangteguhlahlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,”

Prinsip persatuan dalam bernegara ini pertama kali dirintis oleh Rasulullah SAW lebih dari 14 abad yang lalu, pada tahun 622 M di Madinah. Pemerintahan Rasulullah saw di Madinah merupakan pemerintahan yang dibangun atas landasan penghargaan terhadap kebhinekaan agama, tradisi dan suku. Prinsip yang dengan jelas dituangkan dalam naskah konstitusi Negara Madinah yang lebih dikenal dengan istilah PIAGAM MADINAH.

Bagi Bangsa Indonesia tekad persatuan ini sangat tepat dan sangat mulia, sebagaimana tercatat dalam sejarah ketika pembukaan UUD 1945 akan ditetapkan, sebagian saudara dari wakil dari Indonesia Timur meminta supaya 7 kata sesudah “Ketuhanan Yang Maha Esa” dihapus. Setelah dilakukan konsultasi terutama dengan tokoh-tokoh Islam yang mengakar dan berpengaruh luas di kalangan umat Islam, seperti KH Hasyim Asy’ari, akhirnya disepakati 7 kata tersebut dihapus.

Peristiwa tersebut mirip dengan peristiwa yang terjadi pada proses perumusan perjanjian Hudaibiyah (Sulh al Hudaibiyah) antara Rasulullah saw dan para Sahabat di satu pihak dengan pemuka kaum Quraisy di pihak lain. Dalam draft yang ditulis oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. terdapat kalimat bismillahirrahmanirrahim dan Rasulullah. Suhail yang mewakili pihak Quraisy waktu itu dengan tegas menolak 7 kata tersebut, dengan alasan “jika kami menerimanya, untuk apa kami berunding?” Nabipun memerintahkan S. Ali untuk menghapusnya, namun S Ali tidak bersedia dan tidak berani menghapus, akhirnya Nabipun menghapusnya sendiri. Maka tercapailah kesepakatan damai antara kedua belah pihak.

Dalam perjalanan sejarahnya, Perjanjian Hudaibiyah adalah suatu kemenangan yang nyata. Sejarah mencatat, bahwa isi perjanjian ini adalah suatu hasil strategi Rasul yang sangat bijaksana dan mempunyai visi/pandangan jauh ke depan, yang besar sekali pengaruhnya terhadap masa depan kejayaan Islam dan bangsa Arab.

Riwayat tentang awal perjuangan kemerdekaan RI menunjukkan bahwa justru para pendahulu kita, pendiri Bangsa Indonesia telah memberi contoh, tauladan bulan puasa adalah bulanya kerja keras memang tidurnya orang puasa itu tercatat ibadah tetapi ternyata tetap dimanfaatkan untuk berjuang meraih rahmat dan limpahan pahala dari Allah di bulan Ramadhan, karena kerja keras dan berjuang nilai ibadahnya lebih tinggi dari ibadahnya tidur.

Mudah-mudahan kita dapat meraih limpahan rahmat Allah pada awal Bulan Ramadhan, pertengahannya dapat memperoleh ampunan dari Allah dan akhirnya dapat merdeka dari siksa api neraka.

Pekalongan, Ramadhan 1432 H

Tidak ada komentar: